Sang Akhwat (5)

oleh

Foto Ilustrasi Cerbung Sang Akhwat 5[Cerbung] Bagian 5 dari 5 Cerita

Irama Br Sinaga

Seminggu, dua minggu dan hampir satu bulan Fanny tidak dapat kabar dari Bunda. Fanny berserah, “Mungkin aku tercipta bukan dari tulang rusuknya” kejadian ini adalah ujian untuknya.

Sebulan berlalu, Zulfikar sms

“Aslm, fanny apa kabar?”, Fanny langsung me replay sms Zulfikar

“Wslm, alhamdulillah sehat bang, abang apa kabar?”

“Alhamdulillah abang sehat juga, oya Fanny golongan darah apa?”

“Untuk apa bang”, tanya Fanny heran tumben tanya-tanya tentang darah.

“Bunda butuh darah AB empat kantong, dua kantong sudah ada, dua kantong lagi belum ada, Bunda lagi kritis”. Penyakit Bunda kambuh sehingga dirawat dirumah sakit dan sedang kritis.

Fanny langsung menghubungi Zulfikar

“Ya, Fanny bisa donor bang, di rumah sakit mana?”

“Benar Fan?”.

“Ya, tapi jangan bilang sama siapa-siapa ya bang?”.

“Ya”

“Janji”

“Ya abang janji”

“Ok. Sekarang Fanny berangkat”.

Fanny dengan hati tentram dan berusaha tenang melangkah pergi. Di rumah sakit dia melihat Reza sedang duduk di kursi tunggu dan sedang menggenggam kartu antrian obat. Proses pendonoran darah sedikit lambat dan bermasalah sehingga Fanny lemah dan perlu pengobatan dan perawatan yang baik. Kejadian ini tercium oleh Reza. Fanny terbaring di rumah sakit selama empat hari, Ayah dan Umy-nya khawatir dengan keadaan Fanny. Tak biasanya Fanny sakit seperti ini, Fanny sering mendonorkan darah tapi baik-baik saja.

Esok harinya saat mau keluar dari rumah sakit Bunda dan Reza menjenguk Fanny.

“Assalamu’alaikum”.

“Wa’alaikumsalam”, jawab Ayah, Umy dan Fanny serentak.

“Bagaimana kabarnya Fanny”, Bunda bertanya kabar Fanny sembari mengelus kepalanya.

“Alhamdulillah udah sehat Bu. Oya Bunda, Fanny minta maaf ya, gara-gara Fanny Bunda jatuh sakit”.

Ndak apa-apa nak, yang penting sekarang Fanny sudah sembuh dan Fanny sudah Bunda maafkan”.

“Bunda, hari Rabu itu Fanny ziarah bersama keluarga, kami berangkatnya hari selasa sore, disana tidak ada jaringan makanya Fanny tidak bisa mengabari Bunda”.

“Oh, berarti kalian ziarah?”, sambil mengangguk-angguk kan kepala.

“Memangnya ada hubungan apa antara hari Rabu dan Bunda sakit?”, tanya Umy bingung.

“berarti Fanny belum cerita sama Umy?”, tanya Bunda pada Umy Fanny.

“Belum Bunda”, jawab Fanny.

Emangnya ada apa?”, Umy balik bertanya bingung.

“Begini Umy, saya mau melamar Fanny untuk anak saya Reza, jadi hari Rabu itu hari jawaban Fanny, ya atau tidak menerima Reza, kalau jawabannya ia, maka hari Jum’atnya kami langsung datang kerumah Umy”. Jawab Bunda dengan singkat padat jelas.

“Oooooo sepeti itu, tapi kenapa Fanny ndak cerita sama Ayah dan Umy?”.

Kan belum Fanny jawab ya pa ndak, rencana hari Kamis-nya Fanny beritahu Ayah dan Umy, maafkan Fanny ya My”, sambil mencium tangan Umy.

“Jadi bagaimana jawaban Fanny, Bunda mau jawabannya sekarang, boleh?”.

Fanny dan Reza pun saling berpandangan, sesak rasanya dada. Fanny mencoba menjawab dan Reza tak sabar mendengarkan jawaban Fanny.

“Bunda…apakah Fanny layak jadi isteri bang Reza?”

Sang Bunda terkejut dengan pertanyaan Fanny, bukan jawaban yang diterima namun pertanyaan yang dilontarkan. Reza seorang Dokter muda, soleh dan tampan merasa heran dengan Fanny.

“Fanny….Bunda memilih mu karena Bunda merasa Fanny cocok untuk Reza”.

“Coba Bunda tanyakan pada bang Reza apakah dia menerima Fanny sebagi isterinya?”.

Bunda dan Reza saling berpandangan dan Reza langsung berkata

“Abang terima Fanny”.

Fanny tersenyum dan bertanya “Apakah abang menerima permintaan Fanny saat Madrasah Ramadhan kemarin??”.

“Ya abang terima”. Sembari tersenyum menambah ketampanan sang Dokter muda.

Ruangan yang begitu hampa tanpa pemandangan menjadi terasa indah. Tersebar senyuman dibibir mereka. Terasa bahagia dan Fanny menerima Reza.

Esok harinya Reza beserta keluarganya datang melamar dan beberapa minggu kemudian mereka melangsungkan pernikahan. Saat malam pertama Reza berkata

“Sayang, engkaulah tulang rusuk abang yang hilang selama ini, bolehkah abang menjamah mu malam ini?’.

Fanny tersenyum malu dan masih merasa tak percaya akan kenyataan.

“Abang, Fanny tidak tahu harus berkata apa tapi Fanny ingin abang mencintaiku karena Allah dan jamahlah karena Fanny untuk abang”.

Empat tahun saling mengenal, bersama dalam organisasi tak sedikitpun terpintas mereka akan berjodoh, namun itulah takdir Allah. Jodoh hanya Allah yang menentukan. Fanny dan Reza pun mulai menyamakan karakter dan saling melengkapi. Perasaan cinta tumbuh setiap hari, kebersamaan mereka menjadikan keluarga kecilnya terasa indah dan bahagia. Dan mereka membina keluarga atas nama Allah dan saling mencintai karena Allah. —-Tamat—- [SY]

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.