Oleh. Drs. Jamhuri Ungel, MA[i]
Kritik dan Masukan
Seperti disebutkan sebelumnya ketika live di televisi semua yang ada pada diri pembawa acara dan narasumber menjadi perhatian para pemirsa dan kalau terjadi kesalahan apakah disengaja atau tidak narasumber dan pembawa acara tidak bisa mengulangi atau memperbaikinya, berbeda dengan acara record dimana pembawa acara dan nara sumber dapat memperbaiki kesalahan yang dilakukan.
Kesalahan-kesalahan yang mendapat kritikan pernah disampaikan pada saat pemirsa berpartisipasi langsung dalam acara yang sedang live, terkadang juga kritikan disampaikan pada kesempatan lain yaitu ketika bertemu di jalan atau tempat-tempat lain. Metode penyampaian kritik juga berpariasi ada yang menyampaikannya secara langsung dengan menyebut kesalahan yang dilakukan, tetapi ada juga kritikan yang disampaikan dengan seloro dan canda yang tujuannya sama juga yaitu kritikan, kita sadari semua kritik itu bersifat membangun dan untuk perbaikikan acara.
Pernah seorang pejabat IAIN (sekarang UIN) Ar-raniry mengatakan kalau saya gagal dalam membawakan acara Keberni Gayo dalam bahasa Gayo, saya tanyakan dari segi apa kegagalan yang saya lakukan, beliau menjawab kalau acara yang dibawakan tersebut bisa dia pahami sebanyak empat puluh persen (40 %). Artinya terlalu banyak bahasa Indonesia yang digunakan dalam dialog, seharusnya kosisten dalam menggunakan bahasa dan kalaupun diselingi bahasa lain jangan terlalu banyak. Hal ini tidak dapat dipungkiri dan harus diakui, karena bagi kebanyakan narasumber pemula dan bagi orang yang terlalu menganggap dialog itu formal maka sangat sulit untuk berbahasa Gayo.
Pernah satu ketika ada seorang narasumber yang kesehariannya tetap berbahasa Gayo dengan keluarga dan orang-orang sektitarnya, tetapi ketika berdialog di TV dia tidak bisa berbahasa Gayo dan ketika jeda untuk ikan diingatkan supaya menggunakan bahasa Gayo tetapi tetap tidak bisa merubahnya. Kejadian seperti ini tidak hanya terjadi pada satu orang narasumber bahkan pada kebanyakan narasumber, karena itu kita menganggap bahwa kritikan seseorang tentang penggunaan bahasa ketika berdialog dipahami sebagai sebuah kritikan atau masukan dan saran yang membangun demi perbaikan masa-masa selanjutnya.
Masukan atau kritikan selanjutnya yang ditujukan kepada saya sendiri sebagai pembawa acara, dimana ketika sedang membawa acara banyak melakukan gerakan-gerakan yang seharusnya tidak perlu dan membuat acara itu menjadi tidak menarik, seperti mengangguk kepala terlalu kuat ketika narasumber menjelaskan apa yang saya tanyakan. Kritikan kepada saya juga diberikan ketika sedang merespon penjelasan dari narasumber terlalu banyak menggunakan kata “e…ee… atau yang lainnya.
Satu kritikan yang selalu teringat disampaikan oleh pak Dahlan HT (direktur Aceh TV) kepada saya bahwa kalau membawa acara tidak boleh terlalu banyak berbicara, kita harus memberi kesempatan berbicara sebanyak-banyaknya kepada narasumber, masukan ini saya rasakan sangat mahal nilainya karena sebagai pembawa acara yang belajar secara alami (autodidac) tentu hal ini sangat perlu. Kendati dalam realitanya hal ini terkadang tidak dapat dihindarkan apabila ada narasumber yang tidak banyak berbicara atau juga ada narasumber ketika berbicara tidak terpola secara sistematis), untuk keadaan seperti ini pembawa acara diperlukan menambah penjelasan dari narasumber, kalau ini tidak dilakukan lagi-lagi waktu yang berduarasi satu jam tidak bisa diselesaikan.
Kurangnya Kepedulian
Ada satu ucapan yang selalu terngiang di telinga saya, yaitu apa yang pernah dikatakan oleh Prof. Dr. Al Yasa Abubakar, MA. Kata beliau “apakah kamu seriuns dengan kegiatan kamu di bidang sosial dan media”, saya jawab insya Allah serius. Tapi kamu harus tau kata beliau bahwa apa yang kamu lakukan itu belum tentu mendapat walaupun terima kasih dari orang Gayo. Saya ucapkan terima kasih kepada beliau, paling kurang beliau telah memberi tahu kamungkinan yang akan terjadi.
Dalam perjalanan selama berbuat untuk sosial dan media pernyataan Al Yasa ini tidak salah, ini dapat kita lihat ketika kita memberi informasi melalui SMS (pesan singkat) kepada seseorang tentang kematian, musibah, atau kemalangan lain, sedikit sekali mereka menjawab pesan yang kita sampaikan dan kebanyakan dari mereka mengabaikan pesan informasi yang diterima. Demikian juga dengan acara Keberni Gayo yang sudah berjalan selalma tujuh tahun sampai sekarang ini, dimana Pemerintah Daerah menganggap bahwa acara ini merupakan program Aceh TV dan tidak sampai siarannya ke daerah Gayo dan seolah tidak memberi manfaat untuk Gayo. Kendati kepedulian tidak ada, sebagai pengelola acara selalu berpesan kepada siapa saja yang mempunyai otoritas dalam bidang promosi daerah untuk dapat membantu acara ini.
Ketidakpedulian lainnya adalah setelah berjalannya acara Keberni Gayo dari tahun 2007 sampai tahun 2012, Keberni Gayo merupakan salah satu acara paporit dan mempunyai rating yang bagus sehingga jam yang seharusnya jam 21.00 dipindah ke jam 20,00 WIB. Perpindahan jam tayang ini disebabkan oleh banyaknya pemirsa yang melihat acara ini, namun mereka yang menonton acara ini kebanyakannya adalah orang yang bukan orang Gayo dan sebagian kecilnya adalah orang Gayo. Bukti lain dari rendahnya kepedulian orang Gayo terhadap acara ini adalah masih sedikitnya para pemirsa yang berinteraktif dan kalaupun ada hanya orang-orang tertentu.
Banyak isu-isu tentang Gayo mulai dari politik, ekonomi, pendidikan/kemahasiswaan, budaya dan lain-lain muncul dalam dialog bahkan tema yang kita buat juga berdasarkan isu yang ada di daerah Gayo, namun isu itu tidak penah menjadi diskusi serius di luar dialog di TV, padahal dimana Aceh TV disiarkan pemirsanya orang-orang yang berpendidikan. Inilah diantaranya yang kita jadikan standar kepedulian orang Gayo terhadap masalah-masalah yang berkembang disekitar mereka..
[i] Presenter dan Pembawa Acara Keberni Gayo di Aceh TV salah satu televisi swasta yang ada di Banda Aceh.