Oleh: Siti Aminah*
Pemilihan umum calon Legislatif, DPRK, DPRD, dan DPR RI 09 April 2014 telah berlalu. Dari 13 caleg yang sukses terpilih ke DPR RI mewakili Provinsi Aceh, salah seorangnya Ir. H. Tagore Abubakar perwakilan dari dataran tinggi Gayo. Dia berhasil menarik kepercayaan masyarakat Gayo untuk menjadi wakil ke Senayan. Terlihat sangat besar harapan terhadap sosok yang pernah menjabat sebagai Bupati Bener Meriah periode 2007 ini.
Sebagai masyarakat biasa, saya ingin mengungkapkan apa yang ada dalam pikiran saya tentang Gayo sekarang. Tulisan ini juga terbentuk berdasarkan hasil pengamatan saya melalui media LintasGayo.co dan juga diskusi bersama aktivis Gayo yang sering menyuarakan Gayo keluar daerah. Meski pun saya tak pernah bertatap muka dengan Tagore, namun saya condong melihat bagaimana ketika Tagore pernah memimpin kabupaten Bener Meriah.
Ini mungkin tak pantas untuk dibicarakan kembali. Namun sebagai orang yang suka merekam jejak masa lalu, saya tak pernah lupa, saat penyambut bulan suci Ramadhan. Di desa saya, kebetulan banyak anak-anak yatim, hampir setiap bulan Ramadhan Tagore memberikan santunan kepada seluruh anak yatim yang ada di Kabupaten Bener Meriah. Kalau boleh saya katakan, santunan itu memang tidak bisa di nilai dengan materi. Karena, kalau di nilai dengan materi, tentu itu belum cukup untuk mensejahterakan jumlah anak yatim yang sangat banyak. Apalagi, banyak anak-anak yang korban konflik, mereka kehilangan orang tuanya.
Tetapi, masyarakat begitu senang dengan kebijakan Tagore tersebut. Saya tidak tahu, apakah santunan yang diberikan merupakan uang dari pemerintah, atau dari saku pribadi. Yang paling penting bagi saya adalah mengingat peristiwa bulan Ramadhan tersebut. Mungkin, mengingat itu masyarakat kembali mengingat sosok pemimpin yang peduli terhadap rakyat-rakyat kecil.
Bukan hanya itu, saya melihat Tagore juga sangat peduli dengan pendidikan, yang ada di dataran tinggi Gayo. Apapun kegiatan mahasiswa, Ia tak pernah menolak memberikan bantuan, walaupun hanya sedikit.
Pada 01 Oktober 2014, semua anggota legislatif DPR dan DPD RI akan di lantik. Seperti pelantikan pada umumnya, di sana tentu akan ada perjanjian dan sumpah jabatan yang akan dibacakan kepada semua anggota legislatif, termasuk Tagore. Namun, sebelum pelantikan itu akan dilaksanakan, kami mempunyai harapan besar kepada Tagore Abubakar selaku perwakilan orang Gayo. Kami tak ingin, ada beberapa kalimat yang keluar dari banyak orang “Mau jadi Presiden, mau DPR, apa pun itu, kami rakyat kecil tetap seperti ini saja. Kami tidak berubah”. Pernyataan itu tentu tak ingin terulang kembali untuk para caleg yang akan mewakili daerah ini.
Harapan kami tidak terlalu besar. Pertama kami hanya ingin perkara gagasan Pemekaran Provinsi Aceh Leuser Antara (ALA) yang banyak disuarakan masyarakat Gayo hari ini bisa terselesaikan dengan bijak, dengan paduan untuk kepentingan masyarakat Gayo, bukan kepentingan kelompok maupun pribadi.
Kedua, kami melihat tidak ada perubahan yang signifikan yang tampak di daerah Gayo. Seharusnya, tugas pemimpin daerah hari ini adalah menyoal apa yang dibutuhkan masyarakat Gayo bisa terealisasikan, artinya suara mereka juga merupakan bait-bait dari janji-janji yang pernah ditawarkan oleh pemimpin sebelumnya kemudian baru benar-benar jadi pemimpin.
Saya melihat salahsatunya masih banyak akses jalan antara satu desa ke desa yang lain mengalami rusak berat. Kalau mengatakan anggaran tidak ada itu bukan alasan, kerena semua sudah disediakan khusus untuk pemerintah daerah. Yang Kedua, akses pendidikan yang tidak merata. Baik secara kualitas maupun kuantitas. Program untuk pendidikan seharusnya dinomorsatukan, karena tanpa pendidikan bagaimana mungkin daerah kita akan maju, jika cara berpikir masyarakatnya saja masih terkesan “loyo”. Ini juga akan berpengaruh kepada pendidikan anak, melihat kenyataan Gayo hari ini masih banyak anak-anak yang tidak bisa menikmati fasilitas pendidikan secara baik.
Tidak cukup di sini saja, seharusnya pemerintah juga menyediakan beasiswa bagi anak-anak beprestasi, kurang mampu, untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Ini juga menimbang, banyak SDM di Bener Meriah yang masih minim, terutama dalam mengelola kinerja di pemerintahan.
Ketiga, terkait dengan pembangunan perekonomian. Jika di tinjau dari aspek ekonomi, sebenarnya ‘haram’ masyarakat Gayo dikategorikan Kabupaten No 2 Termiskin dari Seumeulu. Pasalnya, sektor ekonomi ada di tanah yang subur ini. Melihat mata pencaharian masyarakat Gayo pada umumnya adalah bertani, seharusnya harga kopi jangan turunnya dua tahun, naiknya hanya sebulan.Ini perkara lobi.
Seharusnya sebagai produsen, kita bisa menciptakan sarana yang unggul untuk membawa kopi Gayo keluar daerah, bukan hanya sekedar unggulan nama di tingkat Internasional namun seiring waktu hanya memberikan kekayaan kepada para tengkulak, sedangkan petani hanya menunggu harga mati yang tak pernah pasti. Wajar saja, kondisi ini sangat memprihatikan jika dibiarkan begitu saja.
Harapan saya yang terakhir adalah hapuskan Kolusi dan Nepotisme. Karena itu, tak akan bisa membuat daerah Gayo menjadi maju. Bukankah Negara yang lemah itu membiarkan generasinya diambil oleh Negara lain, dan mempertahankan orang-orang yang bodoh didalamnya?
Semoga apa yang di cita-citakan masyarakat Gayo kedepan bisa tercapai, dan pemimpin hari ini bisa mengembankan amanah dari rakyatnya.
*Penulis adalah Staf Program Newtwork for Education Wacth (NEW Indonesia) Alumni IAIN Ar-Raniry Banda Aceh