Jas Merah Tanah Gayo

oleh
Salah satu buku Mr. MH Gayo

Salman Yoga S

 

Cover Buku Hasan Gayo (1) (Custom)Judul Buku : Perang Gayo Alas Melawan Kolonialis Belanda
Penulis : Muhammad Hasan Gayo
Penerbit : Balai Pustaka Jakarta
Tahun Terbit : 1983

Perjalan sejarah Gayo sebagai sebuah wilayah, budaya, agama, sosial-politik adalah perjalanan sebuah bangsa yang tidak dapat dilupakan. Karena perjalanan itulah sesungguhnya cermin yang memantulkan otokritik yang jujur, cermin untuk mengetahui siapa, apa dan bagaimana eksistensi kita dalam menghargai dan menghadapi pertarungan peradaban masa silam dan yang akan datang.

Kesadaran inilah barangkali yang melatari seorang putra terbaik Gayo mengabadikan dan membentangkan fakta-fakta heroisme masyarakatnya dalam bentuk buku. Muhammad  Hasan Gayo yang hidup pada masa peralihan kolonialis Belanda-Jepang dan invansi militer Belanda tahun 1947-11949, bukan berwacana dalam mengagungkan heroisme atau bahkan sebagai bentuk genocide Belanda terhadap masyarakatnya melalui tangan besi Van Daalen. Ia menulis dan ia mencatat perjalanan sejarah itu untuk dan sebagai warisan paling berharga.

Muhammad Hasan Gayo sebagai seorang anak bangsa Gayo maupun sebagai Aman Intan (anak sulung M. Hasan Gayo bernama Intan) telah mewariskan sesuatu yang berharga, sesuatu yang tak habis dibagi, sesuatu yang diharapkan menjadi cermin raksaa sehingga siapapun dapat menatapnya. Kesadaran itu tentu bukan lahir begitu saja, karena sejak ia berangkat pertama kali ke Jakarta melalui jalan darat bersama Tgk. H Ilyas Leube justru bangsa Indonesia belum merdeka.

Buku yang berjudul “Perang Gayo Alas Melawan kolonialis Belanda” adalah salah satu karya dan kerja keras Muhammad Hasan Gayo untuk anak negeri. Sudah tentu dan wajib menjadi refrensi dan bahan bacaan utama.

Dengan menggunakan metode penelitian study pustaka, sejumlah buku-buku yang ditulis sendiri oleh “negara penjajah”-nya, semua naskah kemudian dianalisis dengan content analisys tidak berbentuk kutipan langsung. Muhammad Hasan Gayo juga memanfaatkan metode interviw dari sejumlah tokoh dan pelaku sejarah yang kebetulan masih hidup ketika buku tersebut ditulis.

Di antara buku-buku yang dimanfaatkan M. Hasan Gayo sebagai rujukan adalah  “Verslag van den tocht naar de Gajo en Alaslanden in de maanden Februari tot en met July 1904 onder den Luitnan Kolonel van den Generalen Staf GCE. Van Daalen”, “Ahistory of South East Asia”, “Daar Sader-Daar Beyrouth”, “De tocht van Overte Van Daalen door de Gajo, Alas en Batak-laden”, “Korp Marechausse” serta sejulah buku sejarah dengan penulis dan penerbit Indonesia.

Sementara para narasumber yang diwawancarai untuk menambah kelengkapan data adalah H. Ibrahim Aman Hadijah- Kute Lintang, Kali Abu Bakar Penghulu Kebet- Mantan DPRD Aceh Tengah, Sampe Aman Abu, Raja Item Haji Darul Aman dan Aman Jenen.

Buku penting ini dipengantari oleh Mr. T.H. Moehammad Hasan yang berisi delapan  Bab, berisi tentang gambaran tanah Gayo dan Alas, letak dan keadaan alam serta penduduknya pada saat masuknya penjajah Belanda dan pasca penaklukan Van Daalen. Hal penting lain yang yang dicatat oleh Muhammad hasan Gayo adalah terkait Kerajaan Linge, berikut dengan eksistensi sejumlah kerajaan kecil lainnya yang berbentuk kejurun. Seperti Kejurun Bukit, Kejurun Cik Bebesen, Kejurun Linge, Kejurun Siah Utama, Kejurun Petiamang, Kejurun Abuk Serbejadi, Kejurun Tanah Alas. Ini menjadi penting sebagai rujukan ketika masyarakat Gayo modren seolah-olah telah kehilangan bentuk dan konsep pemerintahan Gayo pada masa-masa awal.

Pada bab lainnya Muhammad Hasan Gayo juga menggambarkan bagaimana peran dan heroisme masyarakat Gayo dalam menghadapi penjajahan. Baik di pedalaman maupun peranannya dalam perang di pesisir, termasuk di dalamnya perang Panglima Tengku Tapa. Tidak cukup di situ buku yang terbit pada tahun 1983 ini juga memaparkan bagaimana toleran dan kesetian masyarakat dalam menyelamatkan sultan Aceh yang dipukul mundur dan dikalahkan oleh Belanda.

Yang tidak kalah penting adalah pragmen penaklukan dan runtuhnya sejumlah benteng pertahanan Gayo di sejumlah tempat. Heroisme dan perlawan masyarakat dalam menghalau penjajah, serta sejumlah fakta lainnya yang justru tidak terdapat dalam buku sejarah Aceh. Ini yang penting.

“Tidak ada satu bangsapun di dunia ini yang tidak pernah melakukan penjajahan, tidak ada satu bangsapun yang tidak pernah terjajah. Bentuk, media, cara dan waktu saja yang membedakannya. Tidak ada satu bangsapun di dunia yang tidak melawan, meski dengan cara diam”.[]

Tulisan ini sudah diterbitkan di tabloid LintasGAYO edisi 9 tanggal 22 Mei 2014

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.