Catatan: Muhammad Syukri
“Selamat Datang di Dunia Orang Biasa.” Itulah keyword penting yang diungkapkan oleh Iskandar Zulkarnaen alias Isjet, Community Editor Kompasiana pada acara Takengon Blogshop, Senin (14/4/2014), di Kantin Batas Kota-Takengon.
Dalam Blogshop yang diikuti oleh kompasianer, karyawan Humas Pemda Aceh Tengah, kalangan jurnalis itu, Isjet menegaskan bahwa pada saat seseorang menulis di blog, maka dia menjadi orang biasa. Bloger atau citizen jurnalism itu adalah dunia orang biasa.
Isjet memberi contoh, saat Jusuf Kalla atau Yusril Ihza Mahendra menulis di Kompasiana, posisi mereka sama dengan bloger yang lain. Dia mengakui, banyak tokoh-tokoh penting yang menulis di Kompasiana. Mereka tidak pernah menyebut jabatan yang disandangnya saat itu, jadilah mereka orang biasa.
Tokoh atau orang-orang penting itu menulis seperti citizen jurnalism yang lain, dikomentari tidak jarang juga dibully. Mereka menulis di Kompasiana bukan berarti tulisannya tidak diterima oleh media mainstream. Sesungguhnya mereka menyadari bahwa jangkauan citizen jurnalism lebih luas daripada media mainstream.
Begitulah “virus” menulis yang disebarkan Isjet kepada peserta Takengon Blogshop. Peserta cukup antusias mendengar pemaparan Isjet tentang “Kiat Menulis di Blog.” Menariknya “virus” menulis yang dipaparkan Isjet, membuat peserta tidak beranjak dari tempat duduknya.
Sejak blogshop dimulai pukul 14.00 WIB, Isjet mulai memaparkan tentang hambatan menulis yang sering dialami orang. Dia menyebutkan, calon penulis banyak yang “kalah sebelum berperang.”
Sebenarnya mereka bisa nulis, tahu apa yang harus ditulis. Pasalnya, sejak masih SD, kita sudah dibiasakan menulis, misalnya menulis “ini ibu budi, ini bapak budi.” Menulis itu seperti berbicara. Umumnya orang lancar berbicara mengungkapkan sesuatu, dan bisa menyampaikan ide-ide secara lisan dengan jelas.
“Tapi mereka enggak pede, khawatir tulisannya jelek, minder, malu sehingga timbul perasaan tidak bisa nulis. Ini namanya kalah sebelum berperang,” tegas Isjet.
Hambatan berikutnya, sambung Isjet, adalah stuck. Mereka mempunyai ide, enggak minder, tetapi tidak keluar satu pun kata. Ujung-ujungnya yang keluar hanya umpatan, seperti: “sialan, kurang ajar, kurang asem, aaarrrggghhh,” kata Isjet.
Hambatan yang paling umum dialami dalam menulis adalah “enggak punya ide.” Kalimat yang paling sering didengar: “Saya pengin banget nulis, tetapi enggak tahu mau nulis apa?” kata Isjet.
Bagaimana caranya keluar dari hambatan menulis? Isjet memberikan beberapa tips. Supaya “tidak kalah sebelum berperang,” tentu harus maju ke medan perang. Sesampainya disana, kita akan disambut dengan ucapan “selamat datang di dunia orang biasa.”
Dengan bantuan mouse dan teknologi informasi, berlakulah ordinary man theory: sejarah adalah rangkaian biografi orang-orang biasa. Isjet memberi contoh hasil foto tragedi 9/11 WTC yang diambil oleh orang biasa bukan oleh pegiat jurnalistik.
Foto luar biasa itu dipetik oleh orang biasa yang kebetulan berada di lokasi kejadian. “Enggak mungkin kan wartawan sudah tahu lebih dahulu sebelum pesawat menghantam gedung WTC itu,” dicontohkan Isjet.
Untuk menghadapi stuck, Isjet memberi tips: (1) tulis apa yang ada di kepala; (2) jangan pernah terpenjara soal EYD; (3) jangan pernah berhenti menulis karena typografi; (4) jangan pusing soal panjang atau pendek; (5) jadilah diri sendiri; (6) teruslah menulis hingga tak ada satu kata keluar lagi; dan (7) writing is rewriting.
Apabila tidak punya ide, tips dari Isjet, bertanyalah: (1) begitu miskinkah dunia di sekitar saya sehingga saya kehabisan ide? Ayo lihatlah disekelilingmu; (2) apa yang saya rasakan? Apa yang saya pikirkan? Apa yang saya lihat?; (3) masih bingung? Baca koran, komentari! Blogwalking, komentari! Nonton TV, komentari! Dengar radio, komentari!; (4) jangan pernah menyimpan ide. Tulis di notes atau HP. Tidak ada tulisan sekali jadi.
Hal lain yang paling penting agar tulisan itu menarik, tambah Isjet, sangat tergantung pada judul tulisan. Oleh karenanya, judul harus unik, nyeleneh, menggelitik, singkat. Paling penting lagi, judul harus menggambarkan isi.
Respon peserta sungguh luar biasa, terbukti dari sepuluh orang penanya, pertanyaan yang dilontarkan mencapai 26 butir. Apabila waktu masih tersedia, para peserta masih ingin bertanya. Sayangnya, saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 WIB. Hal ini membuktikan bahwa setidak-tidaknya Isjet berhasil menyebarkan “virus” menulis di Aceh Tengah.
Salah seorang yang terkena “virus” menulis itu, diantaranya adalah Azwar Abidin, peserta dari Dinas Kependudukan Aceh Tengah. Dia mulai bisa merasakan manfaat dari blogshop, tersebut. Azwar mengakui mempunyai ide untuk menulis perbandingan aturan pemakaian kopiah di Sumatera Barat dan Aceh.