Oleh. Drs.Jamhuri Ungel, MA[*]
TERTANGGAL 28 Februari 2014 Majelis Permusyawarat Ulama Ulama Aceh mengeluarkan fatwa nomor 03 Tahun 2014 tentang “Pemilihan Umum Menurut Perspektif Islam” fatwa ini lahir dengan pertimbangan bahwa pemilu merupakan sarana kedaulatan rakyat untuk memilih pemimpin dan wakil rakyat yang aspiratif, komunikatif dan bertanggungjawab. Islam mewajiban masyarakat untuk memilih pemimpin dan wakilnya haruslah orang yang bertaqwa, artinya orang yang sangat takut mengerjakan larangan Allah dan sangat takut juga meninggalkan perintah-Nya.
Untuk mencapai tujuan sesuai dengan kehendak Islam tersebut, Majelis Permusyawaratan Ulama memfatwakan bahwa wakil rakyat yang dipilih hendaklah orang yang beriman, berakhlak mulia, jujur, adil, berilmu, amanah, arif sehat jasmani dan rohani serta mengutamakan kepentingan dan kemaslahatan ummat.
Pemimpin yang dipilih juga haruslah orang yang bertaqwa serta mengerjakan perintah/ibadah berupa fardhu ‘ain, seperti shalat, puasa, zakat dan lain-lain.
Tidak cukup dengan melihat kriteria individu seperti yang disebutkan, pemilu juga harus dilaksanakan dengan ikhlas, jujur, aman, bebas, rahasia dan penuh rasa tanggungjawab. Majelis Permusyawaratan Ulama menyatakan dalam fatwanya, apabila masyarakat memilih wakil bersalahan dengan syarat yang telah disebutkan di atas (beriman, berakhlak mulia, jujur, adil, berilmu, amanah, arif sehat jasmani dan rohani serta mengutamakan kepentingan dan kemaslahatan ummat) adalah haram, memberi uang dan segala bentuk benda yang bertujuan mempengaruhi orang lain untuk memenangkan seseorang juga dikelompokkan kepada perbuatan haram.
Karena tujuan dari pemilihan adalah memilih orang yang sesuai dengan kriteria Islam, maka perilaku yang merusak sarana dan prasarana untuk menuju pemilihan tersebut menurut pendapat ulama juga haram.
Dari fatwa tersebut dapat kita pahami bahwa hukum haram lahir dari pelaksanaan peroses sampai pelaksanaan Pemilu, diantaranya ketika memilih pemimpin yang secara agama sudah pasti Islam, karena daerah kita menganut mayoritas Islam namun akan memunculkan hukum haram juga akan hasil pilihan kita apabila tidak melaksanakan rukum Islam seperti shalat, puasa dan lain. Kemudian juga termasuk orang-orang yang memiliki moral yang tidak baik, artinya apabila ada orang yang berupaya membodoh-bodohi masyarakat dengan memberi sesuatu baik berupa uang atau benda lain untuk memenangkan dirinya atau memenangkan orang lain maka orang yang demikian dikelompokkan kepada orang yang tidak bermoral. Untuk hal seperti itu Islam melarang untuk memilih mereka.
Demikian juga dengan upaya yang dilakukan oleh mereka yang ingi dipilih yaitu dengan upaya melegalisasi harta yang di dapat selama dalam jabatan, artinya ia memberi uang kapada masyarakat seolah uang itu adalah miliknya pribadi padahal uang yang diberi tersebut sebenarnya adalah hak masyarakat itu sendiri, akibatnya pemberi akan akan memberikan uang atau barang hanya kepada orang yang memilihnya sedang mereka yang tidak memilihnya tidak mendapatkan hak mereka. Itu artinya pemberi uang atau barang telah menzhalimi masyarakat.
Termasuk hal yang dilarang dalam agama bukan hanya memilih mereka yang tidak sesuai dengan syarat yang telah ditentukan oleh agama tersebut, tetapi juga menghambat terlaksananya pemilu tersebut seperti upaya menggagalkan sebagian tahapan ata seluruh tahapan dari pemilu. Seperti merusak sarana atau prasarana dari pemilu, karena perusakan tersebut dapat mengadakan pemilu tersebut tidak dapat berjalan sesuai dengan harapan agama dan harapan kebanyakan orang. Untuk itulah munculnya harapan supaya dapat berjalan dengan aman, jujur bebas dan rahasia.
Pengetahuan tentang bagaimana Islam melihat Pemilu penting karena pemilu tidak hanya sebatas menang dan kalah dalam satu hari tetapi lebih dari itu pemilu akan memberi makna yang panjang bagi masyarakat, dan kualitas mereka yang dipilih sangat menentukan arah kemajuan agama dan pembangunan masa depan masyarakat dan bangsa yang melaksanakan pemilihan. Dan kesalahan pilihan juga akan menghasilkan penyesalan yang tiada batas untuk kembali.
[*] Dosen Fak. Syari’ah dan Ekonomi Islam UIN Ar-Raniry Banda Aceh