In Memoriam Anto Y Keiting

oleh

Catatan: Zuliana Ibrahim

Anton. Y Kieting
Anton. Y Kieting

MENGENAL sosok Anto Y Keiting sejak tahun 2007 lalu adalah salah satu sosok yang  memberikan motivasi serta menjadi salah satu inspirasi bagi saya pada awal terjun menyukai dunia sastra.

Sempat tak berkomunikasi hampir empat tahun lamanya, kami dipertemukan kembali pada saat acara Kartini’s Day yang diadakan oleh UKM Universitas Gajah Putih pada bulan April 2013 lalu, kami diundang sebagai dewan juri pada lomba puisi. Saat itu saya dan Bang Anto banyak bertukar pikiran dan berdiskusi terutama tentang dunia sastra.

Kalianlah yang muda-muda ni lagi, teruslah bergerak. Ajaklah mereka, Na”. Begitulah salah satu kalimat yang masih terngiang di benak saya. Beliau tampaknya khawatir melihat geliat pemuda Gayo yang masih sangat kurang minatnya terhadap dunia sastra.

Sosok Bang Anto membuat saya kagum sebab dibalik hidupnya yang sederhana, dia telah menuai banyak prestasi dan telah mementaskan beberapa naskahnya (teater atau puisi) di beberapa kota besar.

Beliau bercerita pengalamannya saat memulai karir di dunia teater dan akhirnya bisa mentas di luar provinsi Aceh, salah satunya mentas di Taman Ismail Marzuki Jakarta, tempat yang sangat saya impikan juga untuk bisa mentas di sana.

Suatu ketika, sosok Bang Anto membuat saya kagum kembali dan belajar arti sebuah tanggungjawab. Tepatnya pada bulan Mei 2013 lalu, pada acara Pentas Seni Lut Tawar. Saat itu saya juga ikut sebagai panitia. Beliau kami undang sebagai dewan juri untuk kategori lomba teater. Saat itu, lomba teater digelar pada malam hari.

Sebagai daerah dataran tinggi, Takengon saat itu benar-benar sangat dingin. Bang Anto hadir dengan wajahnya yang pucat, suara yang serak dan terlihat menggunakan jaket, sebuah syal tebal yang melingkar di lehernya serta memakai sepasang kaus kaki. Beliau ternyata sedang sakit, demam tinggi serta meriang mengindap tubuhnya kala itu.

Saya bergegas untuk menyatakan kesanggupan beliau untuk tidak memaksakan diri menjadi juri, takut-takut sakit beliau akan bertambah parah. Namun beliau dengan tegas pula menolak saran saya, dia tetap bersikukuh untuk tetap menjadi bagian dari juri. Sikap profesional inilah yang sangat saya ayomi dari beliau.

Tanggal 6 Maret 2014, kabar duka itu pun menyeruak. Seorang seniman Gayo yang sangat berbakat itu pun kini telah kembali kepada pemiliknya. Gayo kembali kehilangan seorang tokoh seniman yang tentunya tidak akan bisa tergantikan, namun perjuangannya tetap akan kita teruskan.

Bang Anto Y Keiting, karya dan prestasinya menjadi kebanggaan dan kesederhanaannya menjadi kenangan.

> Zuliana Ibrahim, penyuka dan penikmat sastra. Karyanya pernah terbit di beberapa media masa cetak dan online juga terangkum di beberapa buku antologi.

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.