Senjata
Musuh sudah mengadaptasi senjata (milik)kita, kita justru menutup pabrik para generasi. Adalah sebuah kenaifan saat ini, pada saat kita jatuh pada lembah yang terdalam. Hanya bisa diam, tak lagi punya kaki dan tangan. Teman sudah pindah kerumah sebelah, atau pabrik baru, dan jadi volunteer informasi buat musuh. Atau para pegiat ujug ujug yang mengaku aktifis menenteng ransel mahal, naik mobil bagus dan belakangan sering memimpin demonstrasi buat si tuan. Ah benarlah kira, musuh sudah mengadaptasi senjata kita, jangan kaji kurang dan lebihnya, mereka sudah menang kali ini, senjata dimiliki, siap menembakkan peluru ke segala arah. Sementara kita harus berkurung dalam ceruk tanah.Sambil mengira-ngira, senjata mana gerangan yang masih tersisa?
Medan, 13 november 2013
—
Potong Pinus Tanam Sawit
Hei saudagar, kau potong pinus tanam sawit. Dimana otakmu! Atau apa isi otakmu? Ini negeri kami, pinus adalah dewa dewi penjaga tanah dan air kami. Sawit kami tak pernah kenal
Pintu Rime Gayo,15 desember 2013
—
Arakundo
Ah aku kembali lagi kemasa lalu. Dimana puluhan tangan menggapai gapai, tubuh-tubuh mengejang. Amarah tertahan. Kawan kotamu masihlah hitam. Serdadu gagak berkacak pinggang. Menikmati kuasa dan kecongkakan. Kawan kotamu masihlah hitam. Saat ikatan suci tinggal janji. Jiwa-jiwa yang terenggut itu entah dikenang entah dilupakan. Hanya kruengmu senantiasa bernyanyi pilu. Pada saat malam-malam pekat. Saat jiwa-jiwa berpagut erat. Kawan kotamu masihlah hitam. Dalam resah renungan. Sungguh tubuhmu tak bermakna.
Aceh Timur, 5 mei 2013.
—
Remuk
Hari hariku hanya seputar pintu depan dan pintu belakang rumah. Halaman dan kebun belakang tak lagi ramah. Kadang aku juga marah pada matahari.mengapa dia mengirimkan cahaya sehingga ada yang namanya kehidupan. Aku marah pada semua senyum dan kasih sayang palsu penuh kepura puraan. Entah apa yang kupercaya. Sepatu sekolahku lama teronggok.buku buku tulis itupun kubiarkan berdebu. Rasa sakit di selangkan tak seberapa. Jauh lebih sakit didasar jiwa.
Weh Pesam, 24 januari 2014
—
Sri Wahyuni, aktifis mahasiswa 98, pernah jadi jurnalis radio dan koran di banda aceh tahun 1999-2002, politisi dan peminat sastra cerpen dan puisi. saat ini menetap di Bener Meriah





