L.K.Ara adalah salah seorang penyair terkemuka nasional. Ia lahir di Takengon, Aceh, 12 November 1937. Pernah menjadi wartawan dengan menjadi redaktur budaya di Harian Mimbar Umum (Medan), pegawai di Sekretariat Negara, lalu ke Balai Pustaka hingga pensiun beberapa tahun lalu. Selain menulis puisi serta cerita anak, ia sangat produktif menulis esai terutama apresiasi puisi dan tentang budaya Gayo. Ia pula yang memperkenalkan penyiar tradisi Gayo, To’et, ke tingkat nasional. Kini tinggal di Banda Aceh, menulis sambil mengelola perpustakaan dan rumah budaya di sebuah desa di Takengon, Aceh Tengah.
ANGIN DANAU
Pengembara udara danau
Bisikkan daku resiamu mengatur ombak
Hingga perahu berlayar atas desahmu
Ikan berenangan di bawah lenganmu
Pengembara udara danau
Kisahkan daku peri perkasa tebing-tebing curam
Batu-batu bergantungan sunyi
Cemara menyanyi
Di tepian yang sabar menanti
Sahabat
Kuakkan kabut
Lepas caya sepenuhnya
Menimpa paras pagi tersipu
Agar pondok terkejut bangun
Dan manusia bangkit buru-buru
Nanti bila warna senja bergayutan
O, pengembara gelisah
Rebahlah sekejap
Biar limpur gundah bundaku
Dalam senyap yang labuhkan mimpi
(dari: Angin Laut Tawar)
SURAT DARI BLANG MANCUNG
Inilah lembar basah
Yang digenangi hujan dan air mata
Ditulis di bawah tenda
Karena rumah telah runtuh semua
Mungkin tak terbaca
Karena remuk sebelum tiba
Namun dengan tangan gemetar
Mencoba menyampaikan kabar
Gempa itu menggoncang tiba tiba
Dalam sekejap rumah rata
Dinding masjid menjepit
Menjemput sejumlah nyawa
Batang tebu rebah
Seperti batang tubuh kami rebah
Tak punya daya
Didera gempa
Susul menyusul
Hingga pagi tiba
Mungkin kami akan tetap di sini
Di bawah tenda ini
Merasakan dingin
Dan mendengar guyur hujan
Sebagai nyanyian
Kami akan sabar
Menunggu cahaya
Dia telah berjanji
Akan singgah di sini
Banda Aceh, 2013
TIBA DI MAKKAH
wahai kota suci
kota kelahiran Nabi
terimalah kami
datang dari jauh
lebih dari 70.000 m
telah kami tempuh
wahai kota suci
kota perjuangan Nabi
menjelang fajar kami tiba
jemari sejuk embun pun menerima
wahai kota suci
kota kerinduan
telah kami jejakkan kaki
di bumi Makkah
lalu wajah tengadah
mengucap syukur kapada Nya
patas undangan Nya
atas perkenan Nya
atas keridhaan Nya
Makkah, 19 Mei 1993
SUARAKAN
Suarakan nyanyian pepohon terpendam
yang terpacak digunung gunung
dendangkan kesedihan dedaunan
yang meriap seluas pandang
gumamkan suara bening air
yang berabad meniti lembah
tanpa lelah.
…Bangunkan ia dengan petikan gitarmu
gugah ia dengan jeritanmu
getarkan ia dengan zikir samanmu
kemudian rengkuh ia dengan cintamu
untuk menyaksikan fajar
Lalu kenanglah
Benteng pasir
Benteng gemuyang
Benteng durin
Bentng badak
Benteng rikit gaib
Benteng penosan
Benteng tampeng
Tempat para syuhada
Bertahan dan gugur
Mempertahankan negeri
Negeri tembuni
Banda Aceh, 21/8/2012
—
PAWAI OBOR DALAM GERIMIS
Pawai obor berjalan dalam gerimis
Udara malam yang dingin dan manis
Orang orang tegak berdiri
Ditangan obor menyala menerangi
Berangkat dari pendopo
Barisan mengikuti jalan
Melingkar kota
Hingga kembali ketempat semula
Pawai obor nyala berpendar
Menyusup tepi jalan hingga belukar
Mengalir ke seluruh alam sekitar
Ingin berkabar
Suara merdeka
Masih bergelora
Pawai obor berjalan dalam gerimis
Kuyup oleh air mata langit menitis
Kasih yang tak pernah habis
Banda Aceh, 17 Agustus 2012
===
Puisi di atas dikutip dari berbagai sumber.