
Takengon-LintasGayo.co : Ironis memang jika masyarakat umumnya komunitas etnis Gayo yang berdomisli di wilayah tengah Aceh ini, disebut sebagai masyarakat yang miskin. Padahal potensi alamnya sangat berlimpah ruah dengan komoditi tanaman pokok masyarakat yakni kopi dan horticultura yang “Organik” sangat digandrungi oleh masyarakat dunia.
“Disayangkan jika potensi produk rakyat diekspoitasi masyarakat dunia tetapi masyarakatnya masih berada dilevel “Miskin”.
Demikian diungkapkan oleh pakar hukum yang juga politisi Aceh Tengah Duski, SH, saat dikonfirmasi tentang pernyataannya tentang Aceh Tengah dan Bener Meriah masyarakatnya berada dalam kemiskinan, Rabu (3/12/13) Di Takengen.
Menurut Duski, disadari atau tidak bila kita melihat fakta dilapangan khususnya di wilayah tengah Aceh umumnya masyarakat etnis Gayo, saat ini masih masih terbilang miskin . Pasalnya bila dilihat dari sudut pandang “Miskin” dimaksud antara lain Miskin di Bidang Pendidikan, Keimanan, dan Ekonomi, kata politisi Partai Bulan Bintang ini.
Dijelaskannya, Aceh Tengah saat ini miskin di sektor pendidikan buktinya masih kurangnya sumber daya manusia baik disektor kemampuan tenaga pendidik yang profesional maupun profesionalisme dari oknum pejabat penyelenggara pemerintahan. Angka tingkat pendidikan di strata S3,S2,S1, D3, D2, tingkat pendidikan SLTA, SMP dan SD, dan putus sekolah (tidak berpendidikan) menjadi perbandingannya.
Hal ini mempengaruhi factor untuk menggali potensi daerah, sebuah anugrah yang dimana telah diberikan oleh maha kuasa kepada kita untuk mengolahnya, menjadi bekal hidup dan mati.
Selanjutnya miskin keimanan, kata Duski, ,masih rendah kemauan masyarakat untuk mendorong generasinya menggali ilmu-ilmu agama, masih rendahnya kebijakan pemerintah untuk memotivasi masyarakatnya untuk belajar agama, menghidupkan pondok pesantren dan dayah-dayah dimana menjadi rumah cetak generasi muda islam.
Begitu juga fakta dilapangan terlihat dimana masjid hampir ada disetiap kampung plus ditambah menasah atau surau, tetapi ketika menjelang waktu sholat masjid maupun surau terlihat kosong, kurangnya program diarahkan untuk memakmurkan masjid, jadi pendidikan ilmu agama kita saat ini serba tanggung karena pemerintah memotivasi setengah hati, ujarnya.
Kemudian Miskin disektor ekonomi, sebut Duski, dimana kenyataan membuktikan bahwa selain factor SDM , budaya masyarakat kita sangat rendah kemauannya untuk membaca, baik buku maupun membaca peluang dan kesempatan yang ada, kurangnya ada motivasi untuk bekerjasama sehingga ego sektoral dikedepankan.
Hal ini seharusnya menjadi sebuah perhatian dari siapapun pemimpin daerah ini, sehingga mampu mengkoordinir instansi terkait agar masyarakat memperoleh haknya untuk dibina oleh pemerintah. Hal ini jelas tertuang dan termaktub dalam konstitusi Negara kita. Pungkasnya. (Rahman)