GATRA Edisi 21-27 November 2013 Ulas Didong

oleh

Jakarta-Lintas Gayo.co : Majalah berita mingguan GATRA secara khusus menulis tentang didong, tradisi lisan Gayo, “Dendang Didong, Enti Dong.”  “Betul. Terbit edisi 21-17 November 2013, hal 55-63. Saya sudah baca, kemarin. Menarik, enak dibaca, dalam, kritis, dan kaya literatur,” kata Yusradi Usman al-Gayoni, salah satu nara sumber dalam penulisan itu, di Jakarta, Sabtu (22/11/2013).

Tiga minggu lalu, terang Direktur Research Center for Gayo itu, dirinya dihubungi dan diwawancarai Bambang Sulistyo, salah seorang anggota sidang redaksi GATRA yang sempat turun ke Takengon, meninjau gempa Gayo.

“Di sana, Kampung Bah, Kec Ketol, Mas Bambang melihat orang berdidong sambil bersebuku yang mengisahkan gempa Gayo. Itu yang menarik perhatiannya, sehingga mulai nanya-nanya soal didong selama di Takengon. Terus, browsing dan menemukan 3-4 artikel saya soal didong,” akunya.

Dilanjutkan peneliti dan penulis sejak tahun 2002 tersebut, saat wawancara, dia menceritakan tentang sejarah didong, fungsi, dan perkembangan kekiniannya. “Tak jarang, didong dipakai politisi sebagai propaganda dan media menjatuhkan lawan politik. Penyampaiannya pun, langsung. Tidak lagi menggunakan bahasa sastrawi-simbolik-estetik. Juga, kerap bercampur dengan bahasa Indonesia, ber-genre dangdut dan keindia-indiaan. Bahkan, sawer-menyawer mulai berkembang. Pastinya, makin ‘menghinakan’ pelaku didong itu sendiri. Itu (sawer) tidak ada dalam didong dan budaya orang Gayo,” ungkapnya.

Usai wawancara, sambungnya, dia memberikan nama informan lainnya,  diantaranya budayawan gaek Gayo Saifoeddin Kadir, penyair sepuh sekaligus pengumpul sastra lisan Gayo sejak tahun 1970-an L.K.Ara, penyair nasional yang juga peneliti didong urban di Jakarta Fikar W. Eda, dan Antropolog Universitas Sumatera Utara Dr. Fikarwin. Selain itu, merekomendasikan beberapa daftar literatur Gayo terkait didong. Juga, tiga buku yang ditulisnya, yaitu Tutur Gayo, A.R. Moese: Perjalanan Sang Maestro, dan Ekoinguistik (buku pertama Ekolinguistik di Indonesia). (GM)

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.