Nasib Ku Tidak di Tangan Mu

oleh

Oleh. Drs. Jamhuri Ungel, MA[*]

“Kita orang pandai dan lebih pandai dari orang lain” itulah kata-kata yang sering kita dengar dari orang-orang tua diperantauan, mereka menyebutkan beberapa orang Gayo yang ada di berbagai instasi yang menduduki posisi bagus dan menentukan, tapi kini tampaknya kata-kata itu sudah menjadi sejarah bagi masyarakat Gayo, karena sekarang dari segi kuantitas jumlah orang Gayo yang tinggal dan bekerja di perantauan sudah banyak berkurang, kebanyakan dari orang Gayo lebih suka mengadu nasip di daerah asal mereka dan secara kualitas juga sangat menurun, ini terlihat dari sedikitnya orang Gayo yang duduk di posisi atau jabatan yang menentukan.

Prof. Dr. Al-Yasa Abubakar, MA ketika menyampaikan amanahnya pada acara silaturrahmi orang Gayo dan tepung tawar jamaah haji serta sosialisasi Calon Legislatif di Taman Budaya Banda Aceh (14/09/2013) mengatakan, bahwa orang Gayo di perantauan pernah unggul secara akademik (termasuk di lembaga akademik) dan di lembaga birokrasi karenanya kedua hal tersebut perlu dipertahankan, sedangkan di bidang politik orang Gayo belum pernah unggul dan untuk itu kita bisa mulai berpikir dari sekarang untuk itu.

Memperhatikan fenomena yang ada dalam masyarakat kita saat ini perlu kita melihatnya dengan teliti dan mempelajari alasan-alasan atau penyebab kemunduran orang Gayo baik secara kuantitas maupun kualitas, tujuan pengungkapan alasan dan penyebab kemunduran ini bukanlah untuk memaparkan ketidak baikkan dari bangsa kita tetapi lebih kepada pengetahuan untuk  membangun kembali potensi kompetisi yang sudah pernah ada.

Sudah lama dalam perjalanan hidup masyarakat Gayo dengan tanpa menafikan masyarakat lain juga yang non Gayo ketika menghendaki terjadinya  perubahan dalam diri mereka, mereka rela mengorbankan apa mereka miliki utamanya meteriil yang berhubungan dengan sumber kehidupan mereka, seperti kerelaan menjaual sawah, kebun atau kenderaan guna pendapatkan lapangan pekerjaan yang baru dan ketika pengorbanan itu dilakukan mereka menganggap diri mereka sama sekali tidak berdaya untuk melakukan itu. Kondisi seperti ini sering dimanfaatkan oleh orang lain, seperti seseorang yang ingin menjadi polisi mereka rela mengeluarkan uang melebihi kemampuan dirinya dan mereka berusaha melampaui batas  kemampuan orang lain asalkan tujuan mereka menjadi polisi dapat tercapai, demikian juga ketika ingin menjadi Pegawai Negeri (PN) mereka juga rela mengorbankan materiil yang mereka miliki seperti kebun dan sawah serta benda lain yang juga. Ketidak percayaan kepada kemampuan yang mereka miliki juga terlihat ketika mengikuti test masuk sekolah dan  Perguruan Tinggi Negeri atau swasta.

Ada hal yang menarik dari prilaku masyarakat bila dicermati, dimana ketika mereka mempercayakan pengurusan kepada orang lain mereka percaya secara penuh seolah mereka tidak mempunyai daya kemerdekaan dalam pemenuhan keinginan mereka tersebut dan ketika mereka lulus atau berhasil mereka merasa harus berterima kasih kepada orang yang mengurus, tetapi ketika mereka tidak lulus mereka juga tidak marah  bahkan mereka menyadari bahwa ketidak lulusan dan ketidak berhasilan adalah kelemahan kemampuan mereka dalam mengikuti tahapan testing dan mereka terima dengan rela dengan tidak menyalahkan mereka yang mengurusnya.

Kalau kita ingin menganalisa lebih jauh berdasarkan apa yang telah disebutkan, bahwa orang Gayo sangat berterima kasih kepada orang yang dapat mengarahkan diri mereka untuk mencapai suatu tujuan dan tidak pernah marah ketika orang yang mengarahkannya tidak berhasil, maka kita bisa memahami bahwa peran orang lain di luar diri mereka yang dapat mengarahkannya kepada tujuan sangatlah penting melebihi diri mereka. Dan dari sini juga bisa kita pahami bahwa secara psikologi mereka belum berani menghadapai tantangan dengan mengandalkan kemampuan mereka sendiri kendati secara keilmuan mereka sebenarnya mampu bersaing, kesalahan seperti ini sudah terpola mereka beranggapan bahwa keberhasilan dengan mengandalkan kemampuan sangat kecil kemungkinan berhasil dan kemampuan kompetisi dengan mengandalkan materi (utamanya uang) lebih memberi jaminan untuk meraih  keberhasilan.

Akibat dari ketidak percayaan pada kemampuan diri dan terlalu percaya kepada peran orang lain yang sebenarnya tidak seperti yang mereka bayangkan sehingga membuat mereka tidak pernah siap dengan perubahan sistem yang mengarak kepada yang lebih baik, seperti ketika kepolisian mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa mereka yang ingin masuk menjadi anggota polisi bebas dari biaya dan calo semua masyarakat tidak percaya dan mengatakan itu tidak mungkin, demikian juga ketika Menteri Aparatur Negara (Menpan) mengumumkan bahwa tidak ada orang yang bisa mengurus untuk menjadi PNS, masyarakat juga sampai sekarang belum yakin dengan pernyataan Menpan tersebut.

Sebagai solusi untuk menumbuhkan kepercaan diri dengan tidak selalu mengandalkan peran orang lain dalam setiap langkah menuju kehidupan yang lebih baik adalah, harus meyakini bahwa kualitas intlektual seseorang sangat penting dalam menentukan arah dan tujuan, sedangkan peran orang lain yang ada diluar kita adalah sangan kecil dan kalaupun kita berhasil melalui peran orang lain yakinilah bahwa kemampuan anda yang membuat orang lain berbuat dan banyak orang yang menyatakan dirinya sanggup berbuat padahal yang mereka tidak melakukan apa-apa karena sebenarnya anda mampu.


[*] Dosen pada Fakutas Syari’ah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.