Oleh: Ansar Salihin*
SUMBER ide dalam mewujudkan karya seni dapat diambil dari beberapa aspek. misalnya mengangkat karya seni yang sudah ada atau karya seni masa lampau, dan karya seni yang belum pernah diciptakan. Mewujudkan kembali karya seni masa lampau bukan berarti mewujudkan karya serupa, akan tetapi mengangkat nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Tentunya dalam menemukan ide dan mewujudkan karya perlu pengkajian secara mendalam mengenai karya tersebut. Adapun pengkajian sumber yang dilakukan dengan cara studi lapangan yaitu oservasi langsung ke tempat yang menjadi objek ide penciptaan kemudian studi pustaka sebagai referensi penciptaan karya seni secara ilmiah.
Motif Emun Berangkat (awan berarak) merupakan motif yang berbentuk geometrik dengan lingkaran memusat, memanjang, dan bersambung secara berulang. Jika diamati bentuk pengulangan tersebut tampak seperti deretan gunung dan perbukitan yang terdiri dari lembah dan ngarai, merupakan penggambaran bukit barisan sesuai dengan alam Gayo (Zainal, 2002: 44)
Secara universal bentuk motif Emun Berangkat sama dengan motif Kaluak Paku di Sumatera Barat. Motif Kaluak Paku bentuknya diambil dari tumbuhan paku melengkung dan menuju satu pusat lingkran. Begitu juga dengan motif Emun Berangkat, bentuknya melengkung menuju ke satu titik pusat lingkaran.
Kemudian ada yang mengasumsikan motif Emun Berangkat ini seperti irama gerakan angin yang sedang bergerak menuju satu arah atau satu titik. Menurut tokoh Gayo Aman Rus (dalam Skripsi Zainal: 45) Motif Emun Berangkat lebih erat kaitannya dengan suatu musim di daearah Gayo, yang dikenal dengan musim Depik (Ikan Depik). Musim ini ditandai dengan keluar ikan Depik dari dasar Danau Laut Tawar banyak sekali, malahan adanya yang menangkapanya berkunye-kunye (satu Kunye: 1000 Liter). Pada musim ini awan berarak dari arah Barat ke arah Timur bergumpal-gumpal menuju kesatu arah disertai tiupan angin dan gerimis sepanjang hari, awan ini mempengaruhi masyarakat Gayo merasa haru dituangkan ke dalam karya seni yaitu motif Emun Berangkat.

Motif Emun Berangkat bukan sekadar pola hiasan pada sebuah benda, tetapi ia merupakan warisan budaya nenek moyang masyarakat Gayo yang sangat erat hubungan dengan nilai-nilai. Nilai-nilai tersebut diantaranya nilai budaya, nilai identitas, dan nilai filosofis.
Secara nilai budaya motif Emun Berangkat sebagai salah satu motif Kerawang Gayo memiliki peranan penting dalam budaya Gayo. Oleh karena itu, keberadaan motif Emun Berangkat merupakan ekspresi dari keyakinan masyarakat Gayo dalam menunjukkan eksistensi kebudayaan mereka. Sedangkan nilai identitas motif Emun Berangkat memiliki bentuk dan ragam hias yang khas dan unik. Dengan menyebut kata motif Emun Berangkat atau motif Kerawang Gayo pada umumnya sudah tentu akan memberikan identitas budaya bagi masyarakat Gayo.
Kemudian secara filosofis motif Emun Berangkat memiliki makna kebersamaan, seia-sekata, dan kerukunan. Hal ini dapat dilihat dari bentuknya yang saling menyatu antara motif yang satu dengan motif yang lain. Tidak ada ruang pemisah antara lengkungan dan daun serta bunga. Walaupun terjadi beberapa kali pengulangan motif yang sama, mungkin ada sebagian ukurannya kecil sedang sampai kepada ukuran terbesar, akan tetapi motifnya tetap saling menyatu.
Begitulah gambaran sistem kemasyarakat Gayo itu sendiri, kebersamaan merupakan nilai yang terpenting dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagaimana pepatah Gayo mengatakan “Pantas berule lemem bertona” (sepapah sepupuh, senasip sepenanggungan). Hidup seperti satu keluarga, saling menolong, peduli sesama, dan saling-sehat menasehati.
Berdasarkan bentuk, filosofis dan nilai–nilai yang terkadung di dalam motif Emun Berangkat, maka lahirlah ide-ide yang baru untuk menciptakan sebuah karya seni dengan bentuk dan kreasi baru. Wujud karya diciptakan berbeda dengan wujud aslinya, begitu juga dengan nilai dilahirkan dalam karya tersebut sudah mengalami pembaharuan. Walaupun demikian bentuk dan makna sebenarnya tetap diwujudkan sebagai roh dalam karya seni. Baik dipandang secara historis, sosial, budaya, politik, ekonomi dan sebagainya. Hal yang demikian akan dijadikan sebagai konsep penciptaan karya, baik karya fungsional atau karya seni ekspresi estetis. Namun yang paling mendasar adalah ide penciptaan karya seni ini berangkat dari bentuk, nilai, dan filosofis motif Emun Berangkat.

Landasan dan Konsep Penciptaan
Karya seni lahir pada dasarnya beranjak dari nilai budaya yang sudah ada dan realitas sosial. Pengalaman pribadi yang terjadi sehari-hari baik secara sadar maupun secara tidak sadar dapat menjadi ide dalam penciptaan. Banyak orang yang tidak menyadari hal tersebut, karena kurangnya kepedulian dan kepekaan terhadap lingkungan.
Seperti yang dikatakan Gustami (2006: 123) Suatu karya seni memiliki kekuatan untuk menyampaikan pesan kehidupan, yang biasa tersimpan di balik wujud fisiknya. Telah dikemukakan, karya seni yang hidup adalah karya seni yang memiliki kekuatan berdialog dengan penikmatnya, bisa membangkitkan komunikasi, bisa mendendangkan cerita visi dan misi yang diembannya, sungguh dialog itu adalah komunikasi antara kriyawan dengan penikmatnya.
Monroe Beardsley mangatakan, ada tiga unsur utama yang harus dipenuhi dalam menciptakan karya seni, agar karya tersebut dapat dikatakan indah. Unsur tersebut adalah 1. Unity (Kesatuan), 2. Comlexity (kerumitan, kompleksitas) dan 3. Intensty (kesungguhan/ intensitas) (Kartika, 2004: 148).
Berdasarkan dua pendapat di atas, landasan penciptaan karya seni didasarkan atas dua unsur penting yang menjadi satu kesatuan. Unsur tersebut adalah karya seni harus memiliki nilai-nilai keindahan juga bagaimana masyarakat menikmatinya. Sehingga perpaduan nilai estetika dengan fenomena sosial akan menyatu dalam satu kesatuan yang utuh dalam ekspresi kriya kayu dengan sumber ide motif Emun Berangkat.
Konsep penerapan motif Emun Berangkat dalam ekspresi kriya kayu lahir dalam bentuk-bentuk simbol-simbol. Karya tersebut telah mengalami perubahan bentuk baik secara keseluruhan maupun sebagian. Tujuan perubahan karya tersebut adalah untuk mewujudkan karya yang bersifat ekspresi. Sehingga nilai dan pesan yang disampaikan kepada masyarakat tidak lagi nilai tunggal, akan tetapi sudah menjadi nilai majemuk. Artinya meskipun pengangkatannya dalam nilai budaya Gayo, pesan yang disampaikan bukan lagi sebagai nilai budaya Gayo secara tunggal. Akan tetapi, nilai-nilai budaya secara global. Sehingga seluruh kalangan masyarakat dapat menikmati nilai estetika dan pesan moral yang disampaikan.
Ekspresi dalam karya seni berangkat dari nilai dan bentuk yang terdapat dalam sumber ide penciptaan. Karya tidak sama lagi dengan bentuk sumbernya atau bentuk aslinya. Begitu juga dengan nilai yang terkandung di dalamnya sudah mengalami perubahan, akan tetapi tidak secara keseluruhan. Sedangkan perubahan bentuk ada yang mengalami perubahan secara keseluruhan dan ada sebagian dari bentuk aslinya. Sehingga nilai-nilai yang terkadung dalam karya seni berupa ekspresi karya secara umum dan bentuk karyanya akan mengalami perubahan. Perubahan tersebut dalam ilmu seni rupa sering disebut dengan deformasi.
Deformasi adalah perubahan bentuk yang sangat kuat/besar sehingga kadang-kadang tidak ada lagi berwujud figur semula atau sebenarnya. Sehingga hal ini dapat memunculkan figur/karakter baru yang lain dari sebelumnya (Susanto, 2002: 104)
Melalui definisi tersebut mewujudkan bentuk karya hanya mewakili dari bentuk motif Emun Berangkat yang asli saja. Sehingga karya yang dihasilkan lebih tinggi nilai estetisnya dan juga lebih banyak fungsinya baik secara fisik maupun non fisik. Tentunya fungsi-fungsi tersebut tidak merusak bentuk dan nilai keindahan dalam karya tersebut. Kemudian melalui bentuk-bentuk dalam karya melahirkan makna-makna yang berhubungan dengan nilai motif Emun Berangkat dan nilai budaya Gayo itu sendiri. Bersambung…(weinansar@gmail.com)
* Mahasiswa Jurusan Seni Kriya Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia Padangpanjang