Oleh : Maqbul Rizki*
Beberapa pertanyaan yang perlu kita renungkan sebagai gambaran apakah Anda terjebak dalam kondisi ini atau tidak. Kita sebut saja ini sebagai sebuah renungan atau pandangan awal tentang gambaran diri Anda, diri yang sadar sepenuhnya atau diri yang sebenarnya melakukan sesuatu yang tidak Anda sadari sepenuhnya?
Pertama pernahkah kita menonton sebuah konser musik?, Jika pernah coba tanyakan pada diri Anda apakah Anda ikut menyanyi dengan suara yang kencang dan ikut melompat bersama orang-orang disektitar Anda, jika jawabanya iya, maka coba Anda tanyakan kenapa Anda mau melakukan hal tersebut. Lebih jauh lagi, apakah Anda memiliki teman atau saudara yang pendiam dan bukan orang yang aktif, apakah dia diam berdiri disekitar orang-orang yang menyanyi dan melompat atau ikut melakukan hal yang sama. Jika jawabannya tetap sama maka Anda bisa bertanya kenapa dia mau melakukanya?.
Untuk Anda yang telah menjadi orang tua, pertanyaan spesial untuk Anda. Jika Anda punya anak yang sangat baik dirumah dan merupakan anak yang tidak banyak tingkah buruknya, maka saat dia melakukan suatu perilaku yang tidak baik di luar rumah pasti timbul pertanyaan dalam diri Anda kenapa anak saya bisa melakukan hal tersebut?.
Sebagai pembelaan biasanya orang tua akan membantah dengan sangat tegas bahwa anak kesayanganya tidak mungkin melakukan hal yang buruk, sebagai orang tua tentu menjaga fitrah dari keluarga sangat dipentingkan, terlebih pada seorang anak karena anak mereka adalah anak yang lugu dan baik hati, namun perilaku ini sering kali terjadi, anak yang bersikap baik di dalam rumah nya terkadang terlibat dan tertangkap tangan melakukan kekerasan, pencurian bahkan pembunuhan yang membuat orang tuanya berada dalam dilema antara percaya dan tidak percaya. Sudahkah Anda menemukan jawaban tentang apa yang membuat hal ini terjadi?
Untuk anak-anak muda coba jelaskan pada diri Anda kenapa Anda lebih makan dengan santai dan hati-hati saat berada di sekitaran wanita atau pacar Anda daripada bersama keluarga atau teman kos Anda?. Pertanyaan lainya saat beribadah bersama kenapa Anda lebih khusuk atau bertingkah seperti ingin terlihat lebih khusuk dibandingkan dengan beribadah ketika sendirian? Jika benar Anda melakukanya seharusnya Anda mencoba mencari jawaban penyebab-penyebabnya bukan?
Mari kita mulai membahas perilaku yang sering tidak kita sadari namun sering sekali kita lakukan.
Ketika istilah generasi terus berganti di indonesia ini, dekat saja mulai dari angkatan reformasi, generasi Z sampai pada generasi melenial dan dikenal dengan istilah kids zaman now saat ini, kasus kriminalitas tak kunjung menurun bahkan terus meningkat, pelakupun tidak mengenal usia mulai dari yang muda sampai pada yang tua, beragama atau tidak beragama, berpendidikan atau tidak berpendidikan, apalagi jenis kelamin yang kerap kali dielu-elukan. Jauh tak sebanding dengan pemberitaan prestasi setiap hari terlihat lebih banyak muncul berita tentang tingkah manusia yang semakin menjadi-jadi.
Anarkisnya supporter sepak bola menjadi satu contoh besar yang perlu kita pelajari lebih lanjut, melakukan evaluasi untuk menghentikan pertikaian dan pertumpahan darah yang kerap kali terjadi. Penyebab yang terkadang adalah hal yang sangat sepele menjadi pertanyaan besar bagi banyak orang, atau bahkan disebabkan oleh hanya satu atau beberapa orang oknum namun berimbas besar menggerakan semua pendukung yang berbaju dan memiliki idola yang dibela bersama. Apakah perilaku anarkis, perilaku kekerarasan, perilaku penggeroyokan dan perilaku negatif lainya merupakan perilaku yang disebabkan oleh sikaf personal atau kelompo. Inilah yang disebut sebagai perilaku deindividuasi, perilaku individu yang dipicu bukan karena diri sendiri namun perilaku kelompok yang diikuti. Perilaku perilaku yang dilakukan seseorang bukan karena dirinya melainkan karena dilakukan oleh perilaku dan tuntunan norma yang dilakukan oleh kelompok sosial disekitarnya adalah perilaku yang disebut sebagai deindividuasi.
Situasi-situasi kelompok dapat menyebabkan orang kehilangan self awareness dengan hasil hilang individualitas dan self restrain (Myers, 2012). Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan deindividuasi. Menurut Myers (2012) deindividuasi adalah hilang kewaspadaan diri dan penangkapan evaluasi; terjadi dalam situasi kelompok yang mendukung respons terhadap norma kelompok baik atau buruk. Peningkatan stimulasi individu dan terjadi penyebaran tanggung jawab dalam anggota kelompok membuat individu melakukan hal-hal yang diluar karakter personalnya, artinya kepribadian individu melebur menjadi kepribadian kelompok, sehingga individu melakukan hal-hal yang di luar norma.
Menurut ahli lainnya deindividuasi adalah sebuah proses melemahnya perilaku individu dalam setting kelompok yang menyebabkan berkurangnya identitas pribadi dan mengurangi perasaan tanggung jawab pribadi dalam diri individu ( Dieta-Uhler, Bioshop-Clark dan Howard, 2005; Zimbardo, 2007)
Menurut Myers (2008) ada beberapa faktor yang mempengaruhi deindividuasi, poin pertama adalah ukuran kelompok, Ketika individu berada pada kelompok besar, maka individu merasa bahwa tanggung jawab tersebar kepada kelompok sehingga kurangnya kesadaran dan berpotensi menimbulkan perilaku impulsif. Faktor ini bisa menjawab pertanyaan kenapa orang-orang dalam konser mau melakukan perilaku yang sebenarnya bukan perilaku perrsonalnya. Pernyebab kedua adalah anonimitas fisik, maksudnya adalah ketika kita berada pada kelompok besar, maka kececenderungan individu mempersepsikan dirinya sebagai yang anonim, artinya individu merasa dapat bersembunyi dibalik jumlah anggota kelompok. Hal yang mudah dapat kita amati pada kerumanan sopperter sepakbola yang dengan mudah melakukan tindakan agresifitas, seperti memaki, dan menghina orang lain karena merasa tidak akan dikenali, perilaku ini juga sering terjadi di duania maya seperti komentar-komentar mencaci dengan ata-kata yang kurang pantas terhadap tokoh-tokoh yang tidak disukai. Faktor terakhir menurut Myers adalah terstimulasi dan pengalihan aktivitas.
Seringkali perilaku kelompok berawal dari hal-hal sepele. Contohnya bentrokan antar suporter yang biasanya dari saling ejek dan berujung ke tindakan anarkis.
Secara agama juga telah dijelaskan secara spesifik dan jelas tentang perilaku deindividuasi seperti pada Q.S. Al-Israa’ [17]: 36:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.”
Ayat tersebut memberikan penjelasan sekaligus peringatan kepada individu untuk tidak melakukan perbuatan yang tidak diketahui seluk beluk manfaat dan sisi negatifnya. Sebagai individu kita harus menjadi diri yang otentik dan memiliki pendirian yang kuat agar tidak melakukan hal-hal yang buruk meskipun hal tersebut adalah hal yang dilakukan oleh orang terdekat atau kelompok kita.
Sebagai penutup penulis memberikan saran agar kita selaku makhluk sosial yang terus menjadi bagian dari kelompok dan masyarakat dan tidak pernah bisa berhenti berkomunikasi serta sebagai fitrah sebagai makhluk yang membutuhkan bantuan dari orang lain, maka kita selayaknya membekali diri dengan pendirian yang kokoh dan menyadari setiap perilaku yang kita lakukan. Dengan berbagai cara seperti membangun kelompok yang memiliki tujuan yang jelas, membekali anak-anak dengan ilmu yang cukup tentang cara bersosialisasi dan membedakan perilaku yang baik dan buruk, serta dengan terus mendekatkan diri kepada sang pencipta. Kejahatan besar sebuah kelompok kadang tidak disadari dilakukan tapi akan bisa dihentikan dengan memulai dari hal-hal kecil dan memulai dari diri sendiri sehingga akan memberikan pengaruh perlahan bagi kelompok anda dan masyarakat sekitar.
DAFTAR PUSTAKA
King, A Laura. (2012). Psikologi Umum “Buku 2”. Jakarta : Salemba Humanika.
Myers, D.G. (1996). Social Psychology 5th Edition. USA: The McGraw Compenies.Inc.
Worchell, S., & Cooper, J. (2012). Understanding Social Psychology. USA : The Dorsey Press
*Mahasiswa Psikologi Unsyiah 2015 asal Pegasing, Aceh Tengah