Catatan Penyintas Bencana di Dataran Tinggi Gayo

oleh

Oleh : Nazarul Akbar*

Saya menulis ini sebagai warga biasa di dataran tinggi Gayo, sekaligus penyintas beberapa hari pasca bencana. Apa yang saya lihat dan rasakan mungkin juga dialami banyak orang, tapi jarang benar-benar diceritakan dari sudut pandang orang kampung.

Beberapa hari setelah siklon tropis melanda, keadaan berubah drastis. Awalnya orang masih tenang, tapi perlahan rasa panik muncul. BBM mulai sulit. Gas tidak ada. Listrik padam total. Jaringan seluler mati. Kehidupan yang biasanya berjalan normal mendadak lumpuh.

Tanpa listrik dan sinyal, hari-hari berjalan dengan penuh ketidakpastian. Informasi simpang siur. Tidak semua orang tahu apa yang sebenarnya terjadi. Handphone yang biasanya jadi alat utama komunikasi berubah jadi benda mati. Orang-orang hanya mengandalkan cerita dari mulut ke mulut.

Ketika pembangkit listrik darurat akhirnya dinyalakan untuk rumah sakit dan kantor pemerintahan, pemandangan yang sangat menyentuh sekaligus menyedihkan terjadi. Masyarakat berbondong-bondong datang ke kantor-kantor yang ada listrik. Halaman kantor bupati, Setdakab, hingga alun-alun dipenuhi orang.

Colokan listrik mengular panjang. Satu sambungan dipakai ramai-ramai agar semua kebagian. Kebanyakan orang mengisi ulang handphone dan senter. Ada yang duduk menunggu, ada yang berdiri berjam-jam, ada juga yang hanya berharap baterainya cukup menyala sebentar untuk mengabari keluarga.

Di dalam kantor, para pegawai bekerja dalam tekanan besar. Mereka menghimpun data, menerima laporan, dan mencoba berkoordinasi dengan kondisi yang sangat terbatas. Gangguan komunikasi membuat koordinasi tidak optimal.

Di luar kantor, suasana bising, penuh manusia, dan sampah jajanan berserakan. Bukan karena orang tidak peduli, tapi karena situasi sudah kacau dan semua orang lelah. Hari itu benar-benar terasa semrawut dan menyedihkan. Terlihat jelas betapa rapuhnya kehidupan ketika energi dan informasi terputus.

Di saat kritis seperti itu, saya merasa pemerintah seharusnya bisa lebih cepat menyampaikan informasi yang jelas kepada masyarakat. Informasi yang tenang dan terbuka sangat dibutuhkan agar warga tahu kondisi sebenarnya dan tidak bergerak dalam kepanikan.

Sekitar dua minggu kemudian, petugas PLN berhasil memperbaiki jaringan yang putus. Listrik perlahan menyala kembali, terutama di wilayah kota. Dampaknya langsung terasa. Masyarakat yang sebelumnya memadati area perkantoran berkurang drastis. Aktivitas mulai kembali ke rumah masing-masing.

Dari kejadian ini, saya menarik satu pelajaran penting, energi sangat menentukan jalannya pemerintahan dan kehidupan sosial. Tanpa energi listrik dan BBM, kinerja pemerintahan terganggu, pelayanan tersendat, dan masyarakat kehilangan arah.

Sebaliknya, dengan energi yang cukup, pemerintah seharusnya bisa bergerak lebih cepat, lebih inovatif, dan lebih siap menghadapi krisis.

Namun persoalan masih belum selesai. Hingga hari ini, masyarakat menengah ke bawah masih menghadapi kesulitan. Pengangguran bertambah. Banyak yang kehilangan pekerjaan dan penghasilan akibat bencana. Harga-harga kebutuhan pokok naik, inflasi melonjak tajam, sementara proses pemulihan berjalan lambat.

Tulisan ini bukan untuk menyalahkan siapa pun. Ini adalah catatan saya sebagai warga yg tinggal di dataran tinggi Gayo, yang merasakan bagaimana rasanya hidup ketika sistem dasar kehidupan modern berhenti bekerja. Semoga pengalaman ini tidak sekadar jadi cerita duka, tapi menjadi pelajaran agar kita lebih siap, lebih peduli, dan lebih sigap menghadapi bencana di masa depan.

#ketahananenergi
#ketahananpangan

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.