Catatan Singkat Muhammad Syukri*
Menembus isolasi daerah. Itulah grand strategy yang dipikirkan Bupati Mustafa M Tamy ketika pertama kali menjabat sebagai Bupati Aceh Tengah. Strategi itu berangkat dari kondisi Kabupaten Aceh Tengah (waktu itu belum pemekaran dengan Bener Meriah) yang rentan terisolasi.
Makanya Pak Tamy (begitu panggilan akrab Mustafa M Tamy) melihat hadirnya bandara di wilayah tengah sebagai sebuah solusi. Beliau berjuang all out, sampai akhirnya bandara Rembele hadir di Dataran Tinggi Gayo meski dijegal oleh lawan politik. Bandara itu direncanakan, nantinya, bisa didarati oleh pesawat cargo.
Kenapa pesawat cargo? Manakala Aceh Tengah terisolir akibat bencana alam atau faktor lain, maka produk Aceh Tengah tetap bisa dipasarkan ke luar daerah sehingga ekonomi rakyat tidak terganggu. Demikian pula sebaliknya, kebutuhan sembako dan lain-lain dapat dipasok ke wilayah tengah itu, sehingga tidak terjadi krisis pangan, BBM dan gas seperti kondisi hari ini.
Pertanyaannya: adakah grand strategy Pak Tamy dijalankan oleh para penerusnya? Hanya pembaca yang bisa menilai.
Fakta hari ini, petani cabe harus cut loss (jual rugi), melelang cabe Rp 10 ribu per kilogram, jelas dibawah harga modal. Akibatnya petani rugi besar. Ekonomi mereka kupak kapik dan angka kemiskinan terdongkrak naik.

Belum lagi komoditi lain yang gagal dipasarkan karena akses jalan belum bisa dilalui sampai hari ini. Semisal kopi yang harga jual ditingkat petani jatuh total.
Bahkan tomat tidak dipanen, dibiarkan membusuk di ladang petani. Kalaupun dipanen diobral dengan harga murah.
Betapa besar kerugian petani ditambah biaya hidup super mahal ditengah bencana hari ini. Sumber pemasukan mereka semakin tak jelas, sementara simpanan sudah terlanjur tergerus untuk kebutuhan pangan. Bukankah gerbang kemiskinan sedang menanti mereka. Ah…
Alfatihah untuk Pak Tamy. []
*Warga Takengon





