TAKENGON-LintasGAYO.co : Akses darat yang belum sepenuhnya normal, menjadikan daerah Aceh Tengah dan Bener Meriah masih terisolir paska bencana hidrometeorologi melanda wilayah Aceh.
Sudah hampir sebulan, masyarakat Gayo di dua wilayah ini, hidup dalam keterisoliran. Bantuan, hanya di drop lewat udara.
Akses jalan alternatif di ruas jalan KKA menuju Aceh Utara, hingga saat ini masih terus dikerjakan. Beredar kabar, ruas jalan tersebut sudah bisa dilalui roda empat, hanya saja harus ekstra hati-hati.
Belum terbukanya akses darat ke wilayah Gayo, hingga saat ini, membuat masyarakat wilayah ini harus berjalan kaki untuk mendapatkan bahan sembako.
Paska bencana alam 26 November 2025 lalu, masyarakat Gayo kini hidup dengan serba keterbatasan. BBM meski beredar di masyarakat, namun hanyanya cukup maham, Rp. 30 ribu perliter.
Beras dan telur dalam beberapa hari ini, juga terlihat mulai dijual di jalanan Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah, hanya saja harganya melambung tinggi.
Besar ukuran 15 Kg, dijual hampir mendakati angka 500 ribu Rupiah, sementara telur dijual diangka 140 ribu Rupiah per papan, meski ada yang sufah menjual 100 ribu rupiah per papan.
Melihat kondisi harga yang cenderung tidak normal itu, membuat masyarakat Gayo kesusahan. Mereka kini hidup, dari sisa tabungan yang ada.
Sementara banyak pekerjaan harian yang tidak berjalan, membuat masyarakat kesulitan untuk mendapatkan penghasilan. Roda ekonomi juga hanya berjalan sebagian saja.
Jika kita telisik lebih jauh, sepekan bencana alam terjadi, akses lumpuh. Akses keluar tidak ada, maka ekonomi Aceh Tengah bisa dikatakan hancur lebur.
Konon ini sudah mendekati sebulan paska bencana, harga barang melonjak tajam, produk rakyat banyak yang tak terjual, secara otomatis angka kemiskinan dari sebelumnya 15 persen melonjak tajam hingga 75 persen.
Melihat kondisi itu, tentu sangat berbahaya bagi perekonomian masyarakat Gayo. Karena recovery paska bencana diprediksi akan berlangsung sulit dan lama.
Harusnya kondisi ini, diperhatikan betul oleh Bupati di Aceh Tengah dan Bener Meriah. Karena, ke depan diprediksi wilayah Gayo akan dibayangi kemiskinan yang amat sulit.
Bupati sebagai kepala daerah, harus bekerja ektra memulihkan kondisi ini hingga menjadi normal.
Masyarakat dalam situasi paska bencana hanya menginginkan Bupatinya bekerja untuk rakyat. Bukan hanya sekedar seremoni dan hadir ke lokasi bencana kemudian di upload di media sosial.
Stop konten-konten bupati yang seolah terus butuh pencitraan. Masyarakat kini sudah muak dengan konten pencitraan yang seperti itu.
Masyarakat hanya membutuhkan hasil kerja pemimpinnya, agar bayang-bayang kemiskinan yang sudah di depan mata bisa teratasi dengan cepat.
Belum lagi, trauma masyarakat dimana pada saat bencana banyak kampung yang hilang diterjang air, juga butuh di recovery.
Stop konten-konten pencitraan. Masyarakat muak dengan konten-konten itu.
[Redaksi]






