Masyarakat Bener Meriah Kibarkan “Pepanyi”, Doakan Keselamatan dan Hormati Alam

oleh

REDELONG-LintasGAYO.co : Masyarakat Bener Meriah menunjukkan kekompakan dan kepedulian terhadap alam dengan melaksanakan tradisi lokal mengibarkan pepanyi atau kain putih sebagai bentuk penyerahan diri kepada Sang Pencipta dan penghormatan kepada alam semesta.

Tradisi tersebut dilaksanakan pada Rabu, 17 Desember 2025, di sejumlah titik wilayah Bener Meriah.

Juru bicara kegiatan, Tengku Lasamudin, menegaskan bahwa tradisi mengibarkan pepanyi sama sekali tidak berkaitan dengan kepentingan politik apa pun.

Baca Juga : Paska Bencana, Masyarakat Gayo Dibayangi Kemiskinan

Ia menepis anggapan bahwa pengibaran kain putih dimaksudkan sebagai simbol politik atau upaya menarik simpati internasional.

“Ini murni tradisi lokal masyarakat Gayo di Bener Meriah. Pepanyi adalah simbol doa, harapan, dan ikhtiar batin agar bencana tidak kembali terjadi di daerah kami,” ujar Tengku Lasamudin kepada wartawan, Kamis 18 Desember 2025.

Menurutnya, tradisi tersebut telah lama dikenal sebagai bentuk kearifan lokal dalam merespons situasi alam yang tidak bersahabat.

Pengibaran kain putih dimaknai sebagai tanda ketulusan, keikhlasan, dan permohonan perlindungan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sekaligus pesan moral agar manusia kembali menjaga keseimbangan dengan alam.

Pelaksanaan tradisi ini dilakukan secara swadaya dan spontan oleh masyarakat, tanpa komando dari kelompok atau organisasi tertentu. Warga dari berbagai latar belakang ikut terlibat, sebagai wujud solidaritas dan kebersamaan pascabencana yang sempat melanda wilayah tersebut.

“Ini adalah cara kami berdamai dengan alam. Kami percaya, ketika manusia menjaga alam, maka alam juga akan menjaga manusia,” tambah Tengku Lasamudin.

Masyarakat berharap melalui tradisi ini, Bener Meriah dijauhkan dari bencana serupa di masa mendatang. Selain doa, warga juga mengajak semua pihak untuk lebih serius menjaga lingkungan, hutan, dan daerah resapan air sebagai langkah nyata mencegah bencana berulang.

Tradisi mengibarkan pepanyi ini sekaligus menjadi pengingat bahwa kearifan lokal masih hidup dan relevan sebagai bagian dari upaya mitigasi bencana berbasis budaya dan nilai spiritual masyarakat setempat.

“Kami menyesalkan pepanyi yang kami pasang, kini telah dicabut oleh orang tak dikenal. Tapi kami faham bahwa mereka melakukan karena mereka tidak memahami hakikat dari pepanyi,” tandasnya.

[FA]

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.