Oleh : Fauzan Azima*
Kolep—bahasa gaul untuk collapse, roboh, gagal, lumpuh total. Kata ini terasa paling tepat menggambarkan kondisi Aceh Tengah pada hari ke-21 pascabencana.
Bukan karena alam semata, melainkan karena absennya negara dalam wujud paling konkret: kehadiran pemerintah daerah.
Tiga pekan berlalu, namun sebagian masyarakat masih terisolasi. Akses jalan tak kunjung pulih, logistik tersendat, harga sembako melambung tanpa kendali. Beras, gula, minyak goreng, menjadi barang mewah di negeri yang katanya sedang “tanggap darurat”.
Ironisnya, di tengah penderitaan itu, tidak terdengar aba-aba yang tegas, tidak ada komando yang jelas dari Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah. Yang ada justru kesan pembiaran.
Dalam situasi darurat, kepemimpinan diuji. Namun yang terlihat hari ini adalah kelambanan, kebingungan, bahkan ketidakpedulian. Pemerintah seolah menunggu keadaan membaik dengan sendirinya. Padahal bencana tidak menunggu rapat, dan rakyat tidak bisa menunggu janji.
Baca Juga : Paska Bencana, Masyarakat Gayo Dibayangi Kemiskinan
Pembagian bantuan pun menyisakan luka. Bayangkan, beras yang dibagikan hanya sekitar 3 ons per jiwa. Tiga ons. Ini bukan simbol empati, melainkan potret kegagalan perencanaan dan distribusi.
Dalam kondisi krisis, kebijakan semacam ini bukan sekadar tidak manusiawi, tetapi juga berpotensi memicu konflik sosial dan hilangnya kepercayaan publik.
Lebih menyedihkan lagi, masyarakat dipaksa bertahan dengan solidaritas sendiri. Gotong royong antarwarga menjadi penyelamat, sementara pemerintah hadir sebatas baliho, spanduk, dan rilis seremonial. Negara seakan menjauh saat paling dibutuhkan.
Aceh Tengah hari ini benar-benar kolep. Bukan karena bencananya terlalu besar, tetapi karena respons pemerintahnya terlalu kecil. Jika keadaan ini terus dibiarkan, maka yang runtuh bukan hanya infrastruktur, melainkan legitimasi dan martabat pemerintahan itu sendiri.
Bencana seharusnya menyatukan, bukan mempermalukan negara di hadapan rakyatnya sendiri. Begitupun, ketika Aceh Tengah kolep, masyarakat selalu punya cara untuk bertahan hidup tanpa campur tangan pemerintah.
(Mendale, Desember 18, 2025)





