Saman: Warisan yang Menyatukan Dunia

oleh

Esai Peringatan Hari Saman Sedunia ke-14

Oleh: M. Yusuf Gayo*

Di tengah riuh dunia yang berubah begitu cepat, di antara bisingnya teknologi dan hiruk-pikuk modernitas, ada satu suara yang tetap bertahan, berdentang dari tanah tinggi Gayo: suara tepukan, hentakan dada, dan lantunan syair yang menyatukan manusia. Itulah Saman, mahakarya budaya yang kini genap 14 tahun diperingati sebagai Warisan Takbenda Dunia oleh UNESCO.

Hari Saman Sedunia bukan sekadar hari perayaan. Ia adalah pengingat bahwa sebuah tarian yang lahir dari kesederhanaan dan kebersamaan, kini menjadi jembatan antara masa lalu dan masa depan, antara lokal dan global, antara Gayo dan dunia.

Saman: Dari Kampung ke Pentas Dunia

Tidak banyak seni tradisi yang mampu melintasi batas-batas ruang seanggun Saman. Dari kampung-kampung kecil di Gayo Lues hingga pertunjukan internasional di Paris, Melbourne, Tokyo, dan Istanbul, Saman membuktikan bahwa keindahan tidak perlu diterjemahkan untuk bisa dipahami.
Bahasa ritme dan harmoni adalah bahasa universal.

Di usia peringatannya yang ke-14 sebagai Warisan Dunia, Saman tidak hanya dirayakan sebagai tari—tetapi sebagai identitas, martabat, dan pesan kemanusiaan.

Gladi Bersih Saman Massal 10001

Sekolah Karakter dari Tanah Gayo

Saman tidak lahir dari kosong. Ia tumbuh dari pondok-pondok mengaji, dari jeda di antara kerja ladang, dari ruang sosial di mana anak-anak dibesarkan dengan nilai agama dan kebersamaan. Itulah sebabnya Saman sejak lama berfungsi sebagai sekolah karakter paling alami.

Pada momen peringatan ke-14 ini, penting untuk diingat bahwa Saman adalah:

  • pelajaran disiplin dari latihan yang memeras keringat,
  • pelajaran kerja sama dari gerakan yang harus sempurna dalam harmoni,
  • pelajaran kepemimpinan dari ceh yang menuntun ritme,
  • pelajaran ketahanan mental dari fokus yang tidak boleh goyah,
  • pelajaran akhlak dari syair religius yang membimbing hati,
  • dan pelajaran kebanggaan budaya dari setiap hentakan yang mengingatkan bahwa kita adalah bagian dari Gayo.

Semua nilai ini membuat Saman bukan hanya seni pertunjukan, tetapi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal yang paling relevan bagi generasi masa kini.

Ketika Dunia Belajar dari Gayo

Menariknya, Saman tidak hanya mendidik anak-anak Gayo. Kini, lewat festival, komunitas diaspora, dan ajang internasional, banyak orang dari berbagai negara ikut belajar dan mengagumi filosofi Saman.

Mereka belajar tentang:

  • harmoni sebagai kekuatan,
  • kolaborasi sebagai kebutuhan,
  • identitas sebagai sumber percaya diri,
  • dan budaya sebagai ruang membangun perdamaian.

Di tengah zaman yang semakin individualistis, Saman seperti mengirim pesan lembut kepada dunia: “Hidup itu lebih indah bila dilalui bersama.”

Saman anak-anak Tetingi Gayo Lues. (LGco_Khalis)

Makna Peringatan Hari Saman Sedunia ke-14

Empat belas tahun bukan waktu yang panjang dalam usia sebuah tradisi, tetapi cukup untuk melihat sebuah perkembangan yang menggembirakan. Tradisi yang dulu hanya hidup di kampung-kampung kini dirayakan oleh dunia. Namun perayaan bukanlah tujuan akhir. Yang jauh lebih penting adalah memastikan bahwa generasi penerus tetap mencintai dan mempelajari Saman bukan sebagai kewajiban, tetapi sebagai kebutuhan kultural dan spiritual.

Hari Saman Sedunia mengajak kita untuk:

  • merefleksikan perkembangan Saman,
  • meneruskan pelestarian tanpa henti,
  • menguatkan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai Saman,
  • dan menjaga agar jiwa Saman tetap hidup dalam kehidupan sosial masyarakat Gayo.

Peringatan Hari Saman Sedunia ke-14 adalah momen untuk menghaturkan syukur dan sekaligus refleksi.

Apakah kita sudah merawat tradisi ini dengan baik? Apakah generasi muda Gayo masih merasakan kedekatan emosional dengan Saman? Apakah sekolah-sekolah, komunitas seni, dan pemerintah telah memberi ruang bagi Saman untuk tumbuh?

Hari Saman Sedunia adalah undangan untuk kembali pulang—pulang ke akar budaya yang membuat kita tegak.

Saman dan Masa Depan

Saman telah berusia ratusan tahun, tetapi masa depannya ada di tangan generasi hari ini.

Selama nilai-nilainya ditanamkan, selama syairnya dilantunkan, selama hentakan bahunya menggema di ruang-ruang latihan, Saman akan selalu punya panggung di hati manusia.

Dan mungkin, seperti harapan para tetua Gayo, Saman tidak hanya menjadi warisan budaya, tetapi juga menjadi warisan karakter, warisan etika, dan warisan spiritual yang menjaga manusia tetap manusiawi.

Penutup

Di peringatan Hari Saman Sedunia yang ke-14 ini, kita merayakan bukan hanya tarian, tetapi martabat. Kita mengenang bukan hanya sejarah, tetapi nilai. Kita menghayati bukan hanya gerakan, tetapi jiwa.

Saman bukan sekadar seni. Ia adalah cara Gayo mengajarkan dunia tentang keindahan kebersamaan. Ia adalah guru senyap. Ia tidak berbicara lewat papan tulis atau modul pelajaran. Ia berbicara lewat gerakan bahu, ritme tepukan, dan syair yang menggugah.

Dan di setiap gerakan itu, tertanam nilai yang menjadikan anak-anak Gayo bukan hanya penari yang hebat—tetapi manusia yang berkarakter.

Selamat Hari Saman Sedunia ke-14. Semoga hentakan ritmenya terus menuntun langkah kita menuju masa depan yang lebih harmonis. []

*Guru Besar Pendidikan Nilai dan Karakter Islami, IAIN Kerinci

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.