Tim USK, ITB dan UPI membangun Inovasi Rumah Bambu Gayo

oleh

Takengon-LintasGAYO.co : Tim Gabungan dari Universitas Syiah Kuala (USK), Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), membangun Inovasi Rumah Bambu Berbasis Budaya Gayo (IRBG).

Kegiatan itu merupakan bagian dari Program Pengabdian Masyarakat Kolaborasi Indonesia (PMKI) Skma A Tahun 2025 yang dibentuk ketiga kampus tersebut.

Pembangunan IRBG yang pembangunannya dimulai pada 17 September hingga 15 Oktober 2025 ini, merupakan bagian dari pengembangan riset inovasi rancangan arsitektur vernajukar Gayo untuk bangunan publik berupa penginapan skala kecil (cottage).

Ketua kegiatan, Dr Ir Elysa Wulandari MT, yang juga dosen Departemen Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik USK mengatakan, acara tersebut sangat didukung oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah, khususnya pemerintah Kecamatan Bintang. Bahkan pembukaan kegiatan dilakukan oleh Camat Bintang, dan dihadiri Muspika, serta tokoh desa Genuren dan sekitarnya.

“Kegiatan ini untuk menguatkan peran Umah Pitu Ruang yang sedang dibangun di desa Genuren, Kecamatan Bintang sejak tahun 2022, sebagai pusat pelestarian dan riset Arsitektur dan lingkungan Binaan Vernakular Gayo,” kata Elysa Wulandari, dalam rilis yang diterima Lintasgayo.co, Minggu (12/10/2025).

Ia menjelaskan, tim dosen USK yang terlibat dalam pembangunan IRBG itu antara lain, Dr Ir Elysa Wulandari MT, Dr Sylvia Agustina ST, M Sc MUP, Masdar Djamaluddin, ST MT. Sementara dari Tim UPI masing-masing Prof Dr Asep Yudi Permana S Pd M Des, Dr Juang Akbardin ST MT, serta dari ITB yaitu Dr M Eng, Andry Widyatmoko ST dan Rahmat, ST, MT.

Kegiatan tersebut dibantu 14 orang mahasiswa program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) sekaligus Kuliah Kerja Nyata (KKN), yang terdiri dari Prodi Arsitektur dan PWK, serta 8 orang sukarelawan dari Komunitas Arsitek Muda Aceh (AMA), dengan didukung oleh masyarakat desa Genuren, Kecamatan Bintang.

“Ada sekitar 35 orang peserta. Kegiatan dimulai dengan pelatihan ketukangan bambu selama 3 hari dan dilanjutkan kegiatan pembangunan berskala 1:1 dengan luasan (24 M2).

Pengabdi Mitra dari ITB berperan mengeksplorasi rancangan struktur bangunan dari Bambu, sedang Pengabdi Mitra dari UPI berperan mengeksplorasi rancangan interior dan dekoratif dari bambu”, sebut Elysa.

Dilanjutkan, cottage dirancang sebagai rumah peristirahatan berupa bangunan kecil dengan tipe 25 m2 berlantai dua, yang diperuntukkan bagi keluarga dengan 5-7 penghuni. Gagasan dasarnya dikembangkan dari konsep Umah Pitu Ruang (UPR), yang terdiri dari, lepo, serami dan kamar.

Terdapat tambahan toilet bagian belakang untuk kebutuhan masa kini. Bentuk bangunan dikembang dengan tipe atap berlapis di bagian samping untuk melindungi bambu dari terpaan hujan.

Elysa menyebutkan, kegiatan dibagi dalam tiga bagian, pertama embuat konstruksi utama yang dimulai dengan merakit bambu Lutung berdiameter 15 Cm untuk 3 Planar penyokong bangunan utama, kemudian proses penegakan yang dilakukan secara bersama sama. Sedang pemasangan atap dari Seng dilakukan oleh tukang profesional, kedua pemasangan interior ruang (dinding dan Lantai), serta ketiga elemen dekoratif berupa kursi, meja, dan asesoris ruang.

“Capaian kegiatan ini diharapkan, agar mahasiswa sebagai calon penggerak perubahan masa akan datang, akan tertanam rasa cinta untuk mengembangkan potensi daerah kearah yang lebih baik, sedangkan bagi masyarakat Gayo, inovasi bambu dapat menjadi model untuk memanfaatkan sumberdaya lokal bagi pembangunan rumah peristirahatan dan kepariwisataan di dataran tinggi Gayo.

Sementara bagi pemerintah, dapat menjadi bagian kebijakan untuk mendukung berkembangnya identitas Gayo dalam pengembangan lingkungan binaan dan arsitektur Gayo, khususnya di kota Takengon dan Kawasan Danau Laut Tawar.

Kolaborasi antar perguruan tinggi lanjutnya, baik masyarakat, komunitas dalam bidang arsitektur dan budaya secara umum, dan pemerintah, diharapkan dapat efektif menyebarkan pengetahuan ditengah masyarakat sehingga mendorong percepatan pembangunan lingkungan binaan yang berkarakter Gayo kebudayan Gayo secara umum.

“Hal ini diharapkan menjadi model kegiatan Bersama dan pengabdian untuk mendorong transformasi sosial budaya yang berkelanjutan di kawasan dataran tinggi Gayo dan sekitarnya,” tutup Elysa.

[BSP]

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.