Saat Tokoh Pejuang Hak-Hak Disabilitas Indonesia Bicara Wisata Gayo

oleh

“Wisata ramah disabilitas artinya terbuka untuk semua orang, untuk yang non disabilitas maupun dengan orang yang memiliki keterbatasan,” ucap Sikdam Hasyim Gayo, membuka percakapan dengan dengan penulis), Sabtu (28/9/2025), di salah satu kafe di Takengon.

Sikdam, adalah seorang tokoh berdarah Gayo yang tercatat sebagai oleh sejumlah ternama, merupakan pejuang hak-hak disabilitas di Indonesia.

Pria yang yang merupakan disabilitas tunanetra ini bercerita dengan jelas, tentang berbagai pengalamannya dalam berbagai gerakan untuk kelompok inklusi di Indonesia.

“Jenis disabilitas seperti tunanetra, tuna rungu, runa daksa, tentu kalau sebuah objek wisata yang bisa diakses untuk umum, harusnya ketiga jenis tersebut harusnya bisa mengakses,” lanjut Saddam, sembari menikmati segelas jus terong belanda.

Sebenarnya, percakapan ini dibuka ketika seorang tokoh Wisata Arung Jeram Aceh, Khalisuddin dan penulis berbincang dengan Sikdam, tentang rencana Koperasi Jasa Syariah Wisata Alam Gayo (Kopwsi Alga), yang dipimpin Khalisuddin berencana membangun pelayanan wisata ramah disabilitas.

Sikdam mengaku mendukung rencana Khalis, agar orang-orang seperti dirinya dan warga yang menjadi bagian dari kelompok inklusi, dapat menikmati Arung Jeram milik koperasi tersebut.

Disela perbincangan malam itu, Sikdam menceritakan pengalamannya saat mengikuti Forum Kota di Kuala Lumpur pada Tahun 2018, pembahasan dalam forum tersebut adalah tourisme for all.

“Saya diundang Menteri PU, Pak Basuki Hadimuljono pada saat itu bicara soal Kota Inklusi, salah satunya ramah disabilitas pada kesempatan itu. Saya bertemu Pasha “Ungu”, sempat berbicara, sempat ketemu di Kedutaan Indonesia di Malaysia. Saat itu saya mewakili Indonesia bicara Kota Inklusi di Forum Kota se-Dunia, hampir 10.000 delegasi. Saya bicara di booth Indonesia paca acara itu,” ungkap Sikdam.

Menurut Sikdam, tolak ukur objek wisata ramah disablitas, adalah ramah kepada semua orang, termasuk kepada kelompok disabilitas.

“Harus ramah anak, disabilitas, kelompok rentan, itu baru disebut objek wisata yang inkulusi,” sebut Sikdam.

Setelah meneguk jus terong belanda untuk kesekian kalinya bersama Khalisuddin dan penulis, Sikdam, yang pada Februari 2014 pernah mendapatkan penghargaan International Award for Young People dari Pangeran Philip Duke of Edinburgh, suami Ratu Elizabeth II dari Kerajaan Inggris itu menjelaskan, ramah disabilitas harus memenuhi dua bentuk dukungan.

“Pertama dukungan fisik, kalau menuju arung jeram misalnya, jalan menuju arung jeram dapat dilalui kursi roda, juga bagi tunanetra, dan peralatan pendukung bisa dinikmati disabilitas,” terang Sikdam.

Sementara, dukungan non fisik adalah dukungan terkait pelayanan pekerja di lokasi wisata, yang ramah akan kelompok inklusi, salah satunya adalah disabilitas.

“Dukungan non fisik, jika petugasnya ramah, terlatih dan memahami kondisi disabilitas, misal menyapa, menepuk orang disabilitas yanag tidak melihat seperti saya, diperkenalkan, sebutkan menu langsung ke saya. Itu salah satu contoh,” ucap Sikdam. (BERSAMBUNG)

[BSP]

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.