Oleh: Tgk. Darul Faizin, S.H., M.A*
Penghulu KUA Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah
Salah satu dari hari-hari besar Islam adalah hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang diperingati oleh umat Islam khususnya di Indonesia setiap tanggal 12 Rabi’ul Awwal.
Pada 2025 ini, diperingati bertepatan dengan hari jumat tanggal 5 September 2025. Meskipun di beberapa daerah, seperti Aceh, peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW berlangsung selama tiga bulan, yakni bulan Rabi’ul Awwal, Rabi’ul Akhir dan Jumadil Ula.
Di Aceh, umumnya peringatan Maulid Baginda Nabi Muhammad SAW diperingati dengan mengadakan khanduri, santunan anak yatim, ceramah agama, dan lainnya.
Maka bulan ini merupakan momentum yang mulia untuk mengkaji kemuliaan akhlak Baginda Nabi Muhammad SAW, sehingga ummat Islam dapat menjadikan Rasulullah SAW sebagai suri teladan (role model), sebagaimana ditegaskan oleh Allah SWT dalam Al-Quran Surat al-Ahzab ayat 21 yang berbunyi:
“Sungguh ada pada diri Rasullah SAW suri teladan yang baik (uswatun hasanah) bagimu”.
Di antara sifat yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW kepada ummat Islam adalah sifat ramah tamah terhadap orang lain. Pernah suatu hari Baginda Nabi SAW berpesan kepada istrinya Aisyah:
“Wahai Aisyah, bertaqwalah kamu kepada Allah SWT dan bersikap ramahlah, sesungguhnya keramahan jika ditempatkan dimana pun pasti ia akan menghiasinya, dan jika dilepas dari apa pun maka akan menjadikannya buruk.” (HR. Muslim).
Sifat ramah-tamah ini penting untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam bertutur kata, sikap dan perilaku. Tidak hanya bagi masyarakat biasa, sikap ramah tamah ini juga perlu diterapkan oleh pelayan publik (Aparatur Sipil Negara/ASN) dan para pemimpin dalam menjalakan tugas mereka masing-masing, agar memberikan kepuasan batin bagi masyarakat yang dilayaninya.
Rasulullah SAW juga telah memperlihatkan kepada umat Islam tentang sifat kasih sayangnya yang begitu tinggi, bahkan terhadap orang-orang yang menyakitinya, sebagaimana dikisahkan dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim ketika Nabi Muhammad SAW hendak menyampaikan Islam kepada penduduk Tha’if.
Ketika Rasulullah SAW sampai di Kota Tha’if, penduduk Thaif bukannya menyambut Nabi dengan baik, tetapi malah sebaliknya, mereka menyambut Nabi SAW dengan hinaan dan celaan. Bahkan mereka melempari Baginda Rasulullah SAW dengan batu hingga berdarah.
Di saat Nabi SAW kembali ke Kota Makkah, dalam perjalanannya Nabi SAW beristirahat di Qarnul Tsa’alib, datanglah malaikat Jibril dan berkata kepada Baginda Nabi SAW:
“Sesungguhnya Allah mendengar hinaan kaummu dan penolakan mereka terhadapmu. Allah telah mengutus malaikat penjaga gunung kepadamu untuk engkau perintahkan dia apa yang engkau inginkan.”
Malaikat penjaga gunung itu pun berkata kepada baginda Nabi SAW: “Jika engkau mau wahai Muhammad maka akan aku timpakan (penduduk Tha’if) itu dengan dua gunung (di kota Makkah).” Mendengar tawaran itu, Rasulullah SAW dengan penuh harapan menjawab:
“Tidak, aku berharap agar Allah mengeluarkan dari sulbi mereka orang-orang yang menyembah kepada Allah SWT semata, dan tidak menyekutukan-Nya.”
Begitu agungnya sifat pemaaf yang dimiliki oleh Rasulullah SAW, padahal beliau mampu membalas keburukan yang dilakukan oleh penduduk Tha’if terhadapnya.
Meskipun balasan buruk itu diizinkan oleh Allah SWT, tetapi Nabi Muhammad SAW lebih memilih memaafkan mereka serta mendoakan kebaikan untuk mereka.
Dengan kemulian akhlak itulah Allah SWT memuji Nabi Muhammad SAW dalam Al-Quran surat al-Qalam ayat 4: “Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) benar-benar berada di atas akhlak agung.”
Dalam rumah tangga, Rasulullah SAW merupakan orang yang paling berbuat baik kepada keluarganya. Nabi SAW bersabda:
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling berbuat baik kepada keluarganya, dan aku adalah orang yang paling berbuat baik kepada keluargaku.” (HR. At-Timidzi).
Keluarga yang dimaksud adalah istri, anak, saudara, pembantu, dan kerabat. Aisyah pernah bercerita bahwa baginda Nabi SAW setiap pagi mengunjungi istri-istrinya untuk memberikan nasehat yang baik dan mengajarkan mereka urusan agama. Baginda Nabi SAW juga tidak pernah memukul siapa pun, baik istri maupun pembantunya.
Imam Muslim juga meriwatkan dari Anas bin Malik yang merupakan pelayan Rasulullah SAW selama sepuluh tahun, ia berkata:
“Aku tidak pernah melihat seorang pria yang lebih sayang kepada anggota keluarganya selain Nabi Muhammad SAW.”
Dari sini kita mengetahui bahwasanya Rasulullah SAW tidak pernah melakukan dan tidak pernah membenarkan kekerasan terhadap perempuan, kekerasan terhadap anak, atau yang kita kenal hari ini dengan istilah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Dalam kehidupan bernegara, hal utama yang dilakukan oleh Rasulullah SAW adalah menghidari konflik antar suku dengan menghilangkan fanatik kesukuan untuk menciptakan stabilitas, persatuan, dan persaudaraan.
Hal itu ditegaskan oleh Rasulullah SAW dalam hadisnya:
“Setiap kalian dari Adam, dan Adam diciptikan dari tanah, tidak ada perbedaan Arab dengan non-Arab kecuali dengan taqwa.” Dalam arti yang luas, orang yang utama adalah yang paling banyak berbuat kebaikan.
Dalam konteks Rasulullah SAW sebagai pemimpin (penegak hukum), Rasulullah SAW adalah orang yang adil, tidak memandang bulu dalam menghukum seseorang, jika memang terbukti melakukan kesalahan. Bahkan beliau sendiri mengatakan:
“Wahai manusia, sesungguhnya yang menjadikan kaum sebelum kamu binasa adalah apabila seorang yang mulia mencuri maka mereka meninggalkannya (tidak menghukumnya). Apabila yang mencuri masyarakat yang lemah maka lekas mereka menghukumnya. Demi Allah, sekiranya Fatimah binti Muhammad mencuri maka aku sendiri yang akan memotong tangannya.” (HR. Al-Bukhari).
Sifat-sifat inilah yang hendaknya dimiliki oleh penegak hukum (pemimpin) kita hari ini, bukan dengan menjadikan hukum seperti pisau, yang tajam ke bawah, tumpul ke atas.
Jika rakyat kecil yang berbuat kesalahan, hukum lekas ditegakkan, adapun jika yang melanggar memiliki hubungan famili atau orang yang memiliki keudukan tinggi hukum dapat dinegosiasikan.
Semoga dengan momentum peringatan maulid tahun ini kita berharap agar umat Islam dapat meneladani sifat-sifat mulia dari Rasulullah SAW, dan menjadikannya sebagai figur dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara. []