Oleh : Mahbub Fauzie, S.Ag., M.Pd*
Peringatan Hari Anak Nasional setiap 23 Juli seharusnya tidak hanya menjadi agenda seremonial tahunan, melainkan momen penting untuk mengevaluasi peran keluarga dan masyarakat dalam mendidik generasi masa depan.
Anak-anak adalah amanah dari Allah SWT, sekaligus harapan keluarga, umat, dan negara. Karena itu, perhatian terhadap pendidikan anak tidak boleh diserahkan hanya kepada sekolah atau ibu semata, melainkan menjadi tanggung jawab bersama.
Dalam kesempatan mengisi ceramah di acara pengajian Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Kecamatan Atu Lintang yang berlangsung di Masjid Al-Fitrah, Kampung Merah Muyang, Atu Lintang 24 Juli 2025, penulis menyampaikan pentingnya keterlibatan semua unsur dalam pendidikan anak. Terutama dalam membentuk akhlak, akidah, dan ibadah sejak dini.
Ayah adalah Pemimpin dalam Pendidikan
Di banyak keluarga, pendidikan anak masih dianggap sebagai tugas utama ibu. Padahal dalam Islam, ayah juga memiliki peran penting yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah SAW bersabda:
“Kullukum ra’in, wa kullukum mas’ulun ‘an ra’iyyatihi”
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Seorang ayah adalah pemimpin dalam rumah tangga, yang bertanggung jawab atas keluarganya, termasuk dalam hal pendidikan. Tanggung jawab ini mencakup pembinaan karakter, nilai-nilai agama, serta pengawasan terhadap tumbuh-kembang anak.
Himbauan yang disampaikan oleh Bupati Aceh Tengah Bapak Haili Yoga agar para ayah mengantar anak ke sekolah pada hari pertama tahun ajaran baru, Senin, 14 Juli 2025, menjadi contoh nyata dari peran aktif ayah dalam pendidikan.
Kehadiran ayah dalam momen penting seperti ini memberi dampak psikologis yang kuat: anak merasa didukung, disayangi, dan diperhatikan.
Ibu: Madrasah Pertama dan Utama
Peran ibu tentu tidak dapat dikesampingkan. Sejak masa kehamilan, menyusui, hingga mendampingi anak di usia dini, ibu memainkan peran sebagai madrasah pertama dan utama yang menanamkan nilai-nilai dasar kehidupan.
Namun, agar proses pendidikan berjalan seimbang, dibutuhkan kerja sama dan dukungan dari suami, baik dalam bentuk dukungan moral, waktu, maupun keteladanan.
Keseimbangan peran antara ayah dan ibu akan menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif untuk pendidikan anak. Anak yang melihat kedua orang tuanya terlibat dalam proses tumbuh-kembangnya, akan tumbuh dengan kepercayaan diri dan kestabilan emosional yang lebih baik.
Peran Lingkungan dan Masyarakat
Tanggung jawab pendidikan tidak berhenti di lingkungan keluarga. Masyarakat juga memegang peran penting sebagai pengawas sosial.
Jika ditemukan anak-anak yang membolos, nongkrong di jam pelajaran, atau mulai terlibat dalam kenakalan remaja, masyarakat tidak boleh berpangku tangan. Harus ada kepedulian kolektif untuk mengarahkan dan membina mereka secara bijak.
Sinergi antara masyarakat, ulama, dan pemerintah sangat dibutuhkan. Ulama menyampaikan nilai-nilai keislaman melalui ceramah dan khutbah.
Pemerintah mendukung melalui kebijakan yang berpihak pada pendidikan. Sementara masyarakat bertanggung jawab menjaga lingkungan tetap aman dan mendukung tumbuh-kembang anak.
Tantangan Zaman Digital
Di era digital ini, anak-anak dihadapkan pada tantangan yang tidak ringan. Gawai, media sosial, dan informasi tanpa batas dapat menggeser nilai dan perilaku anak jika tidak diawasi dengan baik.
Karena itu, keluarga perlu menjadi benteng pertama dalam membimbing dan membatasi akses terhadap hal-hal yang berpotensi merusak karakter anak.
Pembiasaan ibadah, sopan santun, cinta ilmu, serta penghargaan terhadap waktu dan tanggung jawab harus ditanamkan sejak dini. Nilai-nilai ini akan menjadi fondasi kuat bagi anak dalam menghadapi dunia luar yang penuh tantangan.
Majelis Taklim: Pengajian yang Mendidik dan Menginspirasi
Kegiatan keagamaan seperti BKMT dan FUSPITA bukan hanya wadah untuk memperdalam ilmu agama, tetapi juga harus menjadi media untuk memperkuat kesadaran jamaah terhadap pentingnya pendidikan anak.
Pengajian rutin dapat menjadi sarana berbagi pengalaman, meningkatkan pemahaman tentang peran orang tua, serta memperkuat komitmen untuk menjadikan rumah sebagai pusat pendidikan pertama dan utama.
Pengajian yang dirancang secara tematik, misalnya dengan fokus pada parenting Islami, komunikasi keluarga, atau adab terhadap orang tua dan guru, akan memberikan dampak positif yang luas. Para ibu akan terdorong untuk lebih perhatian, dan para ayah dapat termotivasi untuk lebih terlibat aktif.
Demikianlah, pendidikan anak adalah proses panjang dan berkelanjutan. Dibutuhkan keterlibatan semua unsur—ayah, ibu, masyarakat, ulama, dan pemerintah—untuk menciptakan lingkungan yang mendukung tumbuh-kembang anak secara utuh. Jangan lagi melihat pendidikan sebagai tugas ibu semata. Ayah juga harus terlibat penuh sebagai pemimpin dalam keluarga.
Masyarakat harus peduli. Majelis taklim harus aktif memberikan pencerahan. Dan negara harus hadir melalui kebijakan yang berpihak pada generasi masa depan.
Bila semua pihak bersinergi, insya Allah anak-anak hari ini akan tumbuh menjadi generasi yang berilmu, berakhlak, dan siap memimpin bangsa di masa depan.
Wallahu a’lam bish shawwab.
*Kepala KUA Kecamatan Atu Lintang, Aceh Tengah