Antisipasi Bullying, Maksimalkan Peran Tiga Lembaga Pendidikan

oleh

Catatan Mahbub Fauzie*

Adanya kasus pengeroyokan terhadap seorang siswi oleh sesama sekelompok siswi di Bener Meriah, sebagai warga masyarakat kita tentu merasa sedih dan menyayangkan peristiwa itu bisa terjadi. (baca lintasgayo.co 23 Mei 2025)

Walau kasus tersebut sempat dimediasi oleh pihak Lembaga Pendidikan tempat mereka menimba ilmu, namun karena tidak dihadiri oleh semua orangtua pelaku, akhirnya tidak ada titik temu. Maka, kasus perundungan itupun dibawa orangtua korban ke ranah hukum. (baca lintasgayo.co 27 Mei 2025)

Kita merasa sedih dan menyayangkan peristiwa miris itu bisa terjadi. Namun, kita juga tidak ingin mencari dan menuduh siapa yang salah.

Akan lebih bijak jika semua kita mau untuk melakukan upaya-upaya introspeksi mengapa peristiwa itu bisa terjadi.

Kita berharap, kejadian bullying atau perundungan yang menimpa siswi di Bener Meriah itu dan semacamnya tidak terulang kembali.

Kasus tersebut cukuplah menjadi pelajaran bagi kita semua, baik para orangtua dalam keluarga, tenaga pendidik dan kependidikan di sekolah/madrasah maupun para tokoh, aktifis dan pegiat sosial di lingkungan masyarakat.

Kita mengetahui, bahwa masalah bullying atau perundungan adalah masalah yang kompleks dan membutuhkan kerja sama antara orangtua, sekolah, dan masyarakat untuk mencegah dan mengatasi dampaknya.

Tiga lembaga atau institusi Pendidikan tersebut, yakni keluarga, sekolah/madrasah dan masyarakat harus memaksimalkan peran dan upayanya dalam mengantisipasi adanya tindakan perundungan atau bullying itu.

Karenanya, para orangtua, para tenaga pendidik di sekolah/madrasah dan para tokoh masyarakat hendaknya harus peduli dan selalu perlu bekerjasama dalam mengantisipasi dan menyikapi permasalahan tersebut.

Tulisan ini ingin mengajak kita berdiskusi dan memikirkan apa yang dapat dilakukan oleh para orangtua, guru dan tokoh di lingkungannya masing-masing. Mulai dari rumah atau keluarga, sekolah dan juga lingkungan masyarakat.

Para orangtua, guru dan ulama dan umara harus memaksimalkan peran dan upayanya dalam mengantisipasi supaya peristiwa perundungan atau bullying seperti pengeroyokan terhadap siswi itu tidak terjadi lagi di sekitar kita.

1. Peran Keluarga

Di lingkungan keluarga, para orangtua perlu melakukan upaya edukasi dan kesadaran. Orangtua di setiap rumah tangga, perlu memahami apa itu perundungan, termasuk tanda-tanda anak menjadi pelaku atau korban.

Ciptakan suasana dalam keluarga nuansa “Komunikasi Terbuka”. Yakni dengan menciptakan suasana di rumah agar anak merasa aman untuk berbicara tentang apa yang mereka alami di sekolah atau di lingkungan sosial.

Ajari anak untuk memiliki sikap Empati dan Etika Sosial. Orangtua perlu mengajarkan anak untuk menghargai perbedaan, menunjukkan empati, dan menyelesaikan konflik secara damai.

Orangtua di rumah selalu memantau ‘Aktivitas Digital’ anak-anaknya. Dalam era media sosial, perundungan juga terjadi secara daring. Orangtua perlu memantau aktivitas anak dalam ber-internet untuk mencegah cyberbullying.

Tidak kalah pentingnya, orangtua juga memberikan keteladanan. Yakni dengan memberi contoh positif dalam interaksi sosial anak-anak, semisal dalam berbicara dan berperilaku, hindari ucapan dan ungkapan kasar serta jauhi tindakan kekerasan.

2. Peran Sekolah/Madrasah

Di sekolah dan madrasah juga dipastikan selalu diadakan kegiatan Penyuluhan dan Edukasi. Sekolah atau madrasah dapat mengadakan program anti-bullying untuk mengedukasi siswa tentang dampak perundungan dan cara mencegahnya.

Peraturan yang tegas di sekolah dan madrasah juga penting diterapkan. Tetapkan aturan anti-bullying yang jelas, termasuk sanksi bagi pelaku untuk menciptakan efek jera.

Di sekolah dan madrasah hendaknya bisa dibentuk Tim Khusus. Bentuk tim konseling atau tim anti-bullying untuk menangani masalah ini secara serius. Guru bimbingan dan penyuluhan atau konseling dipberdayakan di setiap satuan pendidikan.

Pemantauan Lingkungan Sekolah juga harus aktif dilakukan. Guru dan staf sekolah harus aktif memantau interaksi siswa di dalam dan luar kelas. Dalam hal ini, maksimalkan penggunaaan CCTV di lingkungan sekolah/madrasah.

Jalin komunikasi yang baik dan interaktif dengan para orangtua dalam memantau siswa siswi jika berada di luar sekolah/madrasah. Media sosial semacam WatshAp Grup atau jejaring semacamnya untuk hal tersebut. Kontrol masyarakat juga diperlukan dalam hal ini.

Dan tentunya, tidak kalah urgensnya adalah upaya Penguatan Karakter bagi anak didik di sekolah/madrasah. Integrasikan nilai-nilai moral dan etika dalam kurikulum, seperti kerja sama, toleransi, dan saling menghormati.

3. Peran Masyarakat

Para tokoh masyarakat, baik tokoh agama (ulama), tokoh pemerintahan (umara) dan tentunya para aktifis serta pegiat social hendaknya bisa melakukan Kampanye Kesadaran Anti Perundungan. Seluruh masyarakat perlu mengadakan kampanye tentang bahaya bullying dan pentingnya menciptakan lingkungan yang inklusif.

Untuk mendukung suasana lingkungan yang inklusif, tentunya diperlukan adanya kegiatan Pelatihan dan Edukasi. Lembaga masyarakat bisa memberikan pelatihan kepada orangtua, guru, dan anak-anak tentang cara mengatasi perundungan.

Ulama dan umara serta aktifis dan pegiat sosial penting untuk berkolaborasi dalam mendukung kebijakan yang mendukung pencegahan perundungan dan bullying.

Pastikan ruang publik aman adanya, seperti lingkungan bermain, fasilitas umum, dan ruang sosial diciptakan dalam suasana tentram guna mendukung anak-anak agar merasa senang dan nyaman.

Jikapun terjadi peristiwa perundungan, maka masyarakat harus proaktif melaporkan insiden bullying dan bekerja sama dengan pihak terkait untuk mencari solusi dan menyelesaikannya.

Pentingnya Peran Tokoh Agama

Tokoh agama memiliki peran penting dalam pencegahan dan solusi masalah perundungan karena mereka sering dihormati dan dijadikan panutan oleh masyarakat.

Berikut adalah peran tokoh agama dalam menangani perundungan:
Pertama, Memberikan Pendidikan Nilai-Nilai Agama.

Melalui: 1) Mengajarkan Nilai Kasih Sayang dan Toleransi, Tokoh agama dapat menyampaikan ajaran agama yang menekankan pentingnya mencintai sesama, menghormati perbedaan, dan hidup dalam harmoni.

2) Meluruskan Pemahaman, Jika ada yang salah memahami ajaran agama sehingga mendorong perilaku agresif, tokoh agama dapat memberikan penjelasan yang benar.

Kedua, Memberikan Ceramah dan Motivasi. Yakni dengan melakukan: 1) Ceramah dan Khotbah, Tokoh agama dapat menggunakan mimbar sebagai platform untuk menyampaikan pesan anti-perundungan kepada jamaah.

2) Penguatan Spiritual, Melalui motivasi keagamaan, tokoh agama dapat membantu individu yang menjadi korban bullying untuk bangkit dan menemukan kedamaian dalam keimanannya.

Ketiga, Menjadi Mediator Konflik. Tokoh agama sering dipercaya oleh masyarakat untuk menjadi penengah dalam konflik, termasuk kasus perundungan, baik di sekolah maupun di lingkungan sosial. Mereka dapat membantu menyelesaikan konflik dengan cara yang adil dan damai, berdasarkan ajaran agama.

Keempat, Membangun Komunitas yang Harmonis. Dengan cara: 1) Mendukung Program Anti-Bullying. Bersama masyarakat, tokoh agama dapat membantu membangun komunitas yang ramah, aman, dan saling mendukung.

2) Menggerakkan Kegiatan Sosial. Kegiatan seperti pengajian, kerja bakti, atau kegiatan keagamaan lainnya dapat menjadi sarana membangun kebersamaan dan solidaritas, mengurangi potensi perundungan.

Kelima, Memberikan Dukungan kepada Korban dan Rehabilitasi Pelaku. 1) Dukungan kepada korban dengan Bimbingan Spiritual. Tokoh agama dapat memberikan dukungan emosional dan spiritual kepada korban bullying, membantu mereka memulihkan diri.

2) Rehabilitasi Pelaku. Pelaku bullying sering kali membutuhkan pembinaan agar mereka menyadari kesalahan mereka dan memperbaiki diri. Tokoh agama dapat berperan dalam proses ini.

Kelima, Mendorong Penerapan Etika Agama dalam Kehidupan Sehari-Hari. Tokoh agama dapat menginspirasi masyarakat untuk mengimplementasikan nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga budaya perundungan dapat digantikan dengan budaya saling menghormati dan menghargai.

Demikianlah dengan maksimalnya peran tiga lembaga Pendidikan, yakni: keluarga, sekolah/madrasah dan masyarakat diharapkan tidak akan terjadi lagi peristiwa perudnungan yang sungguh memilukan dan menyedihkan kita semua.

Didukung lagi dengan keterlibatan peran tokoh agama. Dengan pengaruh moral dan spiritual yang dimiliki, tokoh agama dapat menjadi katalisator dalam upaya pencegahan dan penyelesaian masalah perundungan. Peran aktif mereka dapat membantu menciptakan masyarakat yang lebih inklusif, damai, dan berempati. Semoga!

*Pemerhati Kehidupan Sosial Keagamaan, ASN yang bertugas sebagai Penghulu Ahli Madya dan Kepala KUA Kecamatan Atu Lintang, Aceh Tengah

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.