Catatan Muhammad Syukri*
Meniru, sebenarnya itu cara bagus untuk mengawali sebuah inovasi. Sebaliknya menjiplak dan ikut-ikutan, itu dapat mematikan semangat inovasi.
Ikut-ikutan semisal tetangga buka usaha kedai cendol dan lontong. Usahanya laris. Lalu yang lain pun ikutan buka usaha sejenis.
Alhasil jumlah kedai cendol dan lontong lebih banyak dari konsumennya. Otomatis penjualan akan menurun, dan satu-satu kedai itu pun tutup.
Disadari atau tidak, kejadian seperti itu bukan hanya berlaku dalam usaha cendol dan lontong. Akhir-akhir ini banyak tindakan seseorang yang didasarkan pada cara menjiplak dan ikut-ikutan. Misalnya cara berpakaian, berbicara, atau bahkan keputusan yang diambil.
Oleh karena itu, banyak yang menyatakan bahwa masyarakat kita sedang terjebak dalam copycat behavior. Perilaku di mana seseorang meniru atau mencontoh tindakan, gaya, atau ide orang lain.
Seperti ditulis Angelia Cipta Riska Nabella dalam artikel “Alasan Orang Suka Meniru, Itu Tanda Copycat Behavior (https://malanginspirasi.com)” bahwa perilaku itu bisa terjadi dalam berbagai aspek kehidupan.
Mengapa seseorang menunjukkan perilaku ini? Menurut si penulis artikel tersebut karena:
Kurangnya kepercayaan diri: Mereka merasa lebih nyaman mengikuti orang lain daripada menampilkan keunikan diri sendiri.
Terobsesi dengan seseorang: Mereka menganggap orang yang ditiru sebagai panutan atau sosok ideal.
Tidak memiliki pendirian: Kesulitan dalam membuat keputusan sendiri membuat mereka cenderung mengikuti orang lain
Rasa iri: Mereka ingin memiliki atau mencapai hal yang sama seperti orang yang ditiru.
Adakah perilaku tersebut sedang terjadi disekitar pembaca? Mudah-mudahan tidak. Apabila terjadi, apa yang harus dilakukan agar tidak terjebak dalam masyarakat copycat behavior?
Ya, harus percaya diri; tidak terobsesi kepada seseorang; punya pendirian teguh; dan hilangkan rasa iri. Bisakah? Dimana ada kemauan disitu pasti ada jalan.[]
