Akhirnya, Revitalisasi Danau Lut Tawar Masuk RPJM Nasional

oleh

Oleh : Dr. Marah Halim, S.Ag., M.Ag., MH*

‘Ratusan Proyek di Aceh masuk RPJM Nasional’, begini tajuk headline Harian Serambi Indonesia hari ini, Selasa, 29 April 2025. Jumlah persisnya tidak diungkapkan tetapi sekitar 200-an.

Berita ini memiliki sanad yang kuat karena diriwayatkan langsung oleh juru bicara Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh, Teuku Kamaruzzaman.

Kepastian masuknya proyek-proyek di Aceh setelah termuat dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2025-2029 yang merupakan terjemahan visi dan misi Prabowo-Gibran pada Pilpres lalu.

Kabar gembiranya adalah bahwa dari 200-an rencana proyek di Aceh itu, satu dari enam besar proyek strategis berkaitan langsung dengan pembangunan di wilayah tengah Aceh, proyek tersebut adalah ‘Revitalisasi Danau Lut Tawar”.

Persisnya, proyek ini menempati urutan ke-5 dalam headline tersebut; tidak ada informasi apakah pengurutan itu dibuat asal saja atau berdasarkan besaran anggarannya.

Apapun latarnya, sebagai masyarakat wilayah tengah Aceh, khususnya masyarakat Aceh Tengah wajib memanjatkan puji syukur seraya berdo’a agar proyek ini benar-benar menjadi kenyataan; dan sesuai nama proyeknya revitalisasi Danau Lut Tawar maka outcome yang dituju adalah kembalinya kondisi danau ke kondisi semula jadi agar mendatangkan manfaat yang besar bagi masyarakat Aceh Tengah khususnya dan masyarakat Aceh pada umumnya.

Diseminasi dan Sosialisasi

Diseminasi proyek ini perlu segera dilakukan kepada lingkungan internal pemerintah Kabupaten Aceh Tengah; semua perangkat daerah serta instansi vertikal agar menyesuaikan gerak dan langkah dengan “irama” dari Pusat ini.

Karena menyangkut DLT, maka hampir semua perangkat daerah harus memikirkan apa kontribusi nyata yang akan mereka berikan untuk mendukung pelaksanaan proyek itu. Momentum seleksi JPT yang saat ini sedang berlangsung kiranya adalah waktu yang tepat memberi “PR” kepada semua pejabat yang terpilih.

Ini sekaligus menjadi ajang uji yang sesungguhnya, apakah mereka benar-benar layak dan patut dipilih.

Dua hal penting yang harus segera dilakukan pemerintah daerah Aceh Tengah adalah pertama, pemerintah daerah khususnya pemerintah daerah Kabupaten Aceh Tengah harus menyesuaikan RPJM-nya dengan RPJMN tersebut agar proyek ini “mendarat” dengan mulus.

Kedua, khususnya kepada pemerintah Kabupaten Aceh Tengah untuk memitigasi, memetakan dan menyelesaikan masalah-masalah yang mungkin akan menghambat proyek revitalisasi itu, baik hambatan hambatan birokrastis dan hambatan sosiologis.

Selain diseminasi untuk kalangan internal, kepada kalangan eksternal pemerintah daerah perlu sejak dini melakukan sosialisasi, terutama sosialisasi kepada stakeholders yang berkepentingan langsung dengan fisik DLT, yaitu masyarakat sekeliling DLT serta para pelaku usaha wisata yang telah berinvestasi banyak.

Tidak kurang juga sosialisasi kepada pelaku-pelaku bisnis di Kota Takengon yang bersempadan langsung dengan danau dan selama ini “berkontribusi” memperparah kondisi fisik DLT.

Seperti pada umumnya proyek besar, maka tentu proyek revitalisasi yang sangat dinantikan ini disambut dengan berbagai reaksi atau respon yang belum tentu semuanya menyambutnya dengan senyum. Proyek yang terkait dengan hajat hidup masyarakat 5 kecamatan ini harus disambut bak tamu besar.

Marah Halim. (Ist)

Bukan hanya masyarakat di seputaran DLT yang harus segera disosialisasi, bahkan semua stakeholders yang ada harus segera diberi pengertian agar jangan menjadi “duri dalam daging”, “benalu” dan “nyamuk pengganggu” dalam proyek itu nantinya.

“Barang kecil urus sendiri”, celetukan yang kerap terlontar dari emak-emak di rumah manakala melakukan beres-beres rumah atau bersiap-siap untuk pergi.

Hal-hal yang berpotensi menghambat kehadiran proyek ini harus diselesaikan oleh pemerintah daerah, inilah maksud dari penyesuaian RPJMD Aceh Tengah dengan RPJMA dan RPJMN, agar saling mendukung dan saling melengkapi.

Biarlah proyek revitalisasi itu nantinya fokus mengerjakan hal-hal besar seperti revitalisasi hutan seputar DLT yang merupakan sumber air DLT, revitalisasi kawah danau sendiri yang mengalami pendangkalan, atau mungkin juga perlunya pelebaran jalan sempit yang saat ini sangat menyulitkan para wisatawan. Biarlah kerja-kerja kecil jadi proyek daerah dan diselesaikan secara adat oleh daerah.

Rapatkan shaf, lurus rapat dan rapi!

Rezeki bisa jadi sumber berkah atau sumber musibah, karena itulah proyek ini tidak boleh disambut dengan euforia; baik euforia pemerintah daerah maupun euforia masyarakat. Alih-alih euforia, malah harus disambut dengan kewaspadaan.

Dengan kondisi penegakan hukum kita saat ini yang carut marut, maka selain perlu payung hukum yang kuat, pemerintah daerah harus memiliki sistem administrasi yang kuat menangani proyek ini.

Kondisi yang terasa saat ini adalah tajamnya pisau penegak hukum manakala berhadapan dengan aparat dan istitusi sipil, apalagi pemerintah daerah.

Proyek besar tidak bisa ditangani dengan budaya kerja yang biasa-biasa saja sebagaimana menangani proyek kelas daerah. Proyek nasional maknanya semua aspek administrasinya ber-standar nasional.

Apapun fungsi pemerintah daerah nantinya; apakah sebagai eksekutor yang bertanggung jawab sepenuhnya atau sebagai fasilitator yang mempermudah perjalanan proyek nantinya, yang jelas segenap komponen masyarakat Aceh Tengah harus mempermudah “kelahiran” proyek ini.

Bupati Aceh Tengah harus segera “azan” menyerukan takbir atas besarnya amanah yang dibebankan pemerintah pusat ini. Selanjutnya sebagai “imam” harus mampu memobilisasi jama’ahnya (birokrasi, korporasi dan masyarakat sipil) untuk merapatkan shaf, terutama shaf terdepan yang harus diisi oleh orang-orang yang mampu memberi ide, saran, dan peringatan manakala Bupati menghadapi jalan buntu. Wallahu A’lamu.

**Widyaiswara BPSDM Aceh, Dosen STIHMAT Takengon

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.