Obral Karisma Demi Uang

oleh
Fauzan Azima (Foto : Kayu Kul)

Oleh : Fauzan Azima*

PADA abad ke-15, Martin Luther memprotes beberapa ajaran dan praktik Gereja Katolik Roma. Pria berkebangsaan Jerman itu menentang pihak gereja yang menjual surat pengampunan dosa atau bahasa lain disebut indulgensi.

Tujuan Paus menjual indulgensi untuk membangun Gereja Basilika Santo Petrus, yakni gereja terbesar di Vatikan, Roma. Gereja ini berdiri di areal seluas 23 hektar dan dapat memuat sekitar 60 ribu jemaat.

Kenyataannya, kekayaan Paus lebih dari Crassus, jenderal dan seorang politikus di Roma, yang tercatat sebagai salah seorang pria terkaya dalam sejarah dunia. Bedanya, kekayaan Paus bukan berasal dari uang sendiri.

Paus mengambil uang rakyat miskin. Martin Luther menyimpulkan Paus korup dengan menjual tiket palsu untuk masuk surga. Gerakan reformasi protes Martin Luther terhadap gereja Katolik Roma itulah pada akhirnya melahirkan sekte baru, yakni Kristen Protestan.

Godaan terhadap uang dan kekuasaan membuat seorang agamawan terkemuka mencari dalil untuk memudahkan jalan mengumpulkan pundi-pundi menumpuk kekayaan. Dan ini tidak hanya terjadi pada Paus.

Pada 1992 sampai 1998 terjadi perpecahan di gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Seperti banyak perpecahan dalam satu kelompok, perseteruan di HKBP ini, lagi-lagi, melibatkan uang dan kekuasaan.

HKBP terpecah menjadi dua kelompok; pihak SAE. Nababan dan pihak PWT Simanjuntak. Keadaan ini membuat para jemaat terlibat berbagai bentrok fisik. HKBP Pimpinan SAE Nababan didukung gereja-gereja lain. Sedangkan HKBP pimpinan Simanjutak didukung pemerintah, ABRI (saat ini TNI) dan Bakarstanasda.

Konflik intern dalam HKBP diperparah dengan beroperadinya PT Inti Indorayon Utama (PT IIU) yang kemudian berubah menjadi PT Pulp Toba Lestari (PT PTL) milik Sukamto Tanoto. Perusahaan ini mengeksploitasi dengan menebang pinus di sekitar Danau Toba.

Uang dan kekuasaan memecahkan jemaat HKBP sebagai kelompok keagamaan terbesar ketiga di Indonesia setelah Nahdalatul Ulama dan Muhammadiyah. Begitupun, pendeta SAE Nababan tetap memilih prinsip berdiri bersama masyarakat menentang PT IIU.

Enam abad setelah kelahiran Kristen Protestan dan 26 tahun setelah konflik intern di HKBP, di tempat kita justru ulama baru akan bermain api dan kekuasaan.

Kami sebagai orang Aceh, yang menghormati ulama, merasa malu dengan beredarnya foto Abu Kuta Krueng yang menerima amplop dari penjabat Gubernur Aceh, Bustami Hamzah.

Masih lekat dalam ingatan para ulama bagaimana Teungku Abdul Wahab bin Abbas bin Sayed al Hadhrami, yang populer dengan sebutan Teungku Abdul Wahab Seulimum, menolak bantuan dari Gubernur Ibrahim Hasan yang kadung sudah dikirim ke Dayah Ruhul Fata di Seulimum.

Abu Seulimum mendatangi Ibrahim Hasan di Meuligo Aceh dan mengetok-ketok kepala gubernur itu serta mengembalikan bantuan pemerintah. Abu Seulimum mengatakan masih banyak rakyat miskin di Aceh yang patut menerima bantuan.

Sejarah mencatat banyak peristiwa kelam dan perpecahan di masyarakat karena uang dan kekuasaan. Kelahiran Kristen Protestan dan perpecahan jemaat gereja HKBP, meskipun bukan dari kalangan Islam sendiri, patut dijadikan sebagai pelajaran bahwa uang dan kekuasaan sepatutnya dijadikan untuk menyatukan ummat, bukan mengerdilkan ummat dan ulama Aceh.

(Mendale, Agustus 20, 2024)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.