Dari Azteca Untuk Malvinas (Kisah Hidup Maradona)

oleh

Oleh : Bung Alkaf

Gary Lineker mengenang pertandingan 22 Juni 1986 di kediaman Maradona, di Buinos Aires. Saat itu, dia melaksanakan liputan dari BBC tentang kehidupan Diego Armando Maradona setelah bertahun-tahun pensiun dari sepak bola.

Liputan itu diberi tajuk, When Lineker Met Maradona. Dia berbicara panjang lebar dengan pesepak bola yang datang dari satu generasi dengannya. Linerker cakap berbicara dalam bahasa Spanyol. Dia menguasai bahasa itu dengan baik karena pernah bermain di Barcelona sejak tahun 1986-1990. Di Barcelona, keduanya tidak bertemu, sebab Maradona, sejak tahun 1984, sudah pindah ke Napoli.

Dalam pembicaraan yang akrab, Maradona mengajak Linekar bersantap siang bersama keluarganya. Mereka berbicara banyak hal, terutama tentang dua gol yang diciptakan Maradona di babak Perempat Final Piala Dunia Mexico 1986. Mereka berbicara gol itu dengan penuh kenangan.

“Bagi kami di Inggris, gol itu satu kecurangan,” kata Lineker membuka pembicaraan. Maksud Linker adalah gol pertama Maradona ke gawang Peter Shilton. Mendengar itu, Maradona menjawab dengan tertawa, “Itu bukan curang, melainkan sebuah pertunjukan seni.”

Bagi Maradona, gol itu perpaduan “tangan” Tuhan dan kepalanya. Lalu, Lineker mengatakan, di ujung pembicaraan itu, “Kami tidak menyalahkanmu, melainkan menyalahkan wasit dan hakim garis.”

Keduanya lalu berbicara tentang gol terbaik abad kedua puluh. “Apakah itu menjadi mudah karena berhadapan dengan pemain Inggris?”tanya Lineker

Maradona mengatakan bahwa lebih mudah melakukan hal tersebut melawan pemain-pemain dari Brasil, Uruguay atau Italia. Melawan pemain Inggris adalah hal yang berbeda. Pemain Inggris bermain dengan dengan elegan. Mendengar itu, Lineker menimpali, bahwa sebenarnya mereka ingin menangkapnya, tetapi tidak mampu.

Dalam satu wawancaranya yang lain, Maradona mengetahui ketidakmampuan pemain Inggris mengejarnya kala itu, salah satunya adalah Tery Butcher. Dalam pertemuan keduanya, Butcher mengakui sudah berusaha keras untuk menghadang Maradona, “Setiap aku mendekatimu, yang terlihat hanyalah nomor punggungmu.”

Gol kedua Argentina begitu dikenang, mungkin salah satunya karena peranan Victor Hugo Morales. Dia merupakan reporter pertandingan Argentina melawan Inggris itu. Melalui suaranya, Victor Hugo Morales mengantarkan daya magis dari peristiwa tersebut. Dia memberi laporan pandangan mata yang detail, dari gerakan awal sampai terciptanya gol itu.

“Ahi la tiene Maradona (Maradona menguasai bola), lo marcan dos (dia dikawal dua orang), pisa la pelota Maradona (Maradona mengontrol bola), arranca por la derecha (mengawali dari sisi kanan), el genio del futbol mundial (sang pesepakbola jenius di dunia), y deja el tercero (dia melewati pemain ketiga), y va a tocar para Bruchaga (Dia akan mengumpan ke Bruchaga).

Dalam satu wawancaranya, gerakan indah Maradona itu ternyata meninggalkan cerita. Bahwa ketika dia dikepung pemain-pemain Inggris, dia melihat dua rekannya, Burruchaga dan Valdano ikut berlari membuka ruang baginya. Terbersit dalam pikirannya untuk membagi bola itu, tetapi situasi saat itu tidak memungkinkan. Para pemain Ingris semakin mengerubunginya. Lalu, Maradona memutuskan membawa bola itu sendirian memasuki kotak penalti Inggris.

Morales melaporkan hal itu, kemudian dia menjadi gila!

“Siempre Maradona! (masih Maradona!), Genio! Genio! Genio! (Jenius! Jenius! Jenius!), ta-ta-ta-ta(ta-ta-ta-ta). Dan Morales berteriak tanpa henti. Dia meneriakkan kata gol dengan sangat panjang dan berulang-ulang, “goooooooooolll…! Goooolll…! Setelah itu, Morales kehilangan kesadaran. Dia merapal kata tanpa henti:

“Quiero llorar (Saya ingin menangis), Dios Santo (Tuhan yang Suci), viva el futbol (panjang umur sepakbola), golazooo… (gol yang sangat indah), Diegoooo…(Diego…), Maradona! (Maradona!), Es para llorar, perdonnme (maaf, saya menangis), Maradona (Maradona!), en una corrida memorable (lari yang dikenang), en la jugada de todos los tiempos barrilete cosmico (oleh pemain terbaik yang pernah ada di tataran kosmik kita).

Perhatikan cara Morales menyebutkan Maradona, “De que planeta viniste ? (mana planet mana kamu datang?), para dejar en e camino a tanto ingles (meninggalkan di belakang banyak pemain Inggris), para que el pais sea un puno apretado (sehingga negara kita dapat mengepalkan tinju), gritando por Argentina (sorak-sorai untuk Argentina), Diego, Diego, Diego Armando Maradona, Gracias Dios (Puji Tuhan), por el futbol, por Maradona (untuk sepakbola, untuk Maradona).

Setelah gol itu, Maradona tidak lagi sama. Dia telah melakukan pendakian spritualitas sepak bola. Maradona melakukan perjalanan ma’rifat seperti dalam sufi, hal yang membuatnya menjadi Santo untuk negaranya dan manusia yang dibelanya. []

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.