Oleh : Karimansyah*
Hampir semua negara di dunia berusaha memasarkan berbagai daya tarik negaranya. Dengan tujuan agar orang mau berkunjung kesana. Diantaranya memasarkan keindahan alam, bisnis hiburan, keunggulan pendidikan, sampai situs-situs peninggalan purbakala.
Mereka tidak segan-segan memasang iklan berbiaya mahal di event-event internasional. Misalnya kita pernah membaca iklan Visit Malaysia di ajang MotoGP.
Semua itu dilakukan agar warga dunia tertarik berkunjung ke negara tersebut, demi meningkatkan perekononian masyarakatnya. Uang pengunjung mengalir mulai dari membayar visa masuk (untuk negara), sampai devisa yang ditinggalkan di negara tujuan (untuk masyarakat dan pemerintah daerah).
Visa masuk adalah uang yang masuk ke kas negara. Sedangkan devisa yang ditinggalkan terdiri dari uang membayar penginapan, membayar makanan dan minuman, belanja souvenir, sampai biaya menikmati berbagai wahana hiburan.
Begitulah industri pariwisata bekerja. Industri yang mengalirkan uang wisatawan ke berbagai sektor di daerah tujuan. Bukan hanya itu, uang wisatawan akan mengisi kas pemerintah daerah melalui retribusi obyek wisata, pajak hotel dan restoran, pajak hiburan, serta retribusi parkir.
Pajak dan retribusi daerah, selanjutnya digunakan membiayai promosi wisata maupun event kebudayaan dan olah raga. Semuanya bertujuan untuk meningkatkan arus kunjungan wisata.
Dengan banyaknya wisatawan berkunjung, dipastikan hotel, penginapan, restoran, cafe, warung dan wahana hiburan akan penuh. Otomatis penerimaan pajak dan retribusi akan terdongkrak naik.
Selanjutnya, dana dari pajak hotel dan restoran, pajak hiburan dan retribusi akan dialokasikan untuk perbaikan sarana dan prasarana umum, baik untuk menuju obyek wisata maupun di lokasi wisata itu sendiri.
Oleh karena itu, pengembangan pariwisata suatu kawasan bukan hanya kerja satu lembaga (dinas pariwisata). Melainkan kerja kolaborasi semua stake holder, semua dinas daerah, pemilik hotel dan restoran (cafe dan warung), pemilik usaha pariwisata serta masyarakat.
Kerja kolaborasi atau kerja keroyokan ini sangat diperlukan. Sebab, industri pariwisata sudah membuktikan dapat mengalirkan rezeki kepada banyak pihak.
Lebih-lebih daerah kita sudah dikenal luas oleh para wisatawan. Mereka lebih memilih Danau Laut Tawar sebagai destinasi, karena alasan panorama, suhu udara dan keramahan.
Senada dengan tutur bijak atau perimustike Gayo “timah lemut kin penyamut, turut payu kin pentalu.” Artinya, lemah lembut dalam menyambut atau menerima tamu, serta santun dalam menyapa.
Saatnya kita kuatkan pesan perimustike itu sebagai budaya, sampai akhirnya menjadi kekuatan dan daya tarik pariwisata bagi daerah ini.
Menyatukan gerak langkah kita dalam meningkatkan arus kunjungan wisata, semua pihak harus memahami makna dari perimestike: “melie ni jamu kerna empu ni umah.”
Empu ni umah adalah pemda, dunia usaha, pegiat pariwisata dan masyarakat. Kekompakan kerja empu ni umah ini akan menempatkan industri pariwisata sebagai lapangan usaha andalan di Aceh Tengah.
Teluk Pukes, 26 Mei 2024.