Kakek Tua dan Wang Kenil

oleh

Oleh : Kenara Seni*

Malam itu, aku dan seorang teman sedang menikmati malam disalah satu penginapan yang terletak di sudut Danau Lut Tawar. Dengan suasana berkabut, hujan rintik, cuaca dingin, menyelimuti seantero kawah negeri kopi Arabika ini.

Tersentak bangun dari lelap tidurku karena ada gangguan suara, ku terjaga dan terbangun mencoba mencari sumber suara itu ternyata teman tidur disebelah ku sedang mengigau, aku coba tenangkan diri.

Suara aneh yang diucapkan terdengar samar, sesekali tangannya menunjuk kearah yang tak menentu. Perasanku hanyut mengikuti igauannya.

“Auskbedigebs.sb Nil.nil.nil,” begitu sekilah aku mendengar.

Aku masih penasaran, mimpi apa kira-kira temanku ini?

“Apa maksudmu? Sungai Nil kah?” Ku coba bertanya pada temanku itu.

” kbskbsk..Wang..wang….nil.nil.nil,” jawabnya, dalam tidur nya.

Aku berpikir, apakah dia tau pertanyaanku dan dalam pikiranku apakah dia masih mimpi, aku jadi penasaran! Ku bertanya lagi.

“Woy kamu ngomong apa?” Teriak ku padanya.

“Auwbs…Wang Nil, Wang Nil, Wang Nil,” suara temanku semakin jelas.

Aku jadi penasaran, jangan-jangan dia kesurupan. Pikiranku mencoba cari tau, apa itu Wang Nil? Mungkin saja, kuda Nil? Berawang Kenil? atau ada Nil-Nil yang lain. Ku coba membangunkan temanku itu dari tidurnya dan menyadarkannya.

“Apakah kau mimpi buruk?” tanyaku, penasaran.

“Astagfirullah hal Azzim!, kubayangkan dalam mimpi itu, ada ular besar sedang memakan separuh badan manusia yang hampir tertelan. Jadi, ada sosok orang tua mengingatkan kami, untuk menyemangati ular itu agar secepatnya memakannya. Dengan mengucapkan, Wang Nil sebanyak banyaknya,” menceritakan kejadian mimpi temanku.

“Kau tau siapa yang dimakan ular itu,” tanyaku pada temanku.

“Sepertinya saya kenal!, dia sosok orang yang diberi kepercayaan di negeri ini tapi tidak amanah dan merugikan banyak orang, makanya atas perintah kakek tua itu kami berteriak Wang Nil, Wang Nil sebanyak banyaknya,” jelas temanku.

“Aduh, ngeri banget mimpimu, hatiku jadi dag dig dug serr,” gumamku.

Setelah bercerita tentang mimpi itu, kami pun menunggu keajaiban matahari terbit, jika kita telah menunggu dalam kegelapan.

Pante Menye, 5 Oktober 2023

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.