Oleh : Fauzan Azima*
Pada tanggal 17 Agustus 2023 lalu, mantan Sekda Aceh Tengah, Ama Karimansyah pada dinding Facebooknya menulis, “Tetibe tetusuk mayo ku kepoh, meh magoh kurik sara tarak.” Banyak dari kita yang tidak “ngeh” dengan ungkapan itu.
Tetusuk dalam Bahasa Gayo dan dalam bahasa Indonesia disebut cerape, yaitu hewan karnivora kecil anggota suku herpestidae. Hewan ini berperan sebagai mesopredator dan memiliki variasi mangsa luas. Cerape sendiri tergolong dalam mamalia kecil dalam kelompok garangan.
Setiap kali “Tetusuk” atau “cerape” bereaksi di kandang ayam pada malam hari, sasarannya khusus mata ayam. Dia tidak pernah memakan dagingnya. Tapi paginya kita dapati ayam-ayam itu sudah mati secara misterius. Peristiwa Ini bisa diibaratkan sebagai pejabat yang menjadi mesin ATM bagi APH. Pelan-pelan dimiskinkan, lalu mati secara ekonomi.
Sebab itu beberapa kalangan mengatakan, lebih baik menjadi tersangka KPK daripada menjadi tersangka APH di daerah karena lembaga anti rasuah itu tidak “meng-ATM-kan” tersangkanya. Sehingga setelah terpidana koruptor bebas, tidak terkuras seluruh hartanya. Setidaknya masih ada aset-asetnya yang tersisa untuk menghidupi keluarganya.
Dengan begitu inti dari makna kekecewaan Ama Karimansyah adalah “Aparat Penegak Hukum (APH) bergerak masuk ke negeri kita, para pejabat mulai kalang kabut.”
Sebagian pejabat berusaha sembunyi dari kejaran APH dengan membangun alibi. Tapi sepandai-pandai menyimpan istri muda, akhirnya tua juga. Dengan kata lain, sehebat apapun berlari dan menyembunyikan diri, tetap ketahuan dan akhirnya tertangkap. Ya…ibarat prilaku “kintis kedil” berusaha menyembunyikan kepalanya, tapi memamerkan (maaf) ekornya.
Siapapun dan apapun profesi kita, harus tetap menjunjung tinggi nilai-nilai adab yang tidak saja berlaku bagi kehidupan normal, tetapi juga penting bagi orang berperilaku menyimpang; seperti pencuri dan perampok. Adab mencuri adalah “tunin” atau “menyembunyikan” hasil curiannya. Sedangkan adab merampok adalah “sangkan” atau “dibawa lari jauh-jauh” hasil rampokannya.
Lebih parah lagi, pejabat kita di sana sangat kentara telah berpuak-puak. Kelompok yang sedang berkuasa sekarang disebut-sebut sebagai “dewan jenderal”. Siapa mereka itu, waktu akan menjawabnya.
Saya bisa merasakan ungkapan perasaan Ama Karimansyah yang dengan tulus bertahun-tahun menata dan membina ASN di negeri ini agar lebih baik, tapi baru saja beliau meninggalkan pagar kantor bupati, keadaan kembali carut marut.
Kantor bupati sepeninggal Ama Karimansyah seperti cerita ayat Qur’an Surat An-Nahl ayat 92 “Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali.”
Asbabun nuzul ayat tersebut di atas, seorang wanita Quraisy dari Bani Tim yang dungu, terkenal dengan julukan Ji’ranah yang sehari-hari kerjanya memintal benang setelah rapi lalu mengurainya kembali menjadi berantakan.
Ji’ranah diabadikan menjadi sebuah Masjid dan salah satu tempat untuk mengambil miqat (tempat dimulai umrah), yang terletak pada perkampungan di Wadi Saraf, kurang lebih 24 kilometer dari Masjid Al Haram sebelah Timur Laut.
Kisah Ji’ranah tentu saja bukan sekedar cerita, tetapi juga menjadi pelajaran bagi kita, jangan sampai pribadi kita yang telah sudah susah payah menata kebaikan sejak lama tetapi akhirnya dirusak dengan satu keburukan.
(Mendale, Agustus 26, 2023)







