Oleh : Noerwisata (Wisnu Hasan)*
Idul Adha 1444 H, sudah usai. Ribuan atau bahkan jutaaan hewan Qurban disembelih. Umat muslim di seluruh dunia bersuka cita, terlebih bagi orang yang berqurban akan dihitung sebagai ibadah, dengan kebaikan berkali-kali lipat.
Namun bagi ribuan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mengabdi untuk Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah terselip sebuah cerita yang bisa dikatakan kurang sedap, tepatnya kurang menggembirakan.
Hal itu, karena Pemkab belum membayarkan hak mereka berupa gaji 13, yang seharusnya sudah diterima pada pertengahan Juni 2023 lalu.
Harusnya, hak mereka itu bisa digunakan sebagian untuk berqurban pada Idul Adha ini. Namun apa lacur. Tanda-tanda es mencair masih jauh panggang dari api.
Penulis sempat bercerita dengan salah seorang ASN di lingkungan Pemkab Aceh Tengah. Ia menuturnya, betapa pahitnya kondisi keuangan mereka saat ini.
“Tunjangan kinerja belum ada kejelasan, gaji 13 belum juga cair, bahkan kegiatan di kantor banyak yang dipangkas,” keluh ASN itu.
Keluhan itu, sebenarnya mewakili keluhan dari ribuan ASN di negeri di atas awan itu, yang telah melaksanakan tugasnya sebagai abdi negara. Namun, nyatanya hak-hak mereka belum dibayarkan.
Hal ini, merupakan duka getir ASN Aceh Tengah. Ingin menjerit, tak tau kemana.
Melihat kondisi ini, tentunya harapan kita kepada 30 anggota DPRK Aceh Tengah, ikut andil memberikan pengawasan terhadap keuangan daerah yang kabarnya morat-marit dengan alasan defisit.
Begitu juga dengan pihak penegak hukum baik Polisi hingga Kejaksaan. Masyarakat juga berharap, jika ada tata kelola keuangan daerah yang tidak sesuai, untuk segera di proses hukum.
Sejumlah, temuan pada audit BPK sudah menjadi cukup bukti, bahwa pengelolaan keuangan daerah di tahun 2022 kacau balau. Seperti apa kata, besar nafsu tapi kemampuan tak ada.
Jika dibiarkan berlarut, defisit daerah yang katanya mencapai seraturan milyar lebih, masih akan terus menjadi senjata pamungkas, alasan birokrat negeri ini.
Bahkan, ada indikasi beberapa pejabatnya malah menjadikan situasi ini untuk mencari cuan “haram” untuk kepentingan pribadi.
Kita berharap agar sejumlah institusi, mulai dari DPRK BPK, kejaksaan, hingga kepolisian turut campur tangan agar hak-hak ASN yang belum tertunaikan segara dituntaskan. Dikit-dikit, alasannya defisit.
Lalu, siapa yang paling bertanggung jawab terhadap tata kelola keuangan daerah? Jawabannya yang kita tahu bersama adalah Sekda. Karena memang, jabatan Sekda lah sebagai kuasa pengguna anggaran di suatu daerah.
Bukan mau mencari kesalah, tapi tulisan ini sebagai ikhtibar bersama para birokrat negeri ini, terutama pucuk pimpinannya agar tetap memegang amanah rakyat. Karena yang dikelola memang uang rakyat, bukan uang pribadi dan golongan tertentu.
*Pemerhati Pemerintahan