Membaca Petunjuk Zaman

oleh

Oleh : Fauzan Azima*

SETIAP zaman memiliki mekanisme sendiri untuk selamat. Contoh mudahnya, urutan jalan keselamatan dari sisi keyakinan, animisme, dinamisme, Konghucu, Tao, Hindu, Budha, Kristen dan Islam. Dan hanya keyakinan yang ajakan untuk berbuat baik dan berpikir kritislah yang mampu bertahan.

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.”

Sejak dunia diciptakan, zaman terus berubah. Namun beberapa peristiwa seperti dejavu, terus berulang. Kita menyebut hal itu dengan istilah sejarah berulang. Dari pengetahuan setiap zaman itu, kita belajar mengambil hikmah untuk dijadikan pedoman agar selamat dalam hidup dan kehidupan melalui saringan akal, pikiran, rasa dan perasaan.

Seperti hidup, zaman terus berproses, seperti makhluk hidup berevolusi. Dalam dunia medis, orang sakit perlu proses, waktu, untuk memulihkan kesehatan. Semua tergantung tingkat kerusakan, ketepatan metode penyembuhan. Dulu orang menganggap penyakit sebagai ujian dari Tuhan, kini tepatnya bahwa manusia dihukum atas kesalahannya.

Tapi yang jelas, tidak ada yang jatuh dari langit dengan cuma-cuma. Dulu kita pernah mendengar ihwal “uang ghaib”. Uang yang didapat bukan dari bekerja, atau merampok. Uang model ini didapat dengan mengakses dunia tak kasat mata walau uangnya tetap bisa dipegang. Lantas, setelah Kanjeng Dimas ditangkap, nama itu adalah orang yang mengaku bisa mengakses dana tak terbatas dari dunia gaib, praktek lancung itu tidak pernah terdengar lagi.

Dalam urusan kesaktian atau ilmu kanuragan juga perubahan itu terjadi. Mungkin karena ilmu yang satu ini kalah cepat dari peluru. Orang-orang yang merasa sakti, pada sekitar tahun 1982, banyak yang mati konyol setelah diterjang timah panas. Ini terjadi di sebagian daerah Jawa dan Lampung. Para jagoan itu mati massal dalam peristiwa yang disebut sebagai “Petrus” atau penembakan misterius.

Ilmu pengetahuan, pengalaman manusia, mengajarkan banyak hal baru sehingga kesaktian atau hal-hal gaib yang dulu pernah diyakini kini semakin absurd dan jadi bahan tertawaan. Dukun kalah pamor dari agen perjalanan yang menawarkan healing ke berbagai daerah untuk mengurangi stres atau sekadar ingin memulihkan jiwa yang lelah. Jadi, salah besar jika kita memilih dukun untuk mengobati hal-hal yang tak terlihat. Sebab mereka lebih sering mempermainkan jiwa manusia.

Cerita pemberontakan di Aceh juga sudah habis “kontrak” sejak damai GAM dan RI pada 15 Agustus 2005. Sejak itu, siapapun atau ideologi apapun yang menjadi dasar kelompok yang mencoba membangun kekuatan malawan Jakarta dibuat tak berkutik. Sebagian dari mereka mati sia-sia. Pemberontakan di Aceh setelah perdamaian itu seperti duda yang kebelet kawin. Dicari ke mana-mana, tetap tak ada satupun jodoh ditemukan. Ada saja hambatannya. Sampai orang tua beramanah, “berhentilah mencari jodoh sampai kamu benar-benar mendapat petunjuk berdasarkan qudrat dan iradat-Nya.”

Pendidikan yang berbasis agama, di masa depan bisa jadi tutup, mungkin karena biaya belajar di sana terlalu tinggi atau menyimpang dari ajaran kebaikan dan kemanusiaan. Demikian juga soal ijazah yang kini tidak lebih penting dari sertifikat keahlian. Dulu orang bertanya, “kamu tamatan apa?” Tapi kini, pertanyaan itu berubah, “apa karyamu?” Bu Susi Pujiastuti bisa jadi menteri karena punya karya bukan karena ijazah.

Satu hal penting yang harus dipegang oleh setiap orang di zamannya adalah selalu berbuat baik; jangan pernah menyimpan kebencian walau seukuran debu dan jangan ada kesombongan walau seukuran debu dan berkasih sayanglah kepada semua makhluk. Itulah inti ajaran dari kitab Insan Kamil yang kini menjadi perdebatan yang tidak sehat. Kini ajaran kebaikan itu dirangkum lebih sederhana, tetapi sangat sulit menggerakkannya; yaitu manusia harus berlaku benar, eling, jujur (BEJ) agar selamat dalam hidup dan kehidupan.

Salah satu kampanye penting dalam menggerakkan BEJ, sebagai upaya menjadi manusia seutuhnya adalah menjaga keutuhan rumah tangga. Menjaga diri sendiri, istri dan anak-anak. Jangan sampai suami maupun istri berselingkuh, anak gadis kehilangan kesucian dan anak bujang kehilangan keperjakaannya. Berat memang, tapi yakinlah semua akan indah pada waktunya.

(Mendale, April 28, 2023)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.