Oleh : Rahmad Rizki (Paddle)*
Pada hari kamis pukul 17:30 WIB, kami dari Mahasiswa Gajah Putih Pecinta Alam (MAHAGAPA) melintasi kawasan kecamatan Celala Aceh Tengah melihat seekor beruang madu (Helarctos malayanus) masuk ke lahan persawahan dan perkampungan masyarakat di kampung Berawang Gading.
Saat itu kami menyaksikan masyarakat berbondong-bondong mengusir dan berniat membunuh satwa liar tersebut. Padahal, berdasarkan Permen LHK Nomor 106 Tahun 2018, beruang madu merupakan salah satu jenis dengan status yang dilindungi. Yang artinya dalam situasi konflik antara satwa ini dan masyarakat, kehadiran Tim BKSDA sangat dibutuhkan secara cepat.
Tapi, berdasarkan apa yang kami saksikan di lapangan, dalam kasus ini, tidak ada respon cepat dari pihak terkait.
Langkah yang dilakukan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) WIL. 5 Aceh dalam melakukan penagangan satwa liar ini sangat lambat.
Karenanya, saya sebagai ketua umum MAHAGAPA atas nama organisasi menyatakan kecewa dengan sikap BKSDA Wilayah 5.
Perlu diketahui, keberadaan beruang madu yang mengancam keselamatan masyarakat ini kami tanyakan kepada reje kampung Berawang Gadeng, bapak Mahajar, beliau mebenarkan adanya satwa liar yang masuk ke kawasan desa dan juga sudah meresahkan masyarakat setempat.
Menurut keterangan orang nomer satu di kampung Berawang Gading ini, beruang madu tersebut sudah masuk ke perkampungan selama 5 hari terakhir.
Situasi seperti ini tentu saja sangat meresahkan masyarakat setempat, yang sangat khawatir pada keselamatan mereka dan anak-anak mereka.
Setelah mendapat konfrimasi, tim Mahagapa mencoba memberikan pemahaman kepada masyarakat dan pemerintahan desa Berawang gadeng untuk tidak membunuh hewan dilindungi tersebut, sayangnya usaha ini tidak didukung dengan serius oleh BKSDA Wilayah 5.
Ini berani saya katakan, karena saya secara pribadi langsung mendapat konfirmasi dari pihak BKSDA Wil. 5 melalui sambungan telepon pukul 17.47 WIB tadi, yang mana mereka mengatakan tidak bisa turun karena melihat waktu sudah hampir magrib.
Alasan lain, mereka mengatakan bahwa tim BKSDA sedang tidak berada di tempat.
Mengingat gentingnya situasi, alasan ini tentu saja tidak bisa diterima, alasan ini memberi kesan kalau BKSDA Wilayah 5 menganggap remeh situasi yang dihadapi masyarakat yang terancam keselamatannya oleh satwa dilindungi.
Untuk itu, kami menuntut BKSDA Provinsi
Aceh untuk mengevaluasi keberadaan timnya yang berada wilayah 5 tepatnya di kabupaten Aceh Tengah.
*Penulis adalah Ketua Umum Mahasiswa Gajah Putih Pecinta Alam (MAHAGAPA)