Mengenal Sumang, Adat Gayo yang Berisi Larangan

oleh

Oleh : Hafizah Zahra*

Takengon adalah salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Aceh, berada 1.200 M di atas permukaan laut membuat kota ini menjadi negeri di atas awan dan memiliki panorama alam yang indah. Dengan luas kota mencapai 4.454.50 km2 dan jumlah penduduk mencapai angka 219,44 jiwa.

Penduduk di Takengon memiliki beragam agama, ras, suku dan budaya. Salah satu suku yang mendominasi di kota Takengon dan merupakan suku asli Takengon ialah suku Gayo.

Suku Gayo memiliki banyak budaya yang begitu indah dan juga menarik bagi penduduk lokal maupun para pendatang yang ingin menikmati keindahan kota ini.

Berbicara mengenai budaya, suku Gayo memiliki salah satu adat budaya yang cukup menarik yaitu Sumang. Mengutip dari buku Sumang dan Kemali, menurut Ar. Hakim Aman Pinan, Sumang merupakan perbuatan atau tingkah laku yang melanggar nilai – nilai norma pada agama Islam.

Sumang juga lebih cenderung kepada perbuatan dosa. Dan, orang yang melakukannya juga termasuk merusak moralitas atau perbuatan manusia sehingga Sumang dianggap tidak terpuji.

Merujuk dari pengertian di atas, masyarakat Gayo mempercayai bahwa Sumang dapat merusak moral manusia. Selain itu, sumang juga mengandung aturan yang mengatur tata cara berineraksi dengan sesama.

Masyarakat Gayo mengenal 4 jenis sumang yang dapat merusak moral manusia, diantaranya Sumang Penengonen (penglihatan), Sumang Perceraken (perkataan), Sumang Pelangkahen (perjalanan), dan Sumang Kenunulen (kedudukan).

Sumang Penengonen (sumang penglihatan) merupakan cara atau sasaran melihat yang tidak pada tempatnya, seperti orang dewasa yang melihat dengan cara marah (mujoreng) kepada orang tua atau yang lebih tinggi umurnya, melihat aurat laki – laki atau perempuan. Melihat atau mengintip sesuatu yang bisa menumbulkan dosa atau mudharat.

Larangan melihat aurat atau memperlhatkan aurat atau memandang secara birahi, dianggap tabu dalam masyarakat karena dikhawatirkan dapat terjerumus dalam kemaksiatan.

Sumang perceraken (perkataan) adalah larangan untuk berbicara tidak sopan terhadap orang yang lebih tua dari kita. Kata-kata yang tidak menghormati orang lain dan kata-kata yang kotor dalam berbicara harus memperhatikan siapa lawan berbicara. Memanggil dengan menggunakan panggilan atau tutur yang sesuai dengan usianya.

Apabila berbicara dengan orang yang seusia dengan ibu kita maka ada baiknya memanggilnya ibu, apabila berbicara dengan perempuan yang lebih tinggi usianya dibanding kita ada baiknya memanggil kakak, begitu pula dengan laki-laki yang seusianya dengan ayah kita ada baiknya memanggilnya bapak atau panggilan lainnya yang sesui dengan panggilan untuk orangtua.

Misalnya, berbicara antara dua orang yang berlawan jenis dengan cara atau isi pembicara yang tidak baik atau tidak wajar dibicarakan, baik ditempat tertutup maupun terbuka, baik berbisik-bisik maupun terang-terangan.

Perkataan yang termasuk sumang ialah berkata kasar, sombong, angkuh, dalam bahasa gayo disebut bercerak sergakatau jis atau jengkat (tidak sopan), nada suara yang tinggi saat seorang anak berbicara dengan orang tuanya.

Sumang percerakan berlaku juga kepada pemimipin, guru, dan orang yang dipandang terhormat, menurut budaya Gayo, termasuk perilaku sumang bila tidak hormat dan tidak menghargai serta tidak memuliakan orang yang seharusnya dihormati, dalam istilah budaya Gayo dinamakan jis.

Dalam pepatah Gayo menghormati dan menghargai itu diungkapkan dalam kata petuah ta’zim.Kin reje demu denie, ta’zim kin guru demu ilmu (artinya, patuh kepada ratu dapat dunia, patuh kepada guru dapat ilmu).

Sumang pelangkahen (perjalanan) merupakan sumang melakukan perjalanan dengan keangkuhan dan kesombongan serta melakukannya sekehendak hati.

Misal, sumang pelangkahen karena berkhalwat dengan bukan mahram nya, karena bila seorang laki-laki dan perempuan berduaan akan dikhawatirkan melakukan perzinaan.

Sumang kenunulen (kedudukan) hal yang tabu bila dikerjakan saat duduk dihadapan orang. Misalnya laki-laki dan perempuan yang bukan muhrimnya duduk bersama-sama.

Aturan adat ini telah dilakukan oleh mayoritas orang Gayo, yang apabila ada seorang laki-laki kedapatan sedang duduk berdua-duaan akan ditangkap dan diserahkan kepada pemerintah setempat.

Sumang kenunulen mengatur bila seorang yang lebih muda tidak layak duduk berpapasan atau tempat duduknya lebih tinggi dengan orang yang lebih tua seperti bapak, ibu, guru, dan orang yang setara dengan mereka.

Setelah melihat dan memahami apa itu sumang dan beberapa jenisnya kita dapat percaya bahwa setiap kebudayaan dari berbagai suku memiliki niat baik tersendiri baik untuk masyarakat lokal bahkan pendatang sekalipun, sumang dapat menjadikan kita manusia yang lebih bermoral dan paham bagaimana mana tata cara berinteraksi dengan sesama serta tidak melanggar norma agama Islam.

• Siswa Kelas XII IPA 1, SMAN 1 Takengon

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.