Oleh : Fauzan Azima*
BERADA di sisi yang kalah, apalagi menjadi orang yang kalah, tidak pernah mudah. Bahkan butuh waktu relatif lama untuk bisa mengakui kekalahan, seperti lirik lagu Berhenti Berharap yang diciptakan oleh Erros Candra, gitaris Sheila on 7. Move on dari kekalahan tidak pernah benar-benar mudah.
Yang jelas, seseorang yang merasakan hal itu perlu waktu untuk kembali berpikir jernih dan kembali bekerja. Bahkan di Negeri di Atas Awan, Kerani, yang kalah dalam pertaruhan, belum siap menerima kekalahan. Lantas datang perintah dari pemenang untuk menyiapkan segala sesuatu menyambut dirinya di tempat tugas baru. Jelas saja Kerani bengong. Situasi jadi kikuk.
Syahdan, Kerani menerima surat keputusan dari saingannya untuk mempersiapkan segala sesuatu terkait upacara pembaitan. Sebelum berangkat ke Negeri di Atas Awan, Kerani menerima perintah pertama dari atasan barunya. Selaku bawahan langsung, Kerani diperintahkan untuk mempersiapkan jamuan penyambutan atasannya yang memenangkan kompetisi.
“Jangan lupa masakan ikan depik pengat,” demikian isi perintah pemangku penguasa.
Salah satu sumber menyebutkan, orang pinter berpesan kepada pemangku, syarat bertahan sebagai pemimpin di negeri dingin itu, makanan pertama harus ikan depik.
Ikan depik (rasbora tawarensis) adalah spesies ikan endemik yang hanya ada di danau Lut Tawar. Bentuknya mirip dengan ikan bilih yang endemik di Danau Singkarak, Sumatera Barat. Ikan depik keluar jika cuaca dingin. Kala musim angin dan dingin, orang menyebutnya musim kuyu depik.
Si atasan sampai di Bireuen dan beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan ke Negeri Malem Dewa. Di kota transit itu, pemangku berupaya menelepon bawahan barunya itu. Tapi tidak ada jawaban. Si Kerani juga tidak berusaha menghubungi atasan barunya.
Lantas si atasan merasa ada upaya memboikot kehadirannya di negeri itu. Terutama dari unsur pemerintahan. Reaksi dari penolakan itu adalah rasa malu dan kecewa. Akhirnya, agar acara tidak kobong, maka si atasan menghubungi beberapa pengusaha yang menjadi rekan-rekannya di sana.
Bagi para pengusaha, ini adalah kesempatan untuk menunjukkan dedikasi pada pemimpin baru. Mereka bergerak cepat menyediakan segala keperluan si atasan. Termasuk tari-tarian dan hidangan ikan depik.
Keberanian Kerani itu bukan tidak ada konsekuensi. Si atasan menilai sikap tersebut tidak bisa dimaafkan. Lantas si atasan menginterogasi beberapa pegawai. Dari mulut mereka, si atasan mendapati kabar bahwa Kerani memerintahkan bagi bawahannya, yang juga bawahan si atasan, untuk tidak menyambut secara berlebihan.
Friksi di antara keduanya mulai merekah. Padahal di masa hadapan, si atasan dan Kerani harus bekerja sama untuk memastikan jalannya pemerintahan. Dan yang terpenting, kerja sama untuk memuluskan eksploitasi sumber daya alam mineral. Eksplorasi dan eksploitasi emas.
Membiarkan Kerani berada di dalam pemerintahan, dan memegang jabatan penting, jelas berbahaya bagi si atasan. Hal ini bakal menggagalkan program dan perjanjian tidak tertulis antara si atasan dan orang yang berdiri di belakangnya. Apalagi setiap tiga bulan sekali sebagai pemangku dirinya akan dievaluasi jika tidak memenuhi target yang dijanjikan. Bisa jadi umurnya sebagai pemangku hanya tiga bulan. Kabar angin terdengar sudah lima daerah yang telah mendapat rapor merah yang berpotensi untuk diganti. Bukan tak mungkin si atasan menjadi yang keenam.
Tidak ada cara lain, si atasan harus memberhentikan Kerani jika ingin usia pemerintahannya lebih lama. Kerani tidak saja dianggap sebagai kerikil dalam sepatu. Kerani menjadi batu besar yang mengadang jalan mulus kekuasaan. Tidak ada pilihan lain bagi si atasan, jika benar-benar ingin bertahan, selain meledakkan batu itu menjadi debu.
Upaya penolakan terhadap kepemimpinan si atasan tidak sekadar test case. Di Jakarta, tempat keputusan penunjukan si atasan dibuat, sejumlah orang menggelar unjuk rasa penolakan. Semurni apa niat demonstrasi itu, hanya mereka yang tahu persis.
Pergeseran, pergantian, demosi, promosi, suatu jabatan adalah hal biasa. Masyarakat juga cerdas dan dapat membaca arah angin. Penolakan hingga pengerahan massa hanya mengerdilkan arti perjuangan.
Si atasan, yang ditunjuk untuk meneruskan estafet kepemimpinan, perlu diberi waktu untuk membuktikan kecakapan mengelola daerah. Tapi dia juga perlu menunjukkan kemampuan mengelola permasalahan. Kerani atau demonstran hanya satu ujian. “Uleu boh mate, ranteng bek patah”.
(Mendale, Januari 8, 2023)






