Gelaran Piala Dunia 2022 telah usai. Tim Tango Argentina berhasil mengunci gelar juara untuk ketiga kalinya setelah menumbangkan Prancis di laga final.
Stadion Lusail Qatar menjadi tempat bersejarah terselenggaranya laga final terbaik dalam sejarah gelaran Piala Dunia.
Menarik untuk mengulik laga Argentina Vs Prancis di final. Dua sosok pemain yang menjadi pemain kunci di kesebelasan masing-masing.
Argentina yang dilatih Lionel Scaloni memiliki pemain yang mengantongi 7 gelar Ballon d’or, Lionel Messi. Sementara di kubu Prancis, tim besutan Didier Deschamps, memiliki pemain muda terbaik, Kylian Mbappe.
Yah, tentu saja kedua pemain ini menjadi sosok kunci bagi kedua tim di laga final. Jika dilihat dalam 1 dekade terakhir, rivalitas pemain sepak bola tertuju pada sosok Messi dan Cristiano Ronaldo.
Namun, pada laga final ini nama Cristiano Ronaldo tak masuk, karena timnya Portugal telebih dulu masuk kotak (angkat koper) setelah kalah dari Maroko yang menciptakan kejuatan di Piala Dunia kali ini, pada babak 8 besar.
Sosok Messi dan Mbappe, menjadi yang terlihat sepanjang laga. Argentina, unggul lebih dulu lewat gol yang diciptakan Messi dari titik putih di menit 23. Di babak pertama, Argentina kembali berhasil mencetak gol di menit 36 dari aksi Angel Di Maria.
Pada babak pertama ini, Argentina mendominasi pertandingan. Baru setelah memasuki paruh kedua pertandingan, tim Ayam Jantan Prancis bisa keluar dari tekanan.
Adalah Mbappe yang berhasil memecah kebuntuan tim, lewat gol yang ia ciptakan pada menit ke 80 dari titik putih. Satu menit kemudian Mbappe membuka asa Prancis dengan mencetak gol penyeimbang. Skor imbang 2-2, memaksa pertandingan dilanjutkan ke babak tambahan waktu (ekstra time).
Di babak tambahan waktu, Argentina kembali berhasil mencuri gol lewat aksi Lionel Messi di menit 108. Sepeluh menit kemudian, Mbappe kembali bisa menyamakan kedudukan lewat titik putih, setelah pemain Argentina melakukan hand ball di kotak terlarang. Skor 3-3 memaksa pertandingan dilanjutkan dengan adu finalti.
Di babak tos-tosan ini, Argentina berhasil menang setelah 4 penendang berhasil menjaringkan bola ke gawang Prancis yang dikawal Hugo Lloris, sementara di kubu Prancis hanya dua penendang yang berhasil menyarangkan bola. Skor 4-2, mengantarkan Atgentina merengkuh gelar untuk ketiga kalinya.
Pertandingan menarik memang tersaji di final piala dunia, kedua tim bertarung hingga akhir, yang mengundang decak kagum pecinta sepak bola seantero donya. Meski, ada yang mengatakan laga tersebut, memang sudah diatur FIFA untuk memenangkan Argentina pada gelaran piala dunia kali ini.
Laga final Argentina dan Prancis tersebut, sangat relevan dengan kondisi politik kekinian di Aceh Tengah sekarang ini.
Mengapa tidak, masa jabatan Bupati dan Wakil Bupati saat ini, tinggal hitungan jam. 27 Desember 2022 nanti, masa jabatan Shabela-Firdaus akan selesai. Sehari setelahnya akan ditunjuk Penjabat Bupati untuk mengisi kekosongan kepemimpinan di Negeri Antara.
Mengapa kita kaitkan hal ini dengan laga final piala dunia? Yah karena memang sampai dengan detik ini, belum ada sosok yang di teken Pemerintah Pusat siapa pejabat yang akan mengisi kekosongan kepemimpinan di Aceh Tengah, setidaknya untuk dua tahun ke depan.
Berbeda dengan daerah lain di Aceh, yang telah terlebih dahulu diisi oleh Pj Bupati atau Pj Walikota. Nama-nama pejabat sudah diketahui, seminggu sebelum pelantikan.
Nah, hal tersebut tidak terjadi di Aceh Tengah. Hingga saat ini, menurut informasi, terdapat dua calon Pj yang terus berjuang di Pusat. Sama seperti dua sosok sentral di tim Argentina vs Prancis, Messi dan Mbappe.
Kedua pejabat tersebut, seolah masih melakukan pertandingan sepak bola. Dan mengingat waktu, pertandingan sudah memasuki babak ekstra time. Dan skor masih imbang, sama seperti laga Argentina dan Prancis.
Pendukung kedua kubu juga tak ketinggalan bersorak, mendukung timnya agar bisa mencetak gol. Satu gol saja tercipta di babak tambahan waktu, maka akan diketahui siapa pemenangnya.
Namun, hingga saat ini pendukung kedua kubu masih yakin jika calon yang jagokannya bisa menang, merebut hati Presiden dan Mendagri untuk menjadi Pj Bupati di Aceh Tengah.
Sejumlah, lobi-lobi terus dilakukan. Bahkan, ada yang bergerilya, dengan menebar isu rasis kesukuan untuk menjegal lawan.
Perlakuan ini, mengingatkan kita pada pemain Prancis, Aurelien Tchouameni yang menjadi satu dari 3 pemain yang menjadi korban rasis dari pendukung Prancis, karena gagal mengekeskusi pinalti, hingga menjadikan Prancis gagal mempertahankan gelar juaranya di Piala Dunia.
Ia bahkan, menutup kolom komentar di media sosialnya. Hingga muncul istilah, jika menang mereka orang Prancis dan jika kalah mereka adalah imigran. Yah memang, 80 persen lebih skuat Prancis diisi oleh pemain imigran.
Hal yang sama sepertinya juga terjadi dipenentuan Pj Bupati Aceh Tengah. Karena memang, dua kandidat kuat yang akan mengisi kekosongan pimpinan berasal dari daerah berbeda. Satu asli putra daerah, dan satunya lagi dari daerah lain di Aceh.
Bak Renggali dan Seulanga, memang dalam sejarah selalu dijadikan bahan politik oleh segelintir elite. Kedua bunga itu (Renggali dan Seulanga) yang menjadi simbol persatuan di Aceh, seakan tak dapat mekar. Hingga muncul, istilah Renggali Seulanga memang tak dapat bersatu.
Intinya, siapapun yang akan mengisi kekosongan pimpinan di Aceh Tengah nantinya, haruslah orang yang paham terhadap kultur dan budaya masyarakatnya.
Karena dengan begitu, daerah ini akan aman dan tentram. Terlebih, jika Pj Bupati nantinya bisa menjadi suri tauladan bagi kalangan muda Gayo.
Teringat kata bijak dari Muyang Siwah : Gere daleh pedang kin luju, atu kin pipisen. Genap akal kin pangkal kekire kin belenye.
Semoga kita semua mengambil ikhtibar dari kata bijang dari muyang datun te itu. Agih si belem, genap si munge.
Waulawallahualam
[Darmawan Masri]