Catatan : Mahbub Fauzie*
Sampai hari ini semangat untuk membangun masjid dan sarana ibadah di kalangan masyarakat muslim tidaklah diragukan. Hingga sekarang ini pun, dimana-mana semangat masyarakat Muslim untuk membangun masjid dan menasah sangatlah tinggi. Baik di wilayah perkotaan maupun di pelosok pedesaan.
Pembangunan masjid nampaknya tidak pernah berhenti. Baik yang sedang membangun masjid baru, atau membongkar masjid yang sudah ada kemudian merehab kembali, atau merenovasi, serta menambah luas atau memperindah bentuk bangunan. Hal tersebut tidak pernah berhenti.
Dalam pelaksanaan pembangunan masjid dan sarana ibadah itu, tentu saja banyak dana dan daya yang tercurah. Baik tenaga, pikiran, dan harta masyarakat yang dikerahkan. Dalam hal ini, minat masyarakat cukup bergairah. Sumber dana-nya bisa macam-macam, ada yang swadaya, adanya donator utama, ada juga yang dibangun oleh pemerintah.
Antusias masyarakat muslim membangun masjid dan sarana ibadah itu layak kita syukuri dan apresiasi. Kita sadari dan yakini, bahwa masjid merupakan salah satu benteng pertahanan akidah (keimanan) umat Islam. Karena itu bilamana kaum muslimin hendak membangun masjid, maka harus didasari oleh nilai-nilai ketakwaan.
Nilai-nilai ketakwaan dalam membangun (mendirikan) masjid tentu sebagai fondasi awal untuk mengkokohkan pembangunan masjid. Dengan nilai-nilai ketakwaan, semangat membangun masjid diiringi juga oleh semangat untuk memakmurkannya.
Manakala masjid-masjid yang dibangun atau direhab sudah selesai, maka tidak selesai juga semangat untuk memakmurkannya. Masjid dan sarana ibadah yang sudah berdiri ada yang bentuknya kecil-mungil nan indah, besar dan megah, kemudian tidak dibiarkan keberadaannya.
Masjid dan sarana ibadah yang dibangun itu, kemudian jangan sampai sia-sia esksistensinya di tengah pemukiman masyarakat Muslim. Masjid tidak dibiarkan sepi dari aktifitas jamaah. Dengan semangat ketakwaan tentunya, di lingkungan masjid itu harus ada ghirah kehidupan berjamaah.
Semangat kehidupan berjamaah baik dalam hal ibadah mahdhah seperti mendirikan shalat, zikir dan lain-lain sebagai upaya habluminallah, maupun menyelenggarakan ibadah sosial kemasyarakatan lainnya di sekitaran masjid sebagai habluminannas. Semua itu diringi dengan nilai-nilai ketakwaan.
Dalam surah At-Taubah ayat 18, Allah Swt berfirman yang artinya: “Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada hari kemudian, serta (tetap) melaksanakan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada apapun) kecuali kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Secara kontinyu dan konsisten di masjid terselenggara shalat fardhu secara berjamaah dalam setiap 5 (lima) waktu, serta kegiatan-kegiatan lain dalam rangka memakmurkan masjid tersebut, seperti: kultum bakda shalat fardhu pada waktu tertentu, pengajian majelis taklim, kegiatan / aktifitas remaja masjid, keberadaan TKA/TPA dan lain-lain. Sehingga dampak positif sangat dirasakan oleh masyarakat, terutama jamaahnya.
Sejarah Islam meningatkan bahwa ketika Nabi Muhammad SAW berhijrah ke Madinah (Yastrib), lembaga yang pertama didirikan adalah masjid. Masjid pada masa Rasul memang memiliki banyak fungsi (multi fungsi). Walaupun masjid secara bahasa berarti sujud, ternyata juga sebagai tempat penyelesaian berbagai problematika umat.
Dalam sejarah perkembangan Islam juga diketahui bahwa kemenangan dan kejayaan yang pernah diraih umat Islam bertumpu dan bertitik tolak dari gerakan memakmurkan masjid, bahkan Rasulullah dan para sahabatnya memulai pengembangan Islam di kota Madinah melalui gerakan masjid.
Melalui gerakan masjid tersebut mengispirasikan kepada umat Islam bahwa masjid merupakan sentral kegiatan umat Islam dari dulu, sekarang dan akan datang. Baik di perkotaan maupun di pelosok pedesaan, keberadaan masjid sangat relevan sebagai sarana pembinaan dan pelayanan umat Islam.
Karena itu, sekarang juga harus ada semangat, bahwa masjid-masjid yang ada di sekitar masyarakat yang membangunnya, harus diupayakan, keberadaan masjid itu juga bisa membangun masyarakatnya. Hal yang sangat ideal, jika masyarakat yang membangun masjid, maka masjid akan membangun masyarakatnya.
Hubungan timbal balik antara ‘masyarakat – masjid’ dan ‘masjid – masyarakat’ memang saling mempengaruhi. Sekiranya masyarakat di suatu lingkungan baik di kota atau desa dekat dengan masjid, giat di dalam aktifitas masjid, aktifitas kehidupannya selalu terpaut dengan masjid; insya Allah suasana masjid sebagai sarana ibadah umat Islam yang multi fungsi pun akan mewarnai suasana kehidupan masyarakatnya.
Namun jika tidak adanya hubungan timbal balik tersebut, yakni jika umat Islam di sekitar itu jauh dari masjid, walau secara jarak adalah dekat, dan tidak peduli dengan aktifitas masjid; maka tidak mengherankan jika suasana kemasjidan pun merupakan hal yang asing dalam kehidupan masyarakatnya.
Idealnya keberadaan masjid dan sarana ibadah di tengah-tengah masyarakat Islam memiliki dua fungsi utama yaitu sebagai fungsi ritual dan fungsi sosial. Fungsi ritual masjid, adalah dengan terlaksananya segala bentuk aktifitas ibadah seperti shalat, dzikir, i’tikaf, membaca Al-Qur’an dan berdo’a sebagai sebuah upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah secara langsung (Hablumminallah)
Sementara fungsi sosial masjid akan bisa menjadi pusat pengembangan ibadah sosial dalam arti yang seluas-luasnya seperti digunakan sebagai tempat santunan sosial, sarana pengembangan pendidikan, silaturahmi, berdiskusi, musyawarah, konsultasi keagamaan dan sebagainya.
Melalui pengembangan kedua aspek pembinaan tersebut kemudian fungsi masjid berubah menjadi sebuah peradaban. Dari masjid lahir gagasan-gagasan yang cemerlang, baik bagi pembinaan individual, keluarga dan pembinaan kehidupan sosial kemasyarakatan.
Dari masjid diharapkan lahir berbagai konsep dan strategi dakwah Islam, kaderisasi generasi muda (remaja masjid), pengembangan kesejahteraan dan sentral kegiatan pembinaan umat Islam terutama dalam pembinaan mental spiritual umat.
Hendaknya juga harus menjadi kesadaran para pegiat masjid, bahwa aspek-aspek pembinaan yang menyeluruh, mulai dari fungsionalisasi aspek ritual masjid maupun aspek sosial masjid, masyarakat diarahkan kepada pemberdayaan jamaah paripurna agar terwujud suatu komunitas yang terbaik yang gemar berbuat baik dan mencegah kemungkaran.
Firman Allah Swt dalam surat Ali Imran [3] Ayat 110 yang artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah”. (QS.3:110).
*Penghulu Madya/Kepala KUA Kecamatan Pegasing, Aceh Tengah