Oleh : Teuku Fadli*
Kita akhirnya melihat timnas superior dan Arogan di depan lawan yang Pantas. Curacao, lawan yang pernah dilatih Guus Hidink dan Patrick Kluivert, yang Juni lalu mengalahkan Honduras, tim yang pernah menjadi peserta Piala Dunia 2014.
Curacao berperingkat 84 dunia, 71 tingkat di atas Indonesia, sementara tim yang punya rangking di bawah Indonesia, tak sampai 71 tim.
Entah, apakah ke depannya kita masih punya kesempatan lagi melihat timnas bermain seperti ini, melawan tim yang “pantas”.
Babak pertama Timnas unggul cepat.
Jangan dilihat gol bola rebound, tapi kita harus melihat ada skill mumpuni yang menciptakan peluang itu.
Tak perlu menyoroti lini pertahanan.
Tapi yang jelas, malam ini timnas tampil dengan skema berbeda dari leg 1.
Melihat materi pemain yang diturunkan, wajar pengamat bilang timnas bermain dengan pola 3 – 4 -3. Tapi STY sebenarnya memainkan pola sangat agresif. Dia pakai 4-3-3.
Mengapa sangat agresif? Itu karena Arhan dan Yacob dibuat panah merah ke atas. Jadi, bek tengah tinggal dua, Baggot dan Rizky Ridho yang bernomor punggung 5. Sedangkan Irianto di dorong ke tengah
Diuntungkan kealpaan-kealpaan yang dibuat Curacao, maka kita menekan mereka dengan mudah di awal-awal babak pertama. Permainan Curacao makin tidak berkembang.
Celakanya tekanan kita menjadi landai, ini masalah fokus dan mental. Permainan timnas “terbawa” permainan Curacao. Lawan buruk dan kita melandai. Ini mesti di benahi.
Karena bukan kurangnya fisik dan stamina dan minim visi. Tapi jelas karena mental dan fokus para pemain menurun, kita bisa terbawa suasana lawan.
Tapi jelas kita sangat arogan, permainan Egy, Witan, Saddil betul-betul superior, Kambuaya juga menjadi bagus.
Pada babak kedua Curacao tersadar. Mereka memulai permainan cepat lagi dan sial bagi mereka timnas masih lebih superior dari mereka.
Apa yang perlu kita sorot di pertandingan ini bahwa pemain yang bermain di luar negeri jelas membawa pengaruh positif untuk perkembangan timnas.
Dan diantara mereka yang tampil malam ini
Witan adalah pemain yang paling stabil dalam hal penguasaan diri dan menampilkan skill yang tak menurun selama 90 menit. Wajar saja dia mendapat tempat dan menit bermain yang cukup di klubnya.
Egy saya rasa sudah pada batasannya, dengan tim seperti ini Egy sudah tak akan meningkat lagi menurut saya.
Dia di lapangan tengah bersama Kambuaya dan Irianto, harusnya dia mengkreasikan serangan dari tengah karena kita sudah memakai 4 sayap 2 sayap murni 2 bek sayap.
Tapi naluri Egy akan terus mendorongnya untuk bergerak ke kanan. Sehingga apa yang diharapkan dia menjadi alternatif serangan jadi kurang maksimal.
Kambuaya mendapatkan kembali ritmenya. Eh salah kurasa, tim memberi ritme untuk Kambuaya.
Tim tidak bermain dengan pressing garis tinggi, membuat pemain tak jauh dari lapangan tengah ketika transisi bertahan
sehingga kambuaya mudah untuk mencari bola.
Jikalau tim bermain dengan pressing di garis tinggi, saya yakin Kambuaya akan hilang lagi dalam lapangan.
Witan dan Saddil menampilkan performa dengan kualitas dunia. Mereka cukup mental bermain dengan tekanan mumpuni lawan.
Irianto kembali menunjukkan, dia sudah berada jauh sekali di atas ayahnya. Dia punya modal yang cukup utk membuat STY mengeksploitasinya. Babak satu dia berperan seperti gelandang jangkar. Babak kedua dia bermain sebagai DM.
Anehnya dia melakukan kedua peran itu dengan baik dan mumpuni, sehingga Kambuaya yang spesialis harus keluar.
Irianto sejauh aku lihat sudah berperan sebagai back tengah, full back, back sayap, jangkar, DM. Dan semua dilakukan dengan cukup baik
Dia harus di coba juga sebagai kiper seharusnya.
No. 9 kita walaupun sudah dieuforiakan
Bagi saya masih jauh dari yang kita harapkan.
Sejauh ini dia breaker dan pemantul yang baik, tapi menempatkan diri pada posisi mengoalkan dan nalurinya masih jauh dari harapan (Kita tak mengharapkan dia lari kesana kemari selama 90 menit. Kita mengharapkan gol)
Yacob seperti pernah saya tonton di PSM punya kekurang pengetahuan, kurang memiliki pemahaman tentang pertandingan.
Tim pelatih harus memberi privat tentang kapan mengoper dan kapan menusuk dan kapan menampilkan skill.
Harus ada yang bilang sama dia, main bola 11 orang dan pada akhirnya pemenang adalah pembuat gol paling banyak.
Arhan tampil standar
(Tentu standar timnas sekarang bukan lagi standar Liga 1).
Bung Alkaf mengemukan pendapatnya melalui pesan WA tentang Marselino,
Egy yang berjiwa ke kanan, harus digantikan dengan Marselino yang seorang gelandang tengah sejati.
Saya berpendapat, Marselino harus bermain dengan 2 gelandang bertahan di belakangnya.
Mengingat dia belum cukup umur untuk pertandingan tensi tinggi di antara orang dewasa. Tetapi saya salah duga, pemain bertahan kita sudah mumpuni.
Jadi idealnya sekarang dengan karakter pertandingan seperti ini. Idealnya, Marselino bermain diantara Kambuaya dan Klok.
Kambuaya menutupi bola balik
Klok membantu mengurangi peran dan tanggung jawab Marselino, sekali lagi, dia masih sangat muda.
Kita harus bersabar memberinya tanggung jawab besar.
Sisanya malam ini adalah
Permainan segitiga cantik
Umpan satu dua yang impresif.
Dan…Tentunya Cepat Cepat Cepat
Ini sudah menjadi jati diri Rezim STY. Ini juga bukan kita yg mengakui diri sendiri. Pemain Curacao juga mengakui kecepatan pemain timnas dengan menggunakan tangan mereka.
Mereka mengambil resiko kartu dari pada kebobolan. Dan hasilnya banyak kartu kuning, satu kartu merah dan kalah 1-2.
Keren Timnas ini
What a Game
*Pengamat Sepak Bola