Takengon, LintasGayo.co: Politisi Demokrat sekaligus pengamat kebijakan pemerintah Aceh Tengah Wisnu Hasan menilai Dinas Perindustrian dan Perdaganagan (Disperindag) Aceh tengah tidak memahami peraturan BPH Migas No.6 tahun 2015, dan malah Disperindag mengeluarkan Surat edaran Nomor 510/2210/DIGDAG yang meminta usaha Pertamini di Aceh Tengah harus mengurus izin dan memenuhi persyaratan.
Dalam surat tersebut Disdag menghimbau pemilik Pertamini untuk segera mengurus perizinan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan BPH Migas dan menghimbau agar sementara waktu penjualan BBM bersubsidi dihentikan sampai pengurusan ijin selesai dan telah mendapat izin dari BPH Migas.
“Sepertinya Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh Tengah gagal faham dengan peraturan BPH Migas No 6 Tahun 2015,” kata Wisnu Hasan kepada LintasGayo.co, Sabtu (17/9/2022).
Wisnu Hasan mengatakan, kebijakan penyaluran BBM bersubsidi telah diatur dalam peraturan BPH Migas no 6 Tahun 2015 dalam bab III pasal 4 yang menyatakan bahwa penentuan Sub Penyalur sebagaimana dimaksud pada ayat 3 (2) dilakukan oleh pemerintah setempat.
Dalam Bab 3 merupakan pembahasan mengenai penunjukan sub penyalur yang terdiri dari 7 pasal. Dalam bab ini, menjelaskan secara detail penunjukan sub penyalur yang dilakukan oleh pemerintah daerah setempat yang di daerahnya belum terdapat penyalur.
Dalam bab ini juga menjabarkan mengenai syarat menjadi sub penyalur, penetapan sub penyalur oleh pemerintah daerah setempat, dan penetapan harga BBM pada sub penyalur.
“Jelas sekali penunjukan sub penyalur BBM di daerah ditentukan oleh pemerintah daerah. Ini kok mau dibuat rumit, sampai mengatakan harus mendapat izin dari BPH Migas, padahal kewenangan telah diberikan ke daerah,” ujar Wisnu.
Untuk itu, Wisnu menyarankan Bupati Aceh Tengah Shabela Abubakar segera mengeluarkan Perbub tentang sub Penyalur. Agar masyarakat yang berada di daerah yang jauh dari jangkauan SPBU bisa mendapatkan BBM bersubsidi.
“Kami minta segera diterbitkan perbub tentang sub Penyalur ini, lakukan penunjukan Sub Penyalur di setiap desa yang berjarak lebih dari 10 Km dari SPBU, sayaratnya kan jelas badan usaha seperti usaha dagang atau BUMK atau Koperasi yang telah disepakati dan siap memenuhi persyaratan tekhnis,” jelas Wisnu Hasan.
Wisnu berharap pemerintah jangan membuat masyarakat bingung dan sulit mendapatkan BBM. Ini tentu karena didaerah pedalaman sulit mendapatkan BBM bersubsidi karena jauh dari SPBU, jadi harganya melonjak hingga Rp. 15.000 rupiah perliter untuk jenis Pertalite.
Jika pemerintah Aceh Tengah tidak mengambil langkah-langkah, masyarakat akan terus mengalami kesulitan mendapatkan BBM bersubsidi, apalagi seperti kita ketahui tidak ada Pertamini dan pengecer yang memenuhi syarat untuk ditunjuk sebagai Sub Penyalur, sehingga sudah pasti sulit untuk mendapatkan BBM bersubsidi dari penyalur secara legal.
“Aturannya sudah ada tinggal diturunkan dalam bentuk peraturan bupati, jangan biarkan masyarakat terlalu lama mengalami kesulitan ini, kita khawatir nanti akan berefek pada gerakan yang mengganggu stabilitas pemerintahan,” ujar Wisnu. []