Perbedaan Olahraga Pro dan Amatir, Kenapa Mirwandi Sedih Diisukan Membela Jawa Barat?

oleh

Oleh : Win Wan Nur*

Euphoria atas kemenangan petarung Gayo, Mirwandi di laga debutnya masih melanda masyarakat Gayo, tak peduli di manapun domisilinya, apakah itu di tanoh tembuni, Gayo Lues, Deret, Lut, Serbe Jadi, di Tanah Alas maupun di perantauan.

Bagi Mirwandi sendiri, kemenangan di laga debutnya ini adalah awal dari perwujudan mimpinya, awal dari ambisi dan cita-citanya sejak kecil, mengibarkan panji-panji Gayo melalui olahraga bela diri yang dia tekuni, sebagaimana sebelumnya, Faul, Nabila dan Naura melakukannya melalui jalur seni.

Sayangnya, segala kebahagiaan ini sedikit ternodai oleh ketidaktahuan sebagian masyarakat kita, tentang perbedaan antara olahraga pro dan amatir.

Akibat ketidaktahuan ini, ada masyarakat yang mengatakan Mirwandi bertarung mewakili Jawa Barat, lalu ketika Mirwadi mengklarifikasi, bahwa dia bertanding mewakili Gayo, bukan Jawa Barat. Ada yang mengatakan, Mirwandi sombong, baru menang sekali sudah lupa pada jasa daerah yang membesarkannya.

Jadi supaya kesalahpahaman tidak berlanjut, dan persoalan menjadi jernih, pada tulisan kali ini, kami redaksi LintasGAYO.co, media yang memiliki motto, “Cerdas dan Mencerdaskan, Ari Gayo Kin Denie” akan mengulas perbedaan ini.

Pertama kita bahas olahraga amatir.

Sesuai namanya, amatir, artinya olahraga itu bukan profesi, olahragawan amatir tidak menjadikan olahraga sebagai pekerjaan. Jadi secara teknis, dia tidak menghasilkan uang dari kegiatan berolahraganya. Ketika dia bertanding dan memenangkan pertandingan, biasanya dia hanya dapat medali dan tidak memenangkan hadiah uang. Kalaupun ada, hanya hadiah ala kadarnya.

Di Gayo, bisa dikatakan satu-satunya jenis olahraga yang kita kenal adalah olahraga amatir ini.

Apa ciri olahraga amatir di Gayo, atlet amatir, pergi bertanding atas biaya pemerintah daerah.

Karena mereka bertanding atas biaya dan secara resmi dikirimkan oleh pemerintah daerah, otomatis mereka bertanding mewakili daerah yang membiayainya.

Contoh seperti Shirathal Fadhla, atlet balap sepeda asal Kute Keramil, Linge yang bertanding di Kejurnas Balap Sepeda di Banyuwangi, dia berlatih TC di Banda Aceh atas biaya pemerintah Aceh, berangkat atas biaya pemerintah Aceh, secara resmi dikirim dan dilepas oleh KONI Aceh melalui ISSI.

Jadi ketika dirinya bertanding di Kejurnas, Shirat, adalah sah sebagai atlet yang mewakili Aceh.

Contoh lebih jelas lagi, tiga atlet Gayo yang meraih medali di Kejurnas Panjat Tebing di Banda Aceh, tahun lalu.

Nafiis Kin Aulia, asal Pejebe, Bebesen yang bertanding di Kejurnas itu atas biaya Pengprov FPTI Aceh, tampil di kejuaraan itu sebagai wakil Aceh dan memenangkan medali kejurnas tersebut untuk Aceh.

Sementara Ceding Bintang Arigayo dan Xien Lintang Tuahnaru, dua atlet kembar asal Kute Rayang, Linge, tampil di kejuaraan itu atas biaya Pemerintah Bali, mereka tampil mewakili Bali dan memenangkan medali Kejurnas tersebut untuk Bali.

Kasus Mirwandi berbeda. Dia adalah atlet profesional.

Bagi atlet profesional, menjadi atlet adalah profesi. Atlet adalah pekerjaan utamanya.

Bagi atlet profesional, olahraga yang dia tekuni adalah kebun kopi, sawah, atau kerambanya. Sumber penghasilan utamanya.

MMA One Pride yang menjadi ajang bertarung Mirwandi adalah ajang pro, ini bukan kejurnas, bukan PON yang mana atlet-atlet yang bertarung dibiayai dan dikirimkan oleh daerah.

Di ajang ini, atlet yang bertarung datang dengan biaya sendiri.

Contoh Mirwandi yang meski kebetulan berlatih di Garut Jawa Barat.

Berbeda dengan Shirat, saat bertanding di MMA, Mirwandi sama sekali tidak diberi uang sepeserpun oleh pemerintah Jawa Barat. Ketika dia melakukan TC di Iron Sheep MMA Academy Garut, Mirwandi membiayai sendiri latihannya. Dia bekerja serabutan untuk memenuhi tuntutan gizi yang harus dipenuhi dalam latihan.

Ketika dia berangkat bertanding ke Jakarta, dia berangkat dengan biaya sendiri. Tidak ada anggota KONI Jawa Barat yang melepas dan mendampinginya bertanding.

Pendeknya, pemerintah dan KONI Jawa Barat sama sekali tidak tahu menahu atas keberadaan Mirwandi. Dan mereka memang sudah sepantasnya tidak tahu menahu, karena ini adalah olahraga pro.

Di olahraga pro, seorang atlet bertanding untuk dirinya sendiri dan karenanya dia berhak sepenuhnya memilih sesuka hatinya, daerah atau bahkan negara mana yang dia wakili.

Dan sebagaimana kita tahu, Mirwandi sudah dengan tegas menyatakan bahwa dirinya adalah perwakilan GAYO.

Karena ini adalah keinginan Mirwandi sendiri, karena mengharumkan nama Gayo, mengangkat harkat Gayo adalah obsesi dan cita-citanya sejak kecil.

Untuk mewujudkan cita-citanya itu, Mirwandi rela bekerja serabutan untuk membiayai pelatihannya.

Mirwandi tidak mengemis-ngemis minta bantuan atau bahkan sekedar perhatian dari pemerintah dan anggota legislatif, baik itu di Gayo, Aceh apalagi Jawa Barat.

Dia benar-benar seorang petarung sungguhan, bertarung sendiri untuk kejayaan dan demi mengangkat harkat daerah kelahiranya yang sangat dia cintai.

Dan perlu digarisbawahi di sini, Mirwandi menyatakan dirinya mewakili GAYO, bukan Aceh Tengah, bukan Bener Meriah, Bukan Gayo Lues, Serbejadi atau Kalul, tapi GAYO secara menyeluruh.

Untuk itu, marilah kita sama-sama menghormati pilihan Mirwandi yang menyatakan dirinya adalah Perwakilan Gayo.

Sebab itulah sumber motivasinya, bayangan wajah-wajah bahagia orang-orang Gayo yang nama daerahnya dia usung dan dia pertahankan Nahma-nya adalah tonik, adalah “doping” penambah kekuatan Mirwandi di ring oktagon.

Jadi, sejak saat ini, mohon jangan pernah lagi menyebut Mirwandi adalah perwakilan Jawa Barat.

Mirwandi adalah perwakilan Gayo, yang bertarung dengan memberikan seluruh jiwa dan raganya untuk kejayaan Gayo yang dia cintai. []

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.