Aceh Tengah berada di kawasan Dataran Tinggi Tanah Gayo. Kabupaten lain yang berada di kawasan ini adalah Kabupaten Bener Meriah serta Kabupaten Gayo Lues. Ibukota Aceh Tengah adalah Takengon. Wilayah Kabupaten Aceh Tengah memiliki ketinggian di atas permukaan laut mulai dari 1.000 mdpl hingga lebih 2.000 mdpl.
Daerah dengan ketinggian antara 1.500 sampai dengan 1.750 mdpl. Di daerah Aceh Tengah terdapat bahasa yang dinamakan bahasa Gayo. Bahasa Gayo merupakan bahasa yang dipakai sebagai bahasa sehari –hari oleh masyarakat suku Gayo. Bahasa Gayo ini mempunyai kaitan dengan suku Karo di Sumatera Utara.
Kata Gayo berasal dari kata “Pegayon” tempat mata air yang jernih dimana tempat ikan suci (Bersih) dan kepiting. Mengutip dari ceramah Tgk. H. Ilyas Leube, Abdurrahim Daudy dalam buku tafsir Gayo menyebutkan asal kata Gayo “Ketika orang Aceh dahulu ke Takengon, sampai disana mereka sangat kedinginan sehingga gemetar seluruh badannya, sambil merasakan kedinginan mereka mengatakan Lon Kayou artinya saya sudah gemetar/takut.
Kebudayaan Gayo telah ada sejak ada orang Gayo bermukim di wilayah Dataran Tinggi Gayo dan mulai berkembang pada masa Kerajaan Linge pertama abad ke IV. Meliputi aspek kekerabatan, komunitas sosial, pemerintahan, pertanian, kesenian dan lain-lain.
Suku Gayo adalah suku mayorotas kedua di Provinsi Aceh yang berbeda kebudayaannya dengan budaya suku Aceh. Menurut para ahli antropologi budaya suku Gayo dikelompokan ke dalam budaya suku Batak. Karena terbukti dalam kenyataannya bahasa dan adat istiadat suku Gayo, seperti kesenian Didong dengan bahasa Gayo, pepongoten, sebuku, melengkan, menenes, saer berbeda dengan seni budaya yang ditampikan dari kebanyakan etnik di Aceh.
Adat istiadat sebagai unsur budaya Gayo menganut sistem keramat mufakat behu berdedele (kemuliaan karena mufakat, berani karena bersama), Tirus lagu gelungan gelas, bulet lagu umut,rempak lagu re, susun lagu belo (Bersatu teguh), Nyawa sara pelok, ratib sara anguk (Kontak batin). Suku Gayo memiliki adat yang sangat kental, baik dalam bermasyarakat maupun dalam budaya. Hal ini dapat kita lihat dari 4 jenis adat sumang yang ada.
Arti Kata Sumang
Sumang dalam masyarakat Gayo adalah ajaran tentang tata pergaulan masyarakat dalam berinteraksi dalam pergaulan. Pergaulan yang dimaksud dalam sumang adalah peraturan yang berbentuk larangan dalam pergaulan antara laki-laki dan perempuan baik yang bukan muhrimnya. Tujuan dari sumang tersebut adalah menghindari terjadinya pergaulan bebas dan perzinaan, atau fitnah di tengah masyrakat.
Masyarakat Gayo terkenal dengan ketaatannya dalam agama dan sangat menjunjung tinggi budaya serta adat-istiadatnya. Khususnya bagi masyarakat Gayo di Aceh Tengah. Kebudayaan dilestarikan secara turun-temurun kepada anak cucu atau generasi berikutnya supaya kebudayaan itu tidak punah serta bisa terus berkembang. Sama halnya dalam masyarakat Gayo terdapat pantangan atau larangan yang biasanya disebut sebagai sumang.
Arti Penting Sumang
Implementasi budaya sumang terhadap restorasi karakter masyarakat Gayo sangat relevan, karena bernilai spiritual dan berorientasi kepada akhlâq al-karîmah, menjaga harga diri, harkat, martabat keluarga dan masyarakat. Harga diri disebut mukemel artinya punya rasa malu. Kalau masyarakat Gayo tidak berkarakter berarti tidak punya rasa malu (gere mukemel).
Budaya sumang berperan penting dalam merestorasi kultur masyarakat menjadi lebih berkarakter mulia ketika diterapkan secara utuh dalam kehidupan masyarakat. Budaya sumang ini berisi tindakan adat pergaulan, kemudian memberikan nilai kepada perbuatan tersebut, yang menjadi standar ukur dalam kehidupan sosial masyarakat Gayo di Aceh.
Sumang dalam masyarakat Gayo bertujuan untuk mendidik dan menuntun generasi penerus bangsa agar menjadi manusia yang berakhlak mulia. Sumang menjadi pusat kontrol prilaku bagi masyarakat dalam menjalin ikatan antar sesama dalam kehidupan sehari-hari baik dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial, menjadi kontrol kelompok atau orang dalam membentuk serta membina manusia yang beradab, dari mulai masyarakat bangun dari tidurnya sampai tidur kembali.
Budaya menjadi kontrol prilaku di dalam keluarga, bagaimana anak bersikap baik terhadap orang tua, yang kecil kepada yang besar atau kebalikannya, serta sikap terhadap satu keluarga kepada keluarga yang lainnya. Sumang adalah salah satu jalur untuk menjaga lingkungan sosial masyarakat menjadi masyarakat yang beradab dan bernilai islami serta tidak terlekang dari ajaran-ajaran agama.
Perilaku Sumang Dalam Kehidupan Sehari-Hari
Norma dalam masyarakat Gayo terdiri dari empat macam yang disebut Sumang opat, yaitu empat macam perbuatan atau tingkah laku yang dilarang dalam hukum adat yang akan kita bahas selanjutnya.
Sumang opat yaitu empat macam perbuatan ataupun tingkah laku yang dilarang dalam hukum adat yaitu sumang peceraken,sumang pelangkahen ,sumang kenunulen dan sumang penengonen.
a. Sumang Peceraken
Sumang perceraken merupakan tata cara, adab, etika dan sopan santun dalam berbicara. Dalam berbicara kita harus memeperhatikan siapa orang yang diajak atau lawan berbicara. Orang tua, guru, pemimpin jenis, sebaya, anak-anak dan orang yang panggilannya (tutur dalam istilah adat Gayo) setara dengan orang tua kita. Jadi dalam adat Gayo, etika bahasa dalam berbicara itu harus memperhatikan tingkatan orang atau lawan berbicara.
Sumang perceraken misalnya:
- Orang yang bukan suami isteri berbicara di tempat tertentu sebagaimana layaknya suami isteri.
- Berbicara antara dua orang yang berlainan jenis dengan cara atau isi pembicaraan yang tidak baik atau tidak wajar dikatakan (porno, nakal), baik di tempat yang tertutup maupun terbuka, baik berbisik-bisik ataupun terang-terangan.
- Seorang anak mengatakan perkataan yang tidak pantas diucapkan di depan orang, seakan-akan ia mengerti hal ikhwal hubungan suami istri atau cerita porno (cerak entah sesanah), Sedang mereka masih remaja dan belum pantas membicarakannya.
- Orang tua atau orang dewasa bercerita atau membicarakan masalah-masalah yang belum pantas didengarkan depan anak-anak atau memeluk.
Perkataan yang termasuk Sumang ialah berkata kasar, sombong, angkuh, dalam bahasa Gayo disebut bercerak sergak atau jis dan jengkat (tidak sopan dan hormat), nada suara yang tinggi saat seorang anak berbicara dengan orang tuanya dan menantang tatapan wajahnya, demikian juga dengan seorang pemimpin, guru dan orang yang di pandang terhormat, menurut budaya Gayo telah masuk perilaku sumang. [Bersambung]
*Karya Kelompok : Kekale Nate (Maya Sari, S.Pd, Irhamna Qurnia, SH & Sri Murni, S.Pd.SD) dari Pelatihan Pemberdayaan Komunitas Penggerak Literasi di Kabupaten Aceh Tengah yang diselenggarakan oleh Balai Bahasa Provinsi Aceh, Takengon 4 – 6 Juli 2022. Mentor: Dr. Salman Yoga S, S.Ag.,MA.