Tamparan Bintang Emon Untuk Pejabat Suka Mengeluh dan Saat Dikritik Minta Solusi

oleh

Oleh : Redaksi

Kita di Indonesia ini, baik di pusat maupun daerah begitu sering melihat sikap dan perilaku pejabat yang merasa sudah begitu banyak berbuat, tak terima dikritik, lalu mengungkapkan kalimat klise “Kamu bukan berada di posisi saya,” “jangan cuma bisa kritik, kalau mau kritik berikan solusi.”

Perilaku pejabat model begini mendapat pukulan telak dari komedian Bintang Emon yang tampil di acara SOMASI di channel YouTube Deddy Corbuzier.

Seperti biasa, Bintang Emon menyampaikannya dengan penuh kelucuan.

Soal pejabat yang minta kritik disertai solusi, Bintang Emon mencontohkan ibunya yang ingin menggoreng kerupuk dan mengeritik mahalnya harga minyak goreng.

Lengkapnya Bintang Emon mengatakan begini :

“Gua sering dengar inian.. lu jangan bisanya kritik doang dong.

Nggak, maksud gua, memang kita sebagai rakyat bisanya kritik doang, bener nggak? Emang lu bisa ikut rapat G 20, tiba-tiba (angkat tangan) “Usul,” emangnya lu siapa ha ha ha…Warga Citayam doang, nggak bisa lu ke sana!

Atau ada korban salah tangkap lu bebasin, ya lu ketangkep…ya kan? Ya iya dong!

Ya lu cuma bisa kritik doang, maksud gua.

Ya paling nggak pake solusi dong, katanya gitu!

Ya menurut gua, kalau kritik harus pake solusi, itu ribet, nggak akan ada yang mau kritik.

Contohnya kek kemarin aja, kasus minyak goreng.

Emak gue mau goreng kerupuk, Minyak goreng, mak gue kesulitan mau goreng kerupuk. Dia mau kritik, kemudian dibilang, loe harus punya solusinya dulu.

Sebelum ke solusi, kita ke akar masalah dulu, akar masalah minyak goreng langka, itu tuh karena kebijakan korup antar penguasa dan pengusaha terkait bahan mentah untuk minyak goreng yaitu kelapa sawit yang seharusnya dijual dalam Indonesia dengan harga yang ditentuin pemerintah, ini diekspor dengan harga yang disetujui pengusaha.

Kenapa bisa terjadi, itu karena di tengah rakyat ada penguasa yang rangkap jabatan sehingga meloloskan regulasi ini tanpa pengawasan.

Nyokap gua cuma mau goreng kerupuk, masa harus tahu segitu banyak. Masa segitu banyak harus punya solusinya.”

Apa yang disampaikan Bintang Emon ini benar-benar menggambarkan situasi di sebuah kabupaten bernama Wakanda, yang kalau ada yang menyoroti kinerja pemerintahnya, nggak bupati nggak pejabat di bawahnya akan bilang, “kalian cuma bisa kritik, nggak ngasih solusi,” sambil bilang, “saya sebenarnya nggak anti kritik, tapi saya diserang terus,” sambil memposisikan diri sebagai pihak yang dizalimi. Yang membuat kita merasa bersalah dan dipersalahkan masyarakat dan dibilang bisanya cuma ngomong.

Padahal yang punya wewenang buat rapat soal penggunaan anggaran ya dia, yang punya wewenang mengalokasikan anggaran ya dia. Tapi yang diminta kasih solusi kita.

Dan namanya kritik, yang diharapkan oleh si pengeritik itu adalah kritiknya dibungkam dengan perbaikan kinerja.

Tapi di Wakanda yang terjadi tidak begitu, di Wakanda dalam menghadapi kritik, pemimpinnya akan mengumpulkan media dan mendiktekan apa yang boleh ditulis dan yang tidak, media yang tak mau tunduk didiskreditkan dan dipermalukan di depan umum. Hak-haknya dikebiri.

Ketua dari asosiasi pewarta bersikap layaknya bawahan bupati, tanpa segan mempengaruhi orang untuk melaporkan koleganya sendiri sesama awak media ke polisi.

Untungnya, ini cuma terjadi di sebuah kabupaten negeri fiksi bernama Wakanda.

***

Tamparan lebih keras dihempaskan Bintang Emon pada pejabat yang suka membuat acara panggung rakyat, tapi kemudian mengeluh kemana-mana. Dan lucunya, masih ada aja rakyat yang bersimpati, pada keluhan pejabat jenis ini.

Untuk pejabat model begini, kata Bintang Emon begini :

“Ya jadi maksud gua, ya udahlah kalau rakyat kritik, biasa aja. Nggak usah merasa pusing, nggak usah merasa paling berat sebagai pejabat.

Maksud gua yang maju jadi pejabat kan lu sendiri, gitu loh, kita nggak mintak, lu sendiri yang bikin panggung rakyat, lu sendiri yang bagi-bagi sembako, bagi-bagi baju, nggak ada yang maksa elu. Kalaupun ada yang maksa paling itu bapak elu sendiri.

Maksud gua, kalo memang nggak cocok sama kritikan, udah mundur aja. Kenapa nggak mundur coba?

Kenapa pejabat-pejabat nggak mundur? Karena kita tahu pejabat banyak sampingannya, iya kan? Jangan seakan-akan kita percaya gaji pejabat cuma dari gaji yang ada di google, iya kan?

Nggak mungkin, ngapain? Jadi bupati gajinya segitu doang, mending lu daftar Epson di Cikarang. Gede gajinya, jadi nggak usah merasa jadi bupati itu paling sedih, paling terbebani, nggak usah!

Kalau kritiknya lu nggak suka, nggak mau dengerin, nggak mau jalanin ya udah, tutup kuping aja kek biasa, pergi jalan-jalan ke luar negeri dengan bungkus kunjungan kerja. Kan bisa!

Sekarang gue ingetin, kekuatan rakyat emang tipis, kritik doang. Apapun ada konsekuensi hukumnya, ya terus bagaimana lagi cara kita ngasih respon ke pejabat…ke pemerintah soal oh ini ada yang kurang nih, ini ada yang harus diperbaiki, koreksi di mana?”

Pembahasan lengkap Bintang Emon, bisa dilihat di link ini.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.