Menyikapi Berbagai Problematika Dalam Melanjutkan Pendidikan Setelah SMA

oleh

Oleh : Intan Wahyuni*

Pertanyaan “Setelah ini lanjut kemana? Tes atau kuliah? Kalau kuliah mau ambil jurusan apa? Kalau tidak kuliah mau ngapain?” adalah pertanyaan yang pasti akan sering didengar khususnya mereka yang duduk dibangku menengah atas (SMA,) apalagi sudah memasuki kelas dua belas.

Menurut hampir sebagian besar orang, saat anak telah menyelesaikan sekolah menengah akhirnya, pada tahap itulah anak dilihat dan ditentukan bagaimana masa depannya nanti, kemana arah dan tujuan ia sebenarnya. Dalam tahap ini juga, banyak hal yang harus dipikirkan oleh anak itu sendiri dan juga orang tuanya.

“Bingung” adalah kata yang menjadi jawaban karena pilihan yang masih belum ada atau sudah ada, namun terkendala oleh beberapa faktor seperti kesulitan biaya, tidak disetujui orang tua, sulitnya mencari peluang beasiswa, tidak punya keahlian tapi punya kemauan atau sebaliknya punya keahlian namun tidak punya kemauan.

Faktor-faktor seperti inilah yang membuat anak enggan untuk melanjutkan pendidikannya. Berdasarkan beberapa survey, faktor yang paling mendominasi adalah kurangnya minat anak itu sendiri didasari bakat yang tidak memadai.

Mungkin kalau zaman dulu, faktor biayalah yang menjadi hal mengapa berhentinya pendidikan seseorang, tetapi untuk saat ini, jalur beasiswa dan prestasi sudah bisa dicari dan di dapatkan dimana saja yang dapat membantu.

Namun tetap saja, masih ada yang lebih memilih langsung bekerja atau berhenti dibanding melanjutkan pendidikan.
Di dataran tinggi tanoh Gayo pekerjaan paling banyak adalah petani dan pekebun.

Bagi sebagian anak yang memiliki orang tua yang bekerja sebagai petani, orang tuanya lebih memilih anaknya untuk berkebun saja dibanding melanjutkan pendidikan.

Bukan tanpa alasan, hal itu dikarenakan anaknya sendiri yang tidak berminat dan tidak memiliki kemauan, sehingga orang tua lebih memilih mengikuti kemauannya saja, biasanya hal tersebut dapat terjadi karena anak saat masa sekolah sudah terbiasa mencari uang sendiri yang tanpa ia sadari belum tentu dapat menjamin kehidupannya kedepan.

Memang sulit kalau bukan dari keinginan sendiri. Ibaratnya, sudah tahu cari uang jadi pendidikan urusan belakang.

Tapi hal ini dapat berlaku sebaliknya, dimana anak memiliki kemampuan atau setidaknya kemauan, namun orang tua lebih memilih anaknya untuk tidak usah melanjutkan pendidikan, jadi ngapain,? Ya berkebun.

Selain berkebun, khusus orang tua yang memiliki anak perempuan, mereka biasanya akan diikutkan les menjahit (costume,) sehingga setelah selesai sekolah, mereka bisa langsung bekerja sebagai penjahit rumahan saja tanpa harus melanjutkan pendidikan.

Banyak masyarakat awam berpikir, kalau melanjutkan pendidikan dengan berkuliah itu hanya membuang waktu dan uang saja, setelah itu belum tentu langsung mendapat pekerjaan, lain lagi kalau tes Polisi atau Tentara yang sudah menjanjikan pekerjaan dalam waktu kurang dari masa kuliah.

Maka dari itu, terkadang mereka akan lebih memilih tes daripada berkuliah. Dan jika gagal dalam tes, biasanya mereka akan kembali lagi berkebun, membuka usaha, atau lainnya.

Pada zaman elit seperti saat ini, pemahaman seperti itu hanya dapat membuat kehidupan semakin tertinggal. Teknologi yang semakin canggih dan pengetahuan yang semakin meluas dapat memberi dampak negatif karena mereka yang putus pendidikannya cenderung sulit atau terlambat dalam menerima kemajuan yang semuanya berstandar pengetahuan modern.

Mungkin di daerah Gayo pekerjaan masih mudah didapatkan tanpa repot-repot bersekolah tinggi, namun untuk membuka mata lebih luas keluar sana, kita akan mendapati bahwa pendidikanlah yang menjadi modal utama seseorang untuk mencari pekerjaan dalam menunjang masa depan.

Saat anak sudah yakin untuk meneruskan pendidikan dengan berkuliah, masalah yang lagi akan dihadapi adalah sulitnya memilih jurusan. Di Indonesia setidaknya terdapat lebih dari 250 jurusan disegala bidang, pilihan yang cukup membuat kepala pusing.

Faktor sulitnya memilih jurusan salah diantaranya adalah, kurangnya memahami bakat sendiri atau kurangnya pengetahuan tentang jurusan yang ingin dimasuki, sehingga salah masuk jurusan adalah hal yang kerap kali terjadi.

Untuk mengatasinya, maka perlu mencari informasi jauh hari dan juga berkonsultasi dengan orang tua, guru, atau siapapun yang dirasa dapat membantu, agar kesalahan seperti itu dapat dihindari.

Selanjutnya, permasalahan yang kerap terjadi adalah berbedanya bakat dengan minat orang itu sendiri, seperti contoh, ia berminat masuk fakultas kedokteran sedangkan bakatnya tidak terlalu kuat pada bidang tersebut, sehingga pada saat tes, baik mandiri maupun beasiswa mereka kebanyakan gagal, rasa minderpun tak dapat di hindari.

Namun hal itu tidak dapat menjadi alasan untuk berputus asa, tidak ada yang tidak mungkin jika terus berusaha dan mencoba semaksimal mungkin untuk mecapai keinginan dan cita-cita.

Intinya, jangan takut gagal untuk melakukan suatu hal yang besar. Jika sudah memiliki rencana yang dibarengi dengan usaha dan doa, kemudahan akan datang dengan sendirinya.

Mau apapun yang akan atau sudah menjadi pilihan seseorang, bersekolah atau tidak, melanjutkan atau tidak, itu adalah pilihan terbaik dari versi masing-masing, karena setiap orang punya pemikiran dan cara tersendiri dalam menyikapi jalan hidupnya.

Terlepas dari itu, bimbingan dan dukungan dari orang tua juga pengaruh sosial sangat berperan penting dalam menuntun kehidupan seorang anak.

Bukan berarti kita bisa menyimpulkan, bahwa yang tidak bersekolah tinggi hidupnya akan susah atau hanya dengan bersekolah tinggi saja maka masa depan akan terjamin, semua tidak senantiasa di takar dari hal itu.

Ada juga orang yang sukses hanya tamatan smp saja, tapi kembali lagi pada diri kita, dapatkah kita seperti mereka? Akankah masa depan kita sama persis seperti mereka.? Kita tidak pernah tahu.

Dengan begini , setidaknya dapat membuka pikiran kita, bahwa memiliki tujuan hidup yang pasti adalah hal yang perlu dipersiapkan dengan matang. “Hargailah pilihan dengan hasil yang memuaskan,” sehingga mengubah pandangan semua orang, bahwa semua hasil itu harus dinilai dari seberapa kuatnya usaha dari sebuah pencapaian bukan dari seberapa besar harta dan jabatan orang tuanya atau sesempurna apakah penampilannya.

*Siswa SMAN 3 Timang Gajah

 

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.