Oleh : Fathan Muhammad Taufiq*
Baru saja usai Hari Raya Idul Fitri 1443 H dimana konsumsi daging mengalami peningkatan signifikan, dinia peternakan di negeri ini dikejutkan dengan munculnya Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang menyerang ternak, khususnya ternak sapi.
Kasus temuan PMK terbesar, terdeteksi di beberapa daerah di provinsi Jawa Timur dan Aceh, dimana ribuan ternak sapi dilaporkan telah terinfeksi penyakit mematikan ini. Pola penyebarannya yang masif, memungkinkan penyakit ini menyebar ke banyak daerah dan perlu kita waspadai, termasuk di daerah kita Dataran Tinggi Gayo.
Penyakit Mulut dan Kuku atau dikenal juga sebagai Foot and Mouth Disease (FMD) dan Apthtae Epizooticae adalah penyakit hewan menular bersifat akut yang disebabkan virus. Penyakit ini sangat cepat menular pada beberapa jenis ternak seperti sapi, kerbau, domba dan babi, namun kasus yang sering ditemukan di lapangan adalah pada ternak sapi.
Penyakit ini dapat menyebar dengan sangat cepat mengikuti arus transportasi daging dan ternak terinfeksi, akibatnya penularan penyakit ini secara massal dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar karena selain dapat menyebabkan kematian ternak, pada ternak yang bisa disembuhkan juga akan berdampak pada penurunan berat badan permanen, sehingga harga jualnya akan menurun drastis.
Pengendalian penyakit ini juga sangat sulit dan kompleks karena membutuhkan biaya vaksinasi yang sangat besar serta pengawasan lalu lintas hewan yang ketat.
Berdasarkan literasi yang penulis dapatkan, penyakit mulut dan kuku pada ternak di wilayah Indonesia, terjadi sejak tahun 1887 silam, diawali dengan masuknya sapi perah dari negeri Belanda yang akan dikembangkan di wilayah Hindia Belanda (sebelaum terbentuk negara Indonesia).
Pada masa kemerdekaan, khususnya pada era orde baru, upaya pemberantasan penyakit mulut dan kuku ini dilakukan secara sistematis dan berkesianmbungan dan pemberian vaksin dan pengawasan ternak berkelanjutan. Berkan upaya ini, Indonesia pernah dinyatakan bebas dari penyakit mulut dan kuku ini pada tahun 1983 yang lalu.
Mengingat belakangan ini, penyebaran PMK semakin masif, ada baiknya masyarakat mengetahui penyebab, gejala dan ciri-ciri ternak, khususnya sapi yang terinfeksi penyakit mulut dan kuku ini.
Secara umum PMK disebabkan oleh Virus tipe A dari family Picornaviridae, genus Apthovirus. Virus ini memiliki masa inkubasi (dari mulai masuk ke tubuh ternak sampai menampakkan gejala) selama 2-14 hari, ini termasuk masa inkubasi yang cukup cepat, dan jika tidak segera terdeteksi, akan cepat menular ke ternak lainnya.
Cara penularan penyakit ini adalah melalui kontak langsung maupun tidak langsung dengan hewan terinfeksi (melalui droplet, leleran hidung, serpihan kulit). Penyakit ini juga bisa menular melalui vektor (perantara) hidup, seperti manusia yang kerap berinteraksi dengan ternak.
Meski manusia tidak tertular penyakit ini, namun dapat menularkan penyakit ini melalui air liur, kotoran tubuh ternak dan material lain yang menempel di tubuh atau pakaian manusia ketika beriteraksi dengan ternak yang terinfeksi.
Selain melalui vektor hidup, penyakit ini juga dapat menular melalui vektor benda mati seperti alat angkutan ternak, peralatan makan dan minum ternak, kandang dan lain lainnya.
Penyakit ini juga dapat menyebar dengan perantaraan melalui angin, terutama daerah beriklim khusus dimana angin mencapai kecepatan 60 km per jam di darat dan 300 km per jam di laut.
Gejala Klinis serangan PMK
Untuk bisa melakukan deteksi awal sebagai upaya pencegahan PMK, masyarakat perlu mengetahui gejala klinis yang dpat dilihat pada ternak yang terinfeksi penyakit mulut dan kuku ini.
Pada ternak, khususnya sapi yang terinfeksi penyakit mulut dan kuku pada masa inkubasi, dapat terlihat gejala klinis antara lain :
1. Pyrexia (demam tinggi) mencapai 41°C, anorexia (tidak nafsu makan), menggigil, penurunan produksi susu yang drastis pada sapi perah untuk 2-3 hari, gejala ini kemudian diikuti dengan perilaku dan kondisi ternak :.
– Menggosokkan bibir, menggeretakkan gigi, leleran mulut, suka menendangkan kaki: disebabkan oleh vesikula (lepuh, pembengkakan disertai dengan munculnya cairan) pada membran mukosa hidung dan mulut serta antara kuku.
– Setelah 24 jam vesikula tersebut rupture/pecah dan menimbulkan infeksi.
– Vesikula bisa juga terjadi pada kelenjar susu.
2. Komplikasi: erosi di lidah, superinfeksi dari lesi, mastitis dan penurunan produksi susu permanen, myocarditis, abotus kematian pada hewan muda, kehilangan berat badan permanen, kehilangan kontrol panas.
3. Keluar lendir berlebihan dari mulut hewan, dan berbusa.
4. Terdapat luka-luka seperti sariawan pada rongga mulut dan lidah, tidak mau makan, luka pada kaku dan diakhiri lepasnya kuku, kaki pincang, sulit berdiri, gemetar, napas cepat, produksi susu turun drastis, hingga kurus.
Jika menemukan gejala tersebut pada ternak sapi atau ternak rumansia lainnya, masyarakat diharapkan segera melaporkan kepada petugas peternakan dan kesehatan hewan, tanaga medik veteriner atau instansi terkait yang menenagnai peternakan.
Jika peternak yang menemukan gejala tersebut pada ternak peliharaannya, segela lakukan isolasi terhadap ternak yang terinfeksi agar tidak menular pada ternak lainnya, kemudian segera menghubungi petugas untuk mendapatkan pertolongan dan pananganan awal.
Upaya Pencegahan
Upaya pencegahan penyebaran PMK dapata dilakukan dengan cara
a. Biosekuriti (pengamanan hidup) yaitu melalui :
– Perlindungan pada zona bebas dengan membatasi gerakan hewan, pengawasan lalu lintas dan pelaksanaan surveilans.
– Pemotongan pada hewan terinfeksi, hewan baru sembuh, dan hewan – hewan yang kemungkinan kontak dengan ternak terinfeksi PMK.
– Desinfeksi asset dan semua material yang terinfeksi (perlengkapan kandang, mobil, pakaian peternak dll)
– Memusnahkan bangkai, sampah, dan semua produk hewan pada area yang terinfeksi.
– Tindakan karantina yaitu mengisolasi ternak terinfeksi jauh dari ternak lainnya.
b. Pencegahan dengan cara Medis yaitu melalui :
– Pemberian vaksin virus aktif yang mengandung adjuvant, minimal 2 kali dalam 6 bulan pada ternak sehat yang pernah kontak dengan ternak terinfeksi.
– Pengawasan lalu lintas ternak dan produk nya (daging, kulit, limbah) secara berkala.
– Pelarangan pemasukan ternak dari daerah tertular
Memotong hewan dan memusnahkan jaringan tubuh hewan yang terinfeksi, juga merupakan upaya pencegahan penul;aran PMK.
Sementara pada ternak yang terinfeksi ringan, masih dapat dilakukan upaya penyembuhan dengan mengobati bagian tubuh, terutama bagian kaki/kuku terinfeksi, diterapi dengan chloramphenicol atau bisa juga diberikan larutan cuprisulfat. Sementara untuk pengobatan bagian mulut dapat dilakukan dengan injeksi intravena preparat sulfadimidine.
Selama dilakukan pengobatan, hewan yang terserang penyakit harus dipisahkan dari hewan yang sehat (dikandang karantina terpisah dari kandang hewan sehat). Hewan tidak terinfeksi harus ditempatkan pada lokasi yang kering dan dibiarkan bebas jalan-jalan serta diberi pakan cukup untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuhnya.
Sementara pada kaki hewan ternak yang sehat diolesi larutan Cuprisulfat 5% setiap hari selama satu minggu, kemudian setelah itu terapi dilakukan seminggu sekali sebagai cara yang efektif untuk pencegahan PMK pada ternak sapi.
Demikian informasi singkat yang penulis rangkum dari berbagai literasi ini, semoga dapat membantu upaya pencegahan penyebaran dan penularan Penyakit Mulut dan Kuku di Dataran Tinggi Gayo ini. Seperti kita tau, Dataran Tinggi Gayo memiliki potensi ternak luar biasa, yang tentunya harus diselamatkan dari ancaman PMK.
*) Pemerhati Pertanian/Peternakan dan Ketahanan Pangan.