Al-Qur’an Sumber Inspirasi Kartini : Habis Gelap Terbitlah Terang

oleh

Oleh : Nurhabibah Batubara*

Berawal dari pertemuan R.A Kartini dengan Kyai Saleh Darat dalam acara pengajian di rumah Bupati Demak Pangeran Ario Hadiningrat, yang juga pamannya. Sejak saat itu Kartini kerap beranjangsana ke rumah pamannya untuk mengikuti pengajian Kyai Darat.

Pertemuan-pertemuan inilah yang menjadi titik balik pandangan Kartini tentang Islam, ia pun berupaya untuk memperdalam Islam dan bercita-cita memperbaiki citra agamanya.
Kyai Sholeh Darat memberikan ceramah tentang tafsir Al-Fatihah.

Kartini tertegun. Sepanjang pengajian, Kartini seakan tak sempat memalingkan mata dari sosok Kyai Sholeh Darat, dan telinganya menangkap kata demi kata yang disampaikan sang penceramah.

Kyai Sholeh telah membawa Kartini ke perjalanan transformasi spiritual. Pandangan Kartini tentang Barat (baca: Eropa) pun berubah. Dapat dilihat dari surat Kartini tertanggal 27 Oktober 1902 kepada Ny Abendanon.

“Sudah lewat masanya, semula kami mengira masyarakat Eropa itu benar-benar yang terbaik, tiada tara. Maafkan kami. Apakah ibu menganggap masyarakat Eropa itu sempurna?

Dapatkah ibu menyangkal bahwa di balik yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal yang sama sekali tidak patut disebut peradaban. Tidak sekali-kali kami hendak menjadikan murid-murid kami sebagai orang setengah Eropa, atau orang Jawa kebarat-baratan.

Dalam suratnya kepada Ny Van Kol, tanggal 21 Juli 1902, Kartini juga menulis; Saya bertekad dan berupaya memperbaiki citra Islam, yang selama ini kerap menjadi sasaran fitnah. Semoga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat agama lain memandang Islam sebagai agama disukai.

Lalu dalam surat ke Ny Abendanon, bertanggal 1 Agustus 1903, Kartini menulis; “Ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi, yaitu Hamba Allah.

Dari kumpulan surat yang ditulis oleh RA Kartini, tersirat bahwa sumber inspirasi beliau dalam menulis surat untuk sahabat pena nya adalah Al-Qur’an. Dan surat-surat tersebut merupakan salah satu bentuk dakwah yang dilakukan oleh RA Kartini pada masa itu.

Setelah Kartini wafat, J.H.Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada teman-temannya di Eropa. Buku itu diberi judul Door Duisternis tot Licht yang arti harfiahnya “Dari Kegelapan Menuju Cahaya”.
(https://id.wikipedia.org/wiki/Habis_Gelap_Terbitlah_Terang)

Bagi seorang muslim kalimat ini sudah tidak asing lagi, karena di dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat -ayat yang berbunyi “mina dzulumati ila Nuur” yang artinya dari kegelapan kepada cahaya. Diantaranya terdapat dalam surat Al Baqarah ayat 257, yang berbunyi :

ٱللَّهُ وَلِىُّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ يُخْرِجُهُم مِّنَ ٱلظُّلُمَٰتِ إِلَى ٱلنُّورِ ۖ وَٱلَّذِينَ كَفَرُوٓا۟ أَوْلِيَآؤُهُمُ ٱلطَّٰغُوتُ يُخْرِجُونَهُم مِّنَ ٱلنُّورِ إِلَى ٱلظُّلُمَٰتِ ۗ أُو۟لَٰٓئِكَ أَصْحَٰبُ ٱلنَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَٰلِدُونَ

Artinya: Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

Dan Surat Ibrahim ayat 1, yang berbunyi:

الٓر ۚ كِتَٰبٌ أَنزَلْنَٰهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ ٱلنَّاسَ مِنَ ٱلظُّلُمَٰتِ إِلَى ٱلنُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَىٰ صِرَٰطِ ٱلْعَزِيزِ ٱلْحَمِيدِ

Artinya : Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.

Bukan hanya R.A Kartini yang terinspirasi oleh ayat-ayat Al-Qur’an, banyak para sahabat yang luluh hatinya setelah mendengarkan ayat-ayat Al-Qur’an ini dibacakan.

Salah satunya adalah Khalifah Umar bin Khattab seseorang yang terkenal memiliki watak yang sangat keras saat masa jahiliyah ternyata mampu ditaklukkan hatinya ketika dibacakan Ayat Al-Qur’an surat Thoha sehingga menghantarkannya dari kegelapan masa jahiliyah menuju cahaya Islam.

Sampai saat ini pun di berbagai belahan bumi banyak kisah tentang seseorang yang mendapatkan hidayah oleh sebab dibacakan atau membaca ayat-ayat Al-Qur’an. kisah ibunda Irene Handono yang mendapatkan hidayah setelah membaca Ayat Al-Qur’an surat Al Ikhlas, ustadz Felix yang merasa takjub dengan bahasa Al-Qur’an surat Al Baqarah dan lain sebagainya.

Sangat disayangkan bagi mereka yang menganggap bahwa sosok Kartini sebagai penolong kaum wanita dalam hal mencapai kesetaraannya di hadapan laki-laki. Kartini dianggap sebagai sosok emansipasi wanita yang menyamakan hak wanita sama dengan laki-laki.

Dan mereka beranggapan posisi wanita dan laki-laki dalam mencari nafkah pun seimbang. Artinya bila laki-laki boleh bekerja, wanita pun bekerja. Tapi, fatalnya lagi sebagian dari mereka menuntut keseteraan yang melebihi dari sekedar bekerja. Misal dalam hal pembagian harta waris, adalah adil bagi mereka bila pembagian harta waris dibagi sama rata.

Para kaum feminis bukan hanya membisikkan ide-ide feminis tapi juga meracuni mereka dengan pemahaman yang sangat jauh dari tuntunan Islam sebagai pedoman hidup kaum Muslimah. Tentu saja ide-ide feminis tersebut berasal dari barat, yang asas kehidupannya sekularisme. Tak heran juga slogan Perancis mereka dengungkan pada hari kartini, yaitu, Liberte (kebebasan), egalite (kesetaraan) dan Fraternite (persaudaraan).

Padahal, makna dan perjuangan R.A Kartini sendiri bukanlah untuk memperjuangan kesetaraan gender seperti apa yang mereka dengungkan. Dalam beberapa surat Kartini kepada teman-temannya di Belanda, Kartini sangat menyanjung ajaran Islam, dan mengatakan bahwa Allah satu-satunya yang harus dipuja.

Kemudian dalam surat lainnya jelas sekali sosok Kartini tidak pernah menyanjung negara Barat sebagai peradaban yang patut dicontoh sebagaimana isi surat yang sudah disebutkan diatas.

Jadi, momentum hari Kartini ini seharusnya menjadi ajang muhasabah kaum wanita, bahwa Kartini bukan lah yang dicitrakan ala feminisme yang mengeksiskan dirinya lebih handal dari laki-laki dalam hal materi.

Wanita saat ini harus mencerdaskan dan mengembalikan fitrahnya sebagai ibu yaitu sebagai pencetak generasi-generasi shaleh dan shalehah serta berupaya semaksimal mungkin untuk mempelajari ajaran-ajaran islam termasuk hukum-hukumnya sebagaimana yang dilakukan oleh Kartini.

Wallahu a’lam bish-shawwab.

*Aktivis Dakwah Peduli Umat, tinggal di Blang Tampu Bener Meriah

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.