Oleh. Drs. Jamhuri Ungel, MA*
Anak adalah seseorang yang dilahirkan dari seorang ibu, dalam artian yang lebih umum boleh jadi anak itu dilahirkan dari hasil perkawinan yang sah, perkawinan yang tidak sah atau juga yang lahir di luar perkawinan. Yang jelas setiap manusia yang dilahirkan ke dunia ini adalah anak.
Selanjutnya bila dikaitkan dengan keabsahannya menurut agama dan undan-undang anak adalah yang lahir dari hasil pernikahan yang sah. Perkawinan yang sah menurut agama adalah perkawinan yang memenuhi syarat dan rukun dan bukan perkawinan yang fasid.
Sedangkan menurut Undang-undang perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan agama.
Anak dikatakan sebagai anak dikalangan ilmuan berbeda pendapat, ada yang mengatakan anak dikatakan sebagai anak sejak adanya pembuahan di dalam rahim wanita, ada juga yang mengatakan anak itu dikatakan sebagai anak semenjak anak itu ditiupkan ruh (40 hari dalam kandungan), ada lagi yang mengatakan anak itu dikatakan sebagai anak ketika dilahirkan ke dunia, bahkan ada masyarakat tradisional (zaman doeloe) menganggap anak sebagai anak setalah diberi nama. Tujuan dari pendefinisian seseorang dikatakan sebagai anak berkaitan dengan hak hidup.
Bila anak dikatakan sebagai anak semenjak adanya pembuahan dalam rahim wanita maka semenjak itu anak punya hak untuk hidup, berarti ibu dan ayah berkewajiban menjaga dan merawat calon bayi yang ada dalam kandungan, bila anak dikatakan sebagai anak semenjak kandungan berumur 40 hari maka semenjak itu anak harus dijaga dan dirawat serta dipenuhi apa yang diperluakan.
Bila anaka dimulai semenja anak dilahirkan maka semenjak itu kedua orang tuanya mempunyai kewajiban merawat dan mendidik anaknya, dan bila semenjak anak diberi nama baru diakui hak hidupnya maka sejak itulah anak dijaga, dirawat dan dididik. Diantara hak-hak anak adalah :
1. Hak Nasab
Bila kita lihat dalam pandangan Islam maka terlebih dahulu kita melihat dari definisi perkawinan sebagaimana disebutkan di atas, bahwa anak mestilah lahir dari hasil perkawinan yang memenuhi syarat dan rukun atau perkawinan yang sah.
Dan bila anak lahir bukan dari perkawinan yang sah maka akan ada haknya yang tidak dapat dipenuhi, seperti hak nasab. @Artinya bila anak yang lahir diluar nikah maka anak tersebut tidak mempunyai hak adanya ayah (bin), maksudnya ia tidak mempunyai ayah kendati laki-laki yang menghamili ibunya jelas dan pasti orangnya namun karena tidak adanya aqad dan syarat dan rukun lainnya maka ia tidak berhak memanggil ayah. Maka anak tersebut hanya memiliki ibu (bin tau bintinya ke ibu).
Ketika hak nasab kepada ayah tidak dapat, maka anak juga tidak mempunyai hak wali dari ayah dan juga tidak mempunyai hak nafkan dan juga tidak mempunyai hak waris.
2. Hak Hidup
Tidak ditemukan secara tegas di dalam dalil nash (al-Qur’an dan Hadis), kapan anak itu dikatakan sebagai anak yang mempunyai hak untuk hidup. Yang ada adalah proses kejadian manusia (anak) yang dimulai dari air mani, menjadi darah beku, menjadi segumpal daging, lalu dibalut dengan tulang belulang, selanjutnya ditiupkan ruh.
Dalam ayat lain dipahami secara isyarat bahwa minimal manusia itu dlam kandungan selama 6 bulan dan kebanyakan dalam realita selama 8 atau 9 bulan.
Lamanya dalam kandungan dipahami oleh ulama berhubungan dengan lamanya menyusui ketika telah dilahirkan, karena dalam al-Qur’an disebutkan secara akumulasi masa mengandung dengan menyusui selama 30 bulam.
Jadi kalau lamanya dalam kandungan 6 bulan maka masa menyusui selama dua tahun (24 bulan), kalau dalam kandungan selama 8 bulan berarti masa menyusui selama 22 bulan dan kalau masa lam kandungan 9 bulan maka masa menyusui selama 20 bulan.
Lalu untuk mengetahui kapan mulai adanya hak hidup untuk anak harus kita lihat dalam Ayat al-Qur’an tentang larangan membunuh anak. Ada 2 ayat al-Qur’an dalam surat yang berbeda yang melarang pembunuhan anak, yaitu : Surat al-Isra’ ayat 31 yang artinya “jangan kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin” dan ayat 151 surat al-an’am yang artinya “jangan kamu membunuh anakmu karena miskin”.
Dua ayat tersebut menyatakan larangan membunuh anak karena keadaan miskin atau karena ditakutkan miskin dengan adanya anak. Larangan membunuh diartikan oleh ulama dengan keadaan setelah adanya nyawa, karena itu menurut sebagian ulama dikatakan manusia punya hak hidup semenjak ditiupkannya nyawa,untuk ini disebut dengan anak dalam makna hukum.
Sedangkan sebagian lagi menyebutkan semenjak adanya pembuahan bahkan sebelumnya, untuk ini disebut dengan anak dalam makna biologi.
Dalam masyarakat tradisional yang hanya hanya melihat dari sisi budaya tanpa pegangan agama melihat hak hidup anak semenjak diberikan nama, karena sebelum diberikan nama boleh jadi ibunya tidak sanggup memelihara dan merawat maka orang tua punya hak untuk menghilangkan hak anak untuk hidup. Ini dalam masyarakat tradisional yang tidak memiliki agama.
3. Hak terhadap Harta
Ketika anak mempunyai hak untuk hidup maka semenjak hak itu ada maka anak telah mempunyai hak terhadap harta, namun kepastian kepemilikan haknya setelah kepastian ia lahir dengan selamat. Bila ia lahir selamat maka haknya akan berlanjut dan apabila tidak selamat maka maka hak yang telah didapat akan hilang dengan sendirinya.
Umpamanya kah tentang waris, anak yang masih dalam kandungan berhak terhadap waris apabila ayahnya meninggal sebelum ia dilahirkan dan diterimanya setelah ia lahir. Anak-anak yang masih dalam kandungan juga berhak terhadap harta dari hibah, wasiat atau pemberian lainnya. []