Oleh : Mawardi*
Republik Indonesia saat ini sudah berusia 79 tahun, tentu saja sudah terhitung sangat lama, belum lagi usia Kota Takengon yang sudah berusia 445 tahun. Sudah hampir 4,5 abad atau 7 kali dari usia negara ini berdiri.
Tidak perlu diragukan lagi perihal sumber daya alam yang ada di daerah ini, mulai dari wisata hingga sektor pertanian yang ada mendorong perekonomian masyarakatnya.
Melihat dari segi usia yang sudah berdekade lamanya Kute Takengen harusnya menjadi rujukan pembangunan dan perekonomian di Aceh, akan tetapi ini bagaikan punguk yang merindukan rembulan.
Berbagai macam pertanyaan kemudian muncul, apakah ini salah masyarakatnya atau apakah pemerintahannya atau pemimpinnya?
Mencerdaskan kehidupan bangsa atau meningkatkan kualitas sumber daya masyarakat (SDM) adalah tugas dan kewajiban pemerintah sesuai dengan amanah perundangan-undangan.
Melihat potensi yang ada saat ini Aceh Tengah atau Kute Takengen harusnya daerah ini sudah jaya, jika melihat dari SDM yang ada dan SDA yang melimpah ruah di kota dingin ini, harusnya kita sudah kaya.
Siapa yang diuntungkan dari potensi SDA yang ada apakah kita layak kaya dan apakah kita masih miskin, lantas jika kita yang miskin siapa yang menikmati kekayaan alam kita?
Pertanyaan ini selalu muncul dibenak kita, siapa yang sebenarnya menikmati kekayaaan alam daerah ini, kita atau oligarki?
Oligarki akan terus memupuk kekayaan melalui kekuasaan yang diperoleh melalui segala cara walau dengan mengorbankan rakyatnya sendiri, contoh saja penerimaan tambang Linge.
Maka apa yang rakyat harapkan dari pemerintah yang jelas jelas memperkosa daerahnya sendiri dengan narasi narasi ke untungan bagi oligarki.
Dengan perayaan HUT Kute Takengen 445 mari kita ingatkan para pejabat pejabat yang hanya numpang duduk yang semata mata untuk memperkaya diri sendiri.
*Kader HMI Takengon