Selamat Hari Jadi “Republik Mini” Kota Takengon ke-445

oleh

Oleh : Hammaddin Aman Fatih*

Takengon yang merupakan pusat pemerintahann kabupaten Aceh Tengah yang berada di dataran tinggi wilayah tengah Aceh, membentang di penggunungan Bukit Barisan berpenduduk ± 215.468 jiwa yang tersebar di 14 kecamatan (Data tahun 2020).

Mantan presiden Indonesia SBY menyebutkan kota Takengon dengan sebutan “Republik Mini” Hal ini diilhami dengan multi etniknya kehidupan masyarakatnya.

Melalui UU No.7 Tahun 1956 kabupaten Aceh Tengah secara hukum dikukuhkan. Sebelumnya daerah ini telah eksis selama kedudukan Pemerintahan Kolonialisme Belanda, yaitu sejak tahun 1901 s/d 1942. Pada masa itu wilayah Afdeeling Takengon merupakan bagian wilayah Aceh Utara dengan ibu kotanya Sigli.

Sebagai daerah otonom dan ditetapkan menjadi kabupaten baru dulunya merupakan langkah awal untuk memulai percepatan pembangunan menuju masyarakat yang lebih sejahtera.

Tujuan pembentukannya adalah untuk mempercepat proses pembangunan sehingga dalam waktu yang cakup singkat dapat berdiri sejajar dengan kabupaten lainnya yang berada dilingkungan Pemerintahan Aceh yang telah mengalami 21 kali pergantian kepemimpinan sejak tahun 1945 sampai sekarang era kepemimpinan Drs. Shabela Abubakar dan Firdaus, SKM yang dilantik tanggal 28 Desember 2017 yang lalu.

Kota ini berdasarkan letak geografis dan kondisi alamnya, memang bukan hal baru lagi bahwa wilayah yang seluruhnya berada di kawasan penggunungan. Mayoritas penduduknya beretnis Gayo dan penduduknya masih mengandalkan sektor pertanian sebagai mata pencaharian utama, khususnya tanaman kopi.

Seyogyanya dengan umur 445 tahun sudah sewajarnya Kota Takengon sebagai pusat pemerintahan kabupaten Aceh Tengah dapat bisa sejajar dengan ibu kota kabupaten lainnya, khususnya yang berada dilingkungan Pemerintahan Aceh. Tapi, cukup sayang sampai saat ini belum cukup pantas kita katakan bahwa Kota Takengon dapat dikatakan maju.

Perkembangan tata kota yang masih belum bisa dikatakan tertata sesuai dengan standar tata kota yang bervisi kedepan dan ramah lingkungan.

Banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan bila tidak akan menjadi bom waktu yang akan siap untuk meledak. Masalah sampah, kemacetan, banjir, tata ruang, rawan kriminal adalah masalah klasik yang akan menghantui keberkembangan kota Takengon beberapa tahun ke depan. Hal ini akan menjadi masalah yang akan banyak menguras energi bila tidak secepatnya dituntaskan.

Kalau melihat potensi yang dianugrahkan untuk kota Takengon yang berada dipinggiran sebelah timur danau Laut Tawar sangat menjanjikan bila dikembangkan dan ditata secara professional dengan sentuhan yang berbasis digital, yakni pariwisata.

Potensi ini harus menjadi prioritas yang menggembirakan untuk dikelola, dikembangkan dan dipublikasikan sehingga menarik investasi luar untuk berinvestasi di negeri yang dijuluki miniature eropa pedalaman dengan latar hutan pinusnya ini untuk menggeliat bangkit, ditunjung dengan masyarakatnya yang sangat welcome terhadap pendatang.

Penempatan-penempatan orang-orang yang menentukan kebijakan harus betul-betul orang yang memang mengerti akan bidang yang akan dia nahkodainya. Bukan hanya berdasarkan kedekatan dan koneksitas. Kalau hanya sekedar bisa dapat menghabiskan anggara yang diusulkan disetujui, maka yang hanya terjadi kondisi jalan ditempat. Daerah lain sudah cerita apa yang akan dikembangkan, kita asyik menambal-nambal yang sudah ada.

Untuk membawa kota Takengon yang merupakan pusat administrasi pemerintah kabupaten Aceh Tengah ke hari depan yang penuh tantangan, yang hanya dapat kita atasi dengan selamat, dengan sebesar mungkin sikap ilmiah, rasional, keterbukaan, kesediaan menerima kritikan dan koreksi, dengan pola yang horizontal dan egaliter agar terbuka, kemungkinan mengeluarkan pikiran–pikiran alternatif lewat proses kreatif yang bebas tanpa adan kepentingan pihak tertentu yang notabene hanya mementingkan kepentingan pribadi dan kelompoknya semata.

Kota Takengon akan bangkit lebih cepat lagi dengan potensi yang cukup pantas kita sebut menggembirakan, menjanjikan bila dikelola oleh mereka–meraka yang betul–betul professional dalam bidangnya. Kalau kita mulai belajar mengadopsi pemikiran–pikiran yang kritis yang sifatnya membangun.

Akhirnya satu harapan kita semua, semoga di ulang tahun atau hari jadinya kota Takengon ke 445 (17 Februari 1557–2022) dengan tema “melalui HUT ke 445 Takengon kita dukung pemulihan masyarakat akibat Covid-19 menuju Aceh Tengah yang sehat dan sejahtera”.

Semoga bisa semakin maju dan terus berbenah menuju daerah yang dicita-cita para pendahulu kita dan tidak terlalu banyak lagi masyarakatnya merasa terzalimi oleh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan penguasanya.

Kebijakan-kebijakan yang diambil bukan hanya ditentukan satu atau beberapa kelompok yang berpotensi maha tahu apa yang terbaik bagi kota ini. Hilangkan kepentingan golongan atau kerlompok atau keuntungan sesaat yang mengorbankan kepentingan yang lebih besar di masa yang akan datang.

Membawa kota Takengon menuju kearah lebih maju, kita, semua pihak harus dilibatkan, jaring aspirasi yang kreatif yang sifatnya membangun untuk kebaikan kota Takengon dimasa yang akan datang. Jangan sampai kota Takengon lebih maju dari anaknya Kutacane dan Redelong Simpang Tiga serta cucunya Blangkejeren. Amin Ya Rabbal Alamin….

*penulis adalah seorang antropolog, penulis buku Opini Cekgu terbitan Geupedia, Jakarta tahun 2019 dan kepala SMAN 1 Permata yang berdomisili diseputaran kota Takengon.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.